JAKARTA, MENARA62.COM– Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen (UUGD) dinilai rancu. Karena itu Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) Prof Suyatno mengusulkan agar undang-undang yang mengatur guru terpisahkan dengan undang-undang yang mengatur dosen.
“Guru dan dosen meski sama-sama bertugas mengajar tetapi kedua profesi tersebut sangat berbeda. Tugas guru dan dosen itu berbeda termasuk obyek yang dicerdaskan,” kata Prof Suyatno saat menyerahkan rekomendasi usulan perubahan UUGD kepada Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris, Selasa (27/03/2018).
Prof Suyatno yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.Hamka (UHAMKA) mengatakan saat ini dua kementerian yakni Kemendikbud dan Kemenristekdikti yang mengurus tenaga pengajar dan pendidikan sudah berdiri sendiri. Dengan direvisinya UUGD dimana soal guru diatur tersendiri, nantinya Kemendikbud dapat lebih fokus mengurus guru.
Prof Suyatno mengatakan revisi UUGD bisa difokuskan pada pasal-pasal yang dianggap penting misalnya perlindungan terhadap guru yang akhir-akhir ini sering terjerat pidana akibat menjatuhkan sanksi kepada siswa.
Menurut Prof Suyatno, UU Nomor 14 Tahun 2015 ini telah terjebak dalam logika sesat tentang pembelajaran. UU ini nampaknya buta secara historis kalau guru memiliki peran signifikan dalam pembentukan kesadaran dan tradisi intelektual siswa.
“Fungsi politis guru dan dosen ini dikalahkan oleh keinginan negara untuk mengatur secara adminsitratif pengelolaan guru dan dosen, menumpahinya dengan peningkatan pendapatan,” tambah Prof Suyatno.
Terkait dengan pemisahan UU Guru dan UU Dosen, sebagai Ketua DPP Asosiasi Dosen Indonesia, ia sudah menyepakati bersama anggota ADI dan FRI. Usulan ini telah diserahkan kepada Komite III DPD RI pada 17 Januari saat berlangsung Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komite III DPD RI.
Dalam rekomendasi setebal 27 halaman tersebut Prof Suyatno juga menyertakan analisa terkait kondisi guru dan dosen di Indonesia. Baik masalah tidak meratanya distribusi guru, pengangkatan guru honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi hingga masalah sertfikasi guru yang tak kunjung selesai.
“Dosen juga mengalami banyak masalah. Misalnya sertifikasi dosen dan publikasi ilmiah dosen, termasuk tunjangan dosen dan profesor,” katanya.
Berbagai persoalan yang menyelimuti guru dan dosen tersebut menurut Prof Suyatno akan lebih mudah penyelesaiannya jika UU yang menjadi payung hukumnya bisa dipisahkan. Sehingga dalam pelaksanaan dilapangan tidak terdapat kerancuan.
Karenanya, ia berharap rekomendasi yang diserahkan bisa menjadi pertimbangan bagi DPD dan DPR RI untuk segera merevisi UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen.