30.3 C
Jakarta

Rela Meninggalkan Kuliah demi Masyarakat Lombok

Baca Juga:

Salat zuhur baru saja usai. Di bawah terik matahari yang membakar, sekitar 30 laki-laki dan belasan perempuan, salat di mesjid darurat. Masjid itu didirikan Muhammadiyah di tengah lapang berdebu. Jemaah di masjid darurat itu ada yang sedang berzikir, ada yang ngobrol, dan satu-dua orang sudah meninggalkan masjid semi terbuka itu.

Tiba-tiba terdengar suara sepeda motor berisik mengitari masjid. Kendaraan roda dua itu berhenti di sebelah kanan masjid. Tokoh masyarakat Sutisna, yang sedang ngobrol sambil berdiri tiba-tiba menghampiri pengendara sepeda motor. Ia melempar senyum dan memanggil. “Rul gimana ada ya?” tanyanya sambil menyambut orang yang baru datang.

Sambil melepas helm, laki-laki muda bernama Khaerul Rijal itu langsung masuk masjid “Alhamdulillah pak dapat,” katanya sambil tersenyum mengembang.

Tidak lama, ia menurunkan ransel di punggungnya dan mengeluarkan sejumlah baju koko yang masih terbungkus plastik. Tiba-tiba orang yang berada di dalam masjid menghampirinya sambil membentuk lingkaran. Setiap orang, memilih baju dan langsung mencobanya. Seorang ibu ikut mengambil dan melihat satu per satu baju yang dikeluarkan Khaerul.

Setelah semua mendapat bagian, Khaerul meminta saya dan rekan Muhammadiyah Disaster Manajemen Center (MDMC) Jawa Barat Ade Irfan, untuk turut berjejer dengan masyarakat. Ia kemudian mengabadikan penerima, sambil membawa secarik kertas bertuliskan “Sumbangan Muhammadiyah.”

Saya heran, mengapa mesti saya yang difoto, bukankah dia sendiri yang membawa dan membagikan pakaian itu kepada masyarakat. “Engga apa-apa bang, saya saja yang moto,” kilahnya.

Selesai berfoto, saya penasaran, siapa anak muda yang baik hati ini. Sambil tidak berhenti tersenyum dia mengungkapkan tentang dirinya. “Saya mahasiswa Pendidikan Agama Islam di Makassar, Bang,” ungkapnya.

“Oh, kamu pasti kuliahnya di Unismuh (Universias Muhammadiyah) Makasar, ya?” tanya saya. “Iya, bang saya kuliah semester tiga di Unismuh,” jawabnya bangga.

Rupanya, selain kuliah di Unismuh juga Khaerul tinggal di Asrama Pendidikan Ulama Tarjih di Makasar. “Saya kesini diajak sama Pak Dahlan (Dahlan Lama Bawa, mantan Ketua DPP IMM),” ungkapnya. Saya dan rekan saya Ade Irfan yang alumni IMM kenal Dahlan.

“Oh sama bang Dahlan? Kenapa bisa sama bang Dahlan?” tanya Ade Irfan. “Iya Bang, Pak Dahlan kan kepala asrama pendidikan ulama tarjih itu Bang,” terangnya.

Rupanya Khaerul merupakan relawan yang diutus oleh kampusnya untuk turut membantu korban gempa di Lombok. Selama satu bulan di Lombok, Khaerul bertugas sebagai tim Psikososial. Tugasnya cukup berat dan jadwalnya sangat padat. Ia bekerja mendampingi warga, dari mulai anak-anak sampai orang tua. Bahkan tugasnya ini, ia lakukan siang-malam. “Tapi bang, di sini saya sangat senang sekali. Saya betah bang,” Khaerul berujar sambil tersenyum.

Saya heran, mengapa anak muda berpeci dan berkulit coklat ini, seperti menikmati sekali tugasnya di daerah bencana yang gersang ini. “Di sini orang-orangnya baik-baik bang, saya merasa mereka seperti keluarga sendiri, baik anak-anak maupun orang tua semuanya menyambut baik kehadiran kita,” papar Khaerul sambil melihat beberapa pria dewasa yang masih berkumpul dan bercengkraman di dalam mesjid darurat itu.

“Jadi apa Rul tugas kamu di sini?” tanya saya. “Di sini banyak Bang, selain ngajar ngaji anak-anak pada sore hari, saya juga ngajar ngaji ibu-ibu dan bapak-bapak pada malam hari. Kalau pagi, bisa ke sekolah untuk mengisi kelas. Guru-guru, kalau saya datang, langsung memberikan kelasnya kepada saya dan teman saya,” jelas Khaerul bersemangat.

Bahkan di luar itu, Khaerul juga selalu membantu masyarakat untuk hal-hal lain. Seperti, mencari bantuan untuk keperluan sehari-hari, mencari bantuan pakaian, dan sering memberikan layanan lain dengan maksud agar warga cepat pulih dari trauma bencana yang dialaminya.

Saat ini, Khaerul bertugas mendampingi dan mendidik masyarakat di Dusun Lading-lading Desa Tanjung, Kecamatan Tanjung Kabupaten Tanjung. Tidak kurang dari 200 Kepala Keluarga, di Dusun ini. Pada saat bencana, ada 2 orang yang meninggal di dalam mesjid, yaitu Imam mesjid dan satu orang jamaah yang tertimpa reruntuhan saat akan keluar mesjid.

Masyarakat di sini sangat luar biasa, menurut Khaerul. Mereka, menurutnya, tidak membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kondisi mentalnya. Bersama tiga orang lainnya yang tergabung di tim Psikososial, Khaerul melihat masyarakat yang begitu tabah dan cepat kembali pada keadaan semula.

Kini, tinggallah Khaerul dan teman-temannya mengamalkan ilmu agamanya bagi masyarakat. Setiap mengajar mengaji anak-anak, Khaerul sangat gembira.

“Kalau anak-anak sedang belajar semua rebutan, pengen nempel di saya, ada yang duduk di paha kiri-kanan, ada yang rangkulan dari belakang, pokoknya semuanya senang, tiap hari begitu, mereka bersemangat belajar alquran,” katanya sambil tertawa.

Bahkan menurut Khaerul, untuk orang tua pun, mereka tidak gengsi belajar alquran padanya yang masih mahasiswa. “Saya ajari tahsin dan mereka bersemangat, tiap malamnya bisa 20 sampai 30 orang yang ikut,” katanya.

Perihal kuliah yang ditinggalkannya, bagi Khaerul tidak jadi soal. “Bagi saya, ini mengabdi bagi masyarakat juga sama pentingnya, berdakwah untuk umat,” jawabnya mantap.

Sebagai alumni dari SMA Muhammadiyah Bantaeng Sulsel, Khaerul merasa dirinya sebagai kader Muhammadiyah sejati, justru ketika hidup berada di tengah-tengah ummat dan bermanfaat bagi mereka.

“Toh sekarang pun, kalau bukan Muhammadiyah, saya belum tentu bisa kuliah, karena saya dapat beasiswa dari Muhammadiyah,” ujar Khaerul yang mulai terlihat serius.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!