JAKARTA, MENARA62.COM – Terjun dalam dunia bisnis bagi perempuan bukanlah persoalan mudah. Karena sehebat apapun perempuan mengelola bisnis, peran sebagai istri bagi suaminya dan sebagai ibu bagi anak-anaknya akan tetap melekat. Peran ganda tersebut tentu harus dikelola dengan baik agar semuanya berjalan sinkron dan seimbang, tidak ada yang dirugikan apalagi dikorbankan.
“Perempuan itu dikarunia Allah rasa cinta dan kasih sayang. Ini menjadi motivasi karena kita diberikan kelebihan multiperan sebagai ibu sekaligus bekerja,” kata Intan Ayu Kartika, Brand Director Danone-Aqua pada Talkshow dan Webinar bertajuk Sukses Berkarier di Tengah Tantangan Multiperan dan Pandemi Covid -19 yang digelar dalam rangkaian kegiatan Professional Women’s Week 2021 yang diinisiasi oleh Desainer Nina Septiana, pemilik brand busana Nina Nugroho, Senin (20/9/2021).
Terjun dalam dunia bisnis, lanjut Ayu justeru membuat kehidupannya sebagai seorang perempuan menjadi seimbang sekaligus membanggakan. Ia harus pandai memenej waktu dan kehidupannya agar urusan pekerjaan di luar rumah dapat dilakukan tanpa harus meninggalkan peran dan urusan domestic rumah tangga.
Senada juga disampaikan Prita Kemal Gani, istri pengusaha media Kemal Gani. Baginya, ketika seorang perempuan memiliki pekerjaan di luar rumah, ia harus tetap memberikan ruang dalam kehidupannya untuk anggota keluarga.
Prita berkisah bagaimana ia mengambil peran banyak ketika hampir semua anggota keluarga harus beraktivitas dari rumah selama pandemic Covid-19 berlangsung. Anak-anak yang biasanya pergi sekolah atau kuliah, tiba-tiba harus belajar dari rumah. Pun demikian, suami juga melakukan pekerjaan kantor dari rumah. “Saya harus mampu membangun kebersamaan antar anggota keluarga,” papar Prita.
Dalam kesempatan yang sama, Hany Seviatry, Owner Batik Krakatoa mengatakan terjun dalam dunia kerja bagi perempuan memang membawa tantangan tersendiri. Karena selain harus menjaga ‘periuk nasi’ para pekerjanya, ia juga harus tetap menjalankan peran dalam keluarga.
Hany yang memiliki mitra kerja perempuan cukup banyak tersebut juga harus paham bagaimana kedudukan para pekerjanya dalam keluarga. Ada banyak pekerja perempuannya yang menjadikan hasil dari bekerjanya sebagai penopang kebutuhan keluarga atau membantu mencukupi kebutuhan keluarga.
“Jadi ketika ada pandemic, saya memberikan bayaran dengan system borongan kepada para perajin batik yang jadi mitra kerja saya,” jelasnya.
Hal ini dilakukan selain untuk membantu keuangan keluarga para pekerjanya, sekaligus menghindari pemutusan hubungan kerja.
Sembari menerjunkan para perempuan sebagai pekerja, Hany yang juga istri Walikota Cilegon tersebut memanfaatkan kesempatan berinteraksi dengan para perempuan untuk menyampaikan edukasi, terutama terkait bagaimana menjaga kesehatan selama pandemic. “Perempuan menjadi tokoh penting dalam menjaga kesehatan seluruh anggota keluarga. Kalau mereka paham dan tahu bagaimana menjaga kesehatan, tentu seluruh anggota keluarganya akan menjadi sehat,” tukasnya.
Sementara itu, Dr. Indrawan Nugroho, CEO sekaligus co-Founder CIAS pada acara sesi Webinar sebelumnya bertema Wanita Pengusaha: Strategi Menang di Dunia Laki-laki, menjelaskan seorang perempuan terjun dalam dunia bisnis sebagian besar dilandasi oleh keinginannya untuk ikut membantu menopang perekonomian keluarga. Tetapi sayangnya, peran di dunia luar tersebut harus dapat dijalankan dengan tetap menjalankan peran domestiknya dalam rumah tangga.
“Bisnis itu membutuhkan energy. Dan seorang perempuan yang terjun dalam bisnis juga membutuhkan energy, salah satunya adalah adanya dukungan dari keluarga, terutama suami dan orang tua,” jelas Indrawan.
Menurutnya, bagaimana mungkin seorang perempuan dapat menjalankan bisnisnya, sementara pada waktu yang bersamaan dia harus menjemput anaknya ke sekolah. Pada waktu yang bersamaan pula, suaminya marah karena merasa sebagai ibu dia sudah menelantarkan anak.
“Jadi sebaiknya sebelum berperang , perlawanan -perlawanan semacam ini sudah dihilangkan dulu. Sebelum memulai usaha, mintalah dukungan suami, dukungan orang tua. Kalau dalam ajaran Islam, supaya mendapatkan berkah,” lanjutnya.
Lantas mengapa ada suami yang tidak setuju jika istinya terjun berbisnis? Menurut Indrawan, bisa jadi si suami takut dan khawatir, kalau istrinya sukses, akan menjadi tidak hormat lagi, tidak dianggap. “Itu ego laki-laki ya. Nah, disini yakinkan dulu suami Anda. Bahwa cinta Anda padanya tidak akan berubah hanya karena pekerjaan. Nggak akan mengubah sedikit pun rasa hormat kepada suami. Hal ini sebaiknya dibangun dari sebelum memulai usaha,” papar Indrawan.
Karena itu, Indrawan menegaskan pentingnya support system bagi perempuan yang menjalankan bisnis. Dengan terbangunnya support system yang dapat diandalkan maka sebagian pekerjaan dapat didelegasikan.
“Disini pentingnya memilih bisnis yang fleksibel dari sisi waktu dan tidak membuat stag. Anda punya kontrol, kapan Anda bekerja, kapan Anda ada waktu untuk keluarga. Pilihlah tim yang dapat diandalkan. Pilihlah karyawan yang dari awal benar-benar dapat diandalkan. Mendapatkan tim semacam ini memang tidak seperti sulap, butuh waktu. Dengan terbangunnya system kerja, maka wanita pengusaha ini akan tetap selalu bisa hadir untuk suami, anak-anak dan keluarganya pada saat dibutuhkan,” urai Dr. Indrawan.
Riset Google menyebutkan bahwa perempuan Indonesia lebih suka berwirausaha, dibandingkan dengan 12 negara lainnya, diantaranya; Argentina, Brazil, Jepang dan Kenya. Sementara pada data yang lain menyebutkan Indonesia masuk kedalam urutan 20 untuk negara dengan jumlah pengusaha wanita terbanyak.
Menurut Dr. Indrawan, dunia usaha penuh dengan persaingan, bahkan hingga sekarang masih dikonotasikan sebagai dunianya laki-laki. Sehingga untuk para wanita yang ingin terjun ke dunia bisnis dibutuhkan strategi jitu agar berhasil masuk ke belantara bisnis.
“Apakah wanita bisa? Bisa dong, tapi memang harus dipersiapkan secara cerdas. Kita tidak dalam membicarakan persoalan gender. Ini juga buka perempuan versus laki-laki. Tapi lebih kepada bagaimana menaklukkan dompet para pelanggan,” urainya.
Lantas apa saja tantangan wanita di dunia usaha saat ini? Indrawan menyebut setidaknya terdapat 3 hal. Pertama, stereotip gender, bahwa tidak bisa dinafikkan, sosok perempuan dipandang lemah secara emosional dan ambisi. Padahal stereotip belum tentu benar, dan seharusnya dijadikan sebagai sebuah tantangan.
“Dalam hal ini, para wanita tidak perlu khawatir dan harus menghapus pandangan tersebut. Yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan sebuah pembuktian, bahwa dia tidak seperti yang disangkakan,” katanya.
Kedua, norma di masyarakat. Salah satu contoh, yang mestinya bekerja itu laki-laki, sementara perempuan cukup di rumah saja, mengurus suami dan anak-anak.
“Disini memang terjadi un ekspektasi, misalnya ada laki-laki seminggu tidak pulang-pulang ke rumahnya. Pandangan para tetangganya pasti biasa-biasa saja. Yah, wajarlah, nggak pulang-pulang kan dia pejuang keluarga. Tak jarang malah diacungi jempol. Tapi Ketika yang tidak pulang-pulang itu adalah perempuan, tanggapan yang diterima akan berbeda. ‘Egois ya, nggak pulang-pulang, kok nggak kasihan sama suami, anak. Kenapa nggak memikirkan tugas dia sebagai istri dan ibu untuk anak-anaknya ya? ,” papar Dr. Indrawan, memberikan contoh.
Katiga, multiperan wanita. Sejatinya wanita itu dalam satu waktu dapat menjelma sebagai ibu, istri, anak, sekaligus sahabat bagi orang-orang di sekitarnya. Namun pada saat agenda pembagian raport, ketika ayah tak bisa datang ke sekolah , lingkungan tidak mempersoalkan. Tapi jika ibu yang tidak bisa hadir, posisi ibu selalu menjadi yang disalahkan. Sehingga bagi para wanita yang ingin memulai bisnis, ketiga variabel ini perlu dipikirkan secara bijak.