#Siap dengan Aturan Baru.
Kembali ke pondok. Waktu terasa begitu cepat. Satu bulan kurang sedikit libur di rumah. Sreet. Tiba-tiba, jadwal Rohman balik. Belum genap seminggu tidak bertemu, terasa perasaan rinduku dengannya terasa berat. Kadang tanpa alasan jelas, aku panggil-panggil namanya. Bahkan, maaf kadang (sering) aku menangis seorang diri. Tidak sekedar meneteskan air mata. Namun hingga tersedu-sedu. Kalau sudah begini, maka aku mencoba mencari tempat yang sepi, agar tidak diketahui teman yang lain. Sebab mereka akan mengatakan, minimal membatin : laki-laki kok cengeng. Cemen.
Biarlah. Aku nikmati saja keadaanku ini. Mungkin orang lain akan mengatakan aku tidak normal.
” Ya itu, wajar saja, sebagai orang tua, kangen dengan anak yang jauh,” kata Ustadz Muslim, yang sering aku jadikan rujukan kalau mempunyai masalah.
“Yang penting jangan terlalu larut. Sebab sambungan hati anak dengan orang tua, itu kuat. Doakan saja semoga lancar. Itu cobaan yang dirasakan hampir semua orang tua,” sambungnya.
Setelah itu biasanya hati ini menjadi lebih tentram. Sudah hampir seminggu Rohman balik ke pondok. Aku belum lihat postingan kegiatan gambar santri. Minimal untuk mengobati kerinduan. Sesekali ustadz hanya menyampaikan kegiatan yang sedang dilakukan para santri. Malah tidak jarang pimpinan pondok yang memberikan informasi kegiatan para santri. Misalnya, lewat WA di grup Ustadz Agus Rahman menjelaskan kedatangan santri pasca liburan, tidak langsung ikut kegiatan rutin, tahfids, namun mengikuti kegiatannya, yakni mengikuti kajian dalam kitab tertentu. Tetap tanpa photo.
Ustadz Jimin, yang biasa obral photo juga kali ini sangat irit, posting photo. Sekali share di grup, malah buah jeruk, karena menerima kiriman dari wali santri. Sambil tentu menghaturkan ucapan terimakasih, kepada Abu siapa yang sudah berkenan mengirimkan buahnya. Saya coba beranikan diri untuk, WA kepada beliau, intinya menanyakan apa giat santri hari ini. Sambil saya tambahi dikit: Share photo kegiatan santri pak. Dijawab : Sabar dulu, pak//
Aku mencoba menelan ludah. Sabar. Sembari khusnudzan kepada pihak pengelola pesantren , jika ada peraturan baru, agar tidak terlalu sering obral photo kegiatan pasti tujuannya baik. Hanya aku saja yang belum menemukan jawabnya.
Pikiranku melayang mencari jawab. Beberapa opsi atau alternatif jawaban bersliweran di kepalaku yang sudah mulai ditumbuhi uban ini. Pertama- ustadz sibuk, karena baru awal masuk setelah liburan panjang, sehingga diperlukan adaptasi ulang bagi santri dan ustadz. Terlebih masih pandemi covid-19. kedua – memang ada aturan baru dari ustadz Agus Rahman, selaku pimpinan pondok, agar para ustadz tidak mudah share foto kegiatan santri. Ttujuannya agar santri lebih fokus dalam mengaji atau menuntut ilmu. Sebab bisa jadi, ketika share foto itu, menyebabkan beberapa orang tua yang foto anaknya belum muncul, kemudian WApri ke Ustadz Agus atau yang lain. Tentu memang ini merepotkan.
Maka perlahan aku coba berdamai dengan pikiranku sendiri. Aku tidak boleh egois. hanya karena ingin mengerti dan melihat photo anak, hingga mengganggu regulasi dan stabilitas di pondok. Aku tekan hatiku agar bisa menerima. Meski kadang hati ini meloncat-loncat. Ingin keluar. Ingin mengetahui bagaimana kabar Rohman.
Namun malam itu, rasa kangenku sedikit terobati. Justru saat aku didera kesibukan yang padat. Kiriman photo Rohman mendarat tepat di HP ku. Aku tanya istri, dari siapa?
Jawabnya dari Ustadz Kholil. Musrif-nya. Pendampingnya. Inilah yang namanya rejeki. Dikejar lari, kita diam dia menghampiri. Rohman nampak sedang mengaji setoran hafalan dengan senyumnya yang khas. Manis. (bersambung)