28.2 C
Jakarta

Puasa Ramdan Mendidik Manusia Menjadi Ihsan

Baca Juga:

Oleh: H. Nunu Anugrah P, S.Pd. S.T. M.Pd.I.*

Alhamdulillah kita tahun ini diberi kesempatan oleh Allah SWT bertemu dengan bulan Ramadan, bulan yang penuh rahmat, bulan yang dipenuhi ampunan oleh Allah SWT, dan bulan dibebaskannya seorang hamba dari api neraka.

Seorg hamba ketika berpuasa, selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. Ketika kita seorang diri di rumah, bisa saja kita makan dan minum, karena tidak ada orang lain yg tahu. Lalu di luar rumah kita pura-pura puasa, bibir dikeringkan, badan diperlihatkan seolah-olah loyo dan lemah. Tapi mengapa ketika tidak terlihat oleh orang lain kita tidak mau makan dan minum? Itu disebabkan kita merasa Allah melihat gerak-gerik kita.

Ketika kita berwudu hendak melaksanakan salat, bisa saja kita pas kumur-kumur, kita menelan air barang sedikit, tapi itu kita tidak lakukan, mengapa? Karena kita yakin Allah SWT melihat apa yang kita lakukan.

Dalam sebuah riwayat, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulallah terangkan kepada saya apa yang dimaksud dengan ihsan!”. Nabi SAW menjawab: “Anta’budallaha ka annaka tarahu, wa idza lam tarahu fa innahu yaraka (beribadahlah kamu seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika kamu merasa tidak melihatnya, maka sesungguhnya dia melihatmu)“. (H.R. Muslim).

Puasa Ramadan mendidik kita untuk menjadi manusia yang ihsan. Dalam terminologi agama kita dikenal iman, Islam, dan ihsan. Ihsan itu tingkatannya melebihi iman dan ihsan. Kita tdk makan dan minum walaupun tidak ada orang lain karena kita yakin Allah Maha mengetahui apa yang kita perbuat.

“Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi”. (Q.S. Al-Fajr:14)

Pelajar/mahasiswa yang ihsan, dia tidak akan mencontek saat ujian karena yakin Allah Maha Mengawasi. Pedagang yang ihsan dia tidak akan mengurangi timbangan walaupun si pembeli tidak tahu karena dia yakin Allah Maha Mengetahui semua perbuatan hambanya. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. Ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri”. (Q.S. Qaf:16-17).

Ada sebuah kisah dari Umar bin Khatab tentang seorang hamba yang ihsan. Suatu saat khalifah Umar bin Khatab jalan-jalan dan bertemu dengan seorang pengembala domba di sebuah padang rumput. Khalifah Umar bertanya: “Apakah domba-domba ini milikmu?”. Si Penggembala menjawab: “Bukan tuan ini bukan milikku tetapi milik majikanku.” “Kalau begitu saya beli satu ekor domba ini,” kata Umar. Si Penggembala berkata: “Sebentar tuan, saya harus minta izin dulu yang empunya domba.” Umar berkata lagi: “Kamu tidak usah meminta izin tuan mu, bilang saja satu domba dimakan srigala, dan ini uang nya kamu ambil dan domba saya bawa.” Si Penggembala malah menjawab: “Kalau itu saya lakukan fa ‘aina Allah? Lalu dimana Allah”. Umar pun tersenyum kagum atas kejujuran sang penggembala domba tadi.

Sudah selayaknyalah ibadah puasa pada bulan Ramadan ini melahirkan pribadi-pribadi yang ihsan. Pelajar/mahasiswa yang ihsan. Guru/dosen yang ihsan. Pedagang/penguasa yang ihsan. Birokrat yang ihsan. Swami/istri yang ihsan, dan hamba Allah yang ihsan yang selalu merasa diawasi dan dilihat gerak-geriknya oleh Allah SWT. Bukankah seorang manusia melakukan dosa, diawali dengan tidak merasa diawasi oleh Allah SWT.

Wallahua’alam bishsowab.

*Ketua PC Muhammadiyah Pabuaran Kab. Cirebon

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!