JAKARTA, MENARA62.COM — Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, membuat kejutan. Secara terbuka dia mengaku bertanggung jawab penuh atas pembunuhan Jamal Khashoggi (59 tahun), wartawan terkemuka Arab Saudi yang mengasingkan diri di Amerika Serikat (AS) .
Tapi, dia membantah keras pembunuhan pada 20 Oktobe 2018 yang terjadi setelah Khashogi mendatangi Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, itu atas perintahnya. Rasa tanggung jawabnya lebih karena pelakunya melibatkan orang yang bekerja untuk pemerintahan Saudi.
“Ini adalah kejahatan keji … Saya bertanggung jawab penuh sebagai pemimpin di Arab Saudi, terutama karena itu dilakukan oleh orang-orang yang bekerja untuk pemerintah Saudi,” kata sang pangeran, dalam sebuah wawancara dengan Norah O’Donnell dari jaringan televisi CBS Evening News, yang tayang pada program CBS “60 Minutes” dan disiarkan secara internasional, Ahad (29/9/2019).
“Ketika sebuah kejahatan dilakukan terhadap seorang warga negara Saudi oleh para pejabat, bekerja untuk pemerintah Saudi, sebagai seorang pemimpin saya harus bertanggung jawab. Ini adalah kesalahan. Dan, saya harus mengambil semua tindakan untuk menghindari hal seperti itu di masa depan, ” lanjut orang kedua di Kerajaan Saudi itu, sebagaimana juga dikuti Arabnews.com.
Namun ia menambahkan: “Beberapa orang berpikir bahwa saya harus tahu apa yang dilakukan tiga juta orang yang bekerja untuk pemerintah Saudi setiap hari . Itu tidak mungkin mereka mengirim laporan harian kepada pemimpin atau orang tertinggi kedua di pemerintahan Saudi.”
Ditanya tentang laporan intelijen AS, CIA, tentang keterlibatannya dalam pembunuhan itu, dia berharap untuk melihatnya secara jernih. “Jika ada informasi seperti itu, saya harap disampaikan kepada publik,” tukasnya.
Menurut CNBC, dari tempat pengasingannya di AS, selama lebih dari setahun Jamal Khasoggi menulis kolom untuk The Washington Post. Isinya banyak mengeritik secara teratur atas tindakan keras Saudi terhadap perbedaan pendapat, perangnya di Yaman, dan sanksi yang dijatuhkan kepada Qatar.
Hak Perempuan Saudi
Dalam wawancaranya, Norah O’Donnell juga bertanya tentang hak-hak perempuan, ketegangan Saudi dengan Iran, dan perang di Yaman. Dijawab putra Raja Salman itu, Arab Saudi sedang menjalani serangkaian reformasi besar-besaran yang telah melihat hak-hak perempuan ditingkatkan, dengan dicabutnya larangan mengemudi dan persyaratan perwalian yang mencegah perempuan untuk bepergian tanpa persetujuan dari anggota keluarga laki-laki.
Norah O’Donnell kemudian bertanya soal tuduhan aktivis perempuan Saudi, Loujain al-Hathloul, yang mengaku disiksa di penjara. Dijawabnya, “Jika ini benar, itu sangat keji. Islam melarang penyiksaan. Hukum Saudi melarang penyiksaan. Hati nurani manusia melarang penyiksaan. Dan, saya pribadi akan menindaklanjuti masalah ini”.
O’Donnel pun menyebutkan tudingan lain bahwa Putra Mahkota “tidak mendukung hak-hak perempuan dan hak asasi manusia (HAM)”. “Persepsi ini menyakitkan saya. Menyakitkan saya ketika beberapa orang melihat gambar dari sudut yang sangat sempit. Saya harap semua orang datang ke Kerajaan Arab Saudi dan melihat kenyataan, dan bertemu perempuan dan warga negara Saudi, dan menilai sendiri,” jawabnya.
Solusi Damai dengan Iran
Tentang ketegangan terbaru degan Iran, dia meyakini serangan 14 September 2018 ke fasilitas kilang minyak Saudi di Abqaiq dan Khurias adalah tindakan perang. Serangan tersebut merontokkan 50 persen produksi minyak Kerajaan Saudi, atau sekitar lima persen dari pasokan energi global.
Tetapi, dia akan lebih suka melihat resolusi damai untuk ketegangan saat ini. “Karena solusi politik dan damai jauh lebih baik daripada solusi militer,” katanya.
Berbicara tentang peran Timur Tengah dalam ekonomi global, ia menambahkan: “Wilayah ini mewakili sekitar 30 persen pasokan energi dunia, sekitar 20 persen jalur perdagangan global, sekitar empat persen dari PDB dunia.”
Bayangkan, kata Putra Mahkota, jika ketiga hal itu berhenti. “Ini berarti kehancuran total ekonomi global, dan bukan hanya Arab Saudi atau negara-negara Timur Tengah,” tandas calon pewaris tahta Kerajaan Saudi itu.