# Tasmik 5 Juzz, yang Ditunggu
Aku pernah cerita kepada Rohman, kalau aku termasuk yang terlambat belajar agama. Akibatnya banyak yang tidak aku ketahui. Termasuk soal mengaji. Apalagi hafalan kita suci. Jauh dari ekspektasi. Meskipun dalam hati kecil, ingin mengejar ketinggalan dengan ‘ngebut’ belajar agama, namun pasti hasilnya tidak maksimal. Berbeda dengan yang sedari kecil diasah.
Ali bin Abi Thalib, sahabat nabi yang sekaligus menantu nabi ini pernah berkata, ilmu itu seperti sebilah pedang, kalau tidak diasah maka akan tumpul. Tidak diikat akan lepas.
Ketumpulan aku buktikan sendiri dalam hal menghafal juzamma. Juzz 30 yang terdiri dari 37 surat dari An-Naba (surat ke-78) dan berakhir An-Naas (surat ke-114), jujur hingga setua ini belum juga hafal. Sebabnya memang dua. Pertama, bisa jadi karena kurang sungguh-sungguh atau sebab kedua, memang kemampuan yang sudah banyak menurun. Sehingga yang namanya menghafal, sering lewat. Atau hafal sebentar, namun ketika akan setor atau numpuk-numpuk.
Namun aku tidak patah arang. Meski dibilang terlambat. Pernah mendengar pengajiannya Ust. Adi Hidayat (UAH), kalau belajar menghafal Al-Quran itu adalah bagian dari dzikir kepada Allah Swt. Bahkan konon ditulis sebanyak 4 kali dengan redaksi yang sama di QS. Al-Qomar(54), ayat 17, 22, 32, 40. Artinya : Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Quran untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Ayat ini kata Ust. Adi yang dikenal punya hafalan sangat kuat, bahkan hingga posisi ayatnya ada dimana. Ust Adi mengatakan orang yang menghafal dengan terbata-bata akan mendapatkan pahala 2 disetiap hurufnya. Sedangkan mereka yang sudah lancar mendapatkan pahala 10 setiap hurufnya. “Dan ingat, Nabi tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu kata, namun 3 kata yakni Alif, Lam dan Mim.
“Dan Allah membuka kalimat ini dengan kata Sungguh. Artinya Allah berjanji. Kalau Allah sudah berjanji. Tahu kan? tidak pernah mengingkarinya,” kata UAH berapi-api, gaya khas-nya. Dari sinilah sebenarnya aku diam-diam terlecut untuk menghafalkan Al-Quran dimulai juzamma. Meski, sekali lagi, progres-nya lamban. Kalau tidak mau dikatakan sangat lamban. Bayangkan usia sudah merambat 50, baru hafal 30-an surat pendek dan ayat-ayat pilihan.
“Pokoknya dibaca terus pak, berulang-ulang. Kalau aku biasanya sampai 5 kali, sudah mulai nancap. Baru kemudian per kata,” terang Rohman, menjelaskan dan memotivasi. Aku sendiri tidak malu, belajar pada anak.
Aku ingat juga kata-kata teman guru yang sekarang menjadi Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah di Kawasan Depok Sleman, Pak Hasan, beliau sering mengggunakan kata: hajar, untuk motivasi agar serius dalam mengerjakan sesuatu. Termasuk dalam hal menghafal. “Pokoknya hajar terus, nanti akan hafal dengan sendirinya,” kata Pak Hasan waktu kami masih bersama-sama di satu institusi.
Memang ada benarnya juga. Pernah aku buktikan untuk menghafal ayat 102-104 QS. Ali Imran. Meski agak panjang, nyatanya bisa hafal. Artinya bisa diberlakukan untuk menghafal ayat yang lain, dong.
“Bapak kurang konsisten. Hari ini menghafal, besok sudah tidak lagi. Itu menyebabkan bapak lambat,” lagi kata Rohman, pedas. Tapi memang benar juga. Aku menelan ludah. Terasa pahit.
***
Sore itu, Ahad. lepas Ashar setelah menunggu phone dari Sabtu siang. Akhirnya baru bisa sambung Ahad sore, setelha beberapa kali coba kontak namun “kelempar atau ketendang”. Diujung HP, Rohman, minta doanya. Isinya : insya Allah 10 hari lagi, tanggal 16 Juli akan coba ikut daftar setor hafalan 5 juzz sekali duduk. “Semoga dimudahkan dan lancar. Masih ada yang kadang salah, maka diulang-ulang ini,” katanya.
Mendengar Rohman akan setor 5 juzz sekali duduk. Merinding kulit ariku. 5 Juzz le? pekikku dalam hati. Ya Allah, batinku tersungkur sujud, bersyukur. Diusianya 13 tahun sudah hafal 7 juzz. Yakni Juzz 29, 30, 1,2,3,4,5. Karena yang disetorkan sekali duduk dengan ada cek dari temannya langsung, adalah juzz 1-5. Sementara di sisi hati yang lain aku malu. 1 Juzz saja hingga sekarang masih kedodoran. Mau sampai kapan ? Aku mengutuk diri sendiri. ( bersambung )