32.1 C
Jakarta

Refleksi Maulid Nabi, Haedar Nashir: Teladan Rasulullah adalah Jalan Persatuan dan Perdamaian

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan hanya momentum spiritual, tetapi juga pengingat penting bagi umat Islam untuk meneladani ajaran dan akhlak Rasulullah dalam merawat persaudaraan, persatuan, dan perdamaian.

 

“Dalam sejarah hidup beliau, kita mendapati sosok Nabi bukan hanya sebagai rasul pembawa wahyu, tetapi juga sebagai pribadi yang menghadirkan perdamaian, persaudaraan, dan persatuan di tengah masyarakat yang penuh konflik,” ujar Haedar dalam refleksi Maulid Nabi, Sabtu (6/9).

 

Perdamaian sebagai Strategi Mulia

 

Haedar mencontohkan Perjanjian Hudaibiyah sebagai teladan bagaimana Nabi Muhammad lebih memilih jalan damai dibandingkan memperturutkan emosi. Meski awalnya terlihat merugikan umat Islam, perjanjian itu justru membuka jalan bagi dakwah yang lebih luas hingga Quraisy berbondong-bondong masuk Islam.

 

“Kesabaran Nabi saat itu mengajarkan bahwa perdamaian bukanlah tanda kelemahan, melainkan strategi mulia yang membuka jalan kemenangan lebih besar. Manfaat terbesar lahir dari pilihan damai, bukan dari pertikaian,” tegas Haedar.

 

Teladan serupa juga terlihat dalam peristiwa peletakan kembali Hajar Aswad. Ketika konflik hampir pecah antarsuku Quraisy, Nabi dengan kebijaksanaan menyatukan mereka melalui solusi sederhana namun adil, sehingga pertumpahan darah dapat dihindari.

 

Relevansi untuk Indonesia

 

Menurut Haedar, nilai besar dari keteladanan Nabi sangat relevan dengan kondisi Indonesia yang majemuk. Dalam dinamika sosial dan politik, sering kali perbedaan justru dipertajam hingga menimbulkan perpecahan.

 

Indonesia sebagai bangsa yang majemuk masih kerap dihadapkan pada ketegangan politik dan godaan sektarianisme. Dalam situasi seperti ini, teladan Rasulullah yang mengutamakan perdamaian dan persatuan harus menjadi cermin bagi kita semua,” jelasnya.

 

Haedar mengingatkan bahwa para pemimpin bangsa, baik tokoh agama maupun pejabat publik, seharusnya menjadikan kepemimpinan sebagai amanah untuk menghadirkan maslahat, bukan alat memperkuat kepentingan pribadi atau kelompok.

 

“Ketika pemimpin mengedepankan perdamaian, menumbuhkan kepercayaan, dan merangkul semua pihak, maka bangsa ini akan semakin kokoh,” kata Haedar.

 

Momentum Maulid Nabi

 

Haedar menutup dengan ajakan agar peringatan Maulid Nabi dijadikan titik tolak untuk memperkuat persaudaraan, menghadirkan perdamaian, dan membangun peradaban yang luhur.

 

“Jadikan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai momentum untuk meneguhkan jiwa damai dan menyatukan umat. Dengan semangat Nabi yang menyatukan, kita bisa menghadapi tantangan kebangsaan dengan arif sekaligus meneguhkan Indonesia sebagai rumah bersama yang damai, adil, dan bermartabat,” pungkasnya. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!