27 C
Jakarta

Putra Sipirok Merambah Thailand

Baca Juga:

Putra Sipirok Merambah Thailand. Tidak pernah sama sekali, saya menduga akan bertemu dengan orang Sipirok, Sumatera Utara, di Thailand. Ketika awal mendaftar penelitian di negeri Gajah Putih ini, dibenak saya hanya akan bertemu dengan orang dari Flores, Jawa, Sumatera, dan Tanah Bugis. Termasuk yang saya inginkan bertemu adalah warga negara Thailand yang keturunan Indonesia.

Inilah salah satu manfaat postingan. Masih ada diantara kita yang menganggap postingan melalui media sosial itu sebagai sesuatu yang berlebihan atau bahkan lebih fatal dari itu.

Bagi saya, sebagai dosen dalam bidang ilmu komunikasi, postingan itu disamping sebagai upaya berbagi informasi dan pengalaman, juga sebagai wahana silaturahmi dan daftar hadir.

Maksud dari daftar hadir dalam konteks ini adalah memberikan informasi kepada pihak-pihak tertentu tentang kehadiran kita pada momen tertentu pula. Daftar hadir ini pula, dapat dilihat sebagai bagian dari upaya pertanggungjawaban publik atas amanah atau tugas yang diberikan kepada kita. Misalnya saya sedang melakukan penelitian atas biaya negara yang uangnya bersumber dari uang rakyat. Maka postingan saya dapat dipandang sebagai bagian kecil dari informasi kepada masyarakat bahwa uang yang dimanahkan kepada saya untuk penelitian, telah saya dilaksanakan.

Harapan saya, beberapa postingan dalam media sosial terkait kegiatan penelitian di Bangkok, dibaca oleh orang lain. Termasuk famili saya yang ada di Sipirok. Justru karena famili di Sipirok melihat bahwa saya ada di Bangkok, maka dia memberitahu bahwa kami punya famili di Bangkok. Jika dirujuk, tentu famili ini masih tergolong dekat untuk tidak mengatakan sudah cukup jauh.

Tulang, adong do koum ta di si (om, ada famili kita di situ-Red),” kata si Irsan Hutasuhut, keponakanku melalui facebook. “Ise mai ningku’. Anak ni Bou, ningia (Siapa ya? Anaknya tante, katanya-Red). Lha, sudahlah saya tidak kenal orangnya. Kirimkan saja nomor hpnya, kataku. Tidak ada Tulang, coba cari di facebook,” katanya.

Akhirnya saya memperoleh nomor hpnya. Masih nomor hp Indonesia yang tersambung juga dalam whatsapp. Saya kontak dia dan mencoba janjian bertemu. Hari keempat saya coba kontak dan berhasil.

Setelah memperkenalkan diri, dia menjadi maklum. Maklum siapa saya, maklum hubungan kekeluargaan kami, dan maklum betapa indahnya pertemuan sesama orang Sipirok bertemu di perantauan. Lalu saya minta ada waktu untuk bertemu. Tentu dia menyambut dengan gembira ajakan saya ini. Hanya saja, itu hari dia tak sempat, karena dia sedang sibuk di laboratorium. Saya pun maklum. Dan kami pun buat janjian ketemu hari ini. Dia pun ok.

Siang hari tadi, kami akhirnya bertemu di sebuah pusat perbelanjaan terkemuka di Kota Bangkok. Namanya MBK Siam Paragon. Saya datang bersama rekan saya Prof Mustari, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Bangkok bersama keluarga.

Begitu ketemu, kami pun berpelukan. Senang rasanya ketemu sesama orang Sipirok di negeri orang. Apalagi dia masih tergolong ponakan saya. Lalu saya perkenalkan ke Prof Mustari.

Gayung bersambut, rupanya mereka sudah saling mengenal. Prof Mustari sebagai Atase Pendidikan memang dekat dengan pelajar-pelajar Indonesia di Thailand. Ini keponakanku, kita sering datang ke KBRI untuk pengajian atau main bola.

Prof Mustari mengajak kami makan siang di salah satu rumah makan halal. Kesempatan itu kami bercerita ini dan itu. Ya, terutama tentang kisah-kasih di Sipirok, huta hatubuan (tempat lahir dan besar – Red). Sungguh kami seumur hidup belum pernah bertemu. Usia kami terpaut 10 tahun. Dia kelahiran 1984 dan saya kelahiran 1974. Ketika usianya enam tahun, pada 1990, saya sudah merantau ke Makassar, Sulawesi Selatan. Oleh itu, wajar kami tak saling mengenal.

Hanya saja dia pernah satu kelas dengan adik saya, Afwan Siagian di SD Muhammadiyah dan SMP Negeri 1 Sipirok. Artinya dia juga sempat menjadi murid dari ayahku, Muhammad Dollar Siagian, saat masih SMP.

Usut punya usut, ayahnya juga pernah menjadi guru mengajiku awal tahun 1980an di Masjid Taqwa Muhammadiyah Sipirok. Saya jadi ingat, ayahnya yang saya panggil abang, adalah kahanggi (ipar-Red) kami, pernah mengatakan kepada saya bahwa ada anaknya yang jadi dosen di Kalimantan. Hanya saya lupa siapa namanya dan nomor hpnya.

Dia adalah adik ipar dari bereku (keponakanku-Red) si Nani Hutasuhut. Sejak tahun 2008 menjadi dosen di Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Timur. Dan sudah menikah dengan gadis Malang Jawa Timur alumni Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang.

Saat ini beliau sedang mengambil program PhD, di Marine Science, Chulalongkorn University sejak tiga tahun lalu atas beasiswa Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Saya bersyukur sekali bertemu dengan bereku ini. Mudah-mudahan cepat selesai program PhD., supaya lebih banyak putra Sipirok yang dapat berkarya untuk negeri ini. Juga menjadi inspirator bagi anak-anak lainnya dari Sipirok.

Oh ya, hampir lupa. Siapa dia. Betul, saya lupa nama lengkapnya. Sebut saja bere Iwan Ritonga, S.Pi., M.Sc. Insya Allah tak lama lagi gelarnya akan bertambah yakni Ph.D., mohon doa restu.

Dia adalah anaknya Pak Guru Maas Ritonga (alm), mantan kepala SD Muhammadiyah Sipirok, kahanggi kami dari Pasar Bolakang Sipirok. Saya ingat tahun 1980an masih langka orang punya motor bebek honda, masih bisa dihitung jari. Pak Guru Maas salah satunya.

Setelah tengah hari, saya tanya apa urusannya. Ternyata tidak ada. Maka saya minta izin untuk mengikutinya kemana saja. Maka kami pun bersamanya sampai magrib. Saya ikuti dia kemanapun. Mulai ke kampus, ke masjid dan ke pusat perbelanjaan. Sebab saya sudah minta izin menjadikan dia sebagai salah seorang informan penelitian saya. Saya perhatikan cara berkomunikasinya dengan warga lokal, baik supir, kasir supermarket dan penjual kopi di pinggir jalan dekat masjid.

Akhirnya setelah ke sana ke mari, jelang magrib tadi, dia mengantar saya kembali ke apartemen. Cukup jauh perjalanan yang kami lalui dengan jalan kaki. Tapi sama sekali tak terasa capeknya. Yang terasa adalah indahnya bertemu dengan sesama sekampung dengan cerita penuh kenangan.

Semoga cerita ini bermanfaat. Amin.

Bangkok, 23 Oktober 2018 jelang tengah malam.

Penulis: Haidir Fitriah Siagian.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!