28 C
Jakarta

Rembulan di Atas Bukit Pajangan (bagian ke-45)

Baca Juga:

# Prosesi Kurban Paling Sulit.

Mumpung masih bulan Dzulhijah, maka moment kurban rasanya masih relevan untuk dibicarakan. Kendati sejatinya, bicara kurban, diluar bulan Dzulhijah juga tidak masalah. Tidak haram. Hanya mungkin angle-nya kurang pas. Kurban tahun ini, aku merasa benar-benar pada posisi sulit. Ini bukan penyebab, mengapa tahun depan ingin kurban di pondok di atas bukit itu. Bukan. Tetapi lebih karena alasan berbagi saja. Kesulitan kurban tahun ini, lebih karena persoalan rasa. Lagi-lagi karena protokol Covid-19 yang ketat dari pemerintah. Pemerintah minta penyembelihan di hari Tasryik. Rabu, Kamis atau Jumatnya. Sementara Selasa, hari H, tanggal 20 Juli 2021 diminta untuk dihindari, karena masih nabrak penerapan PPKM Darurat.

Kok sulit? Ya sebagai panitia dan takmir yang sudah menerima amanah dari sohibul kurban dengan 9 sapi dan 8 kambing (waktu itu kambing belum terdata, karena memang biasanya sohibul kambing mendadak, di hari H), hampir semua ingin hewan kurban disembelih di hari – H. Setelah Sholat Id. “Lebih Afdol, mas,” pinta mereka, seolah koor. Berjamaah. Tapi nabrak aturan. Bagaimana dengan manajemen kerumunan orang-orang. Warga. Biasanya ketika Iduladha, masyarakat tumpah ruah di sekitar area penyembelihan. Dari anak-anak hingga kakek nenek. Jika dihitung, hilir mudik ada 200 an orang. Sementara pemerintah hanya membolehkan panitia 30 orang. Malah kabar terbaru 20 orang.

Beberapa hari, aku dan mungkin teman-teman panitia lain tidak bisa tidur. Jalan buntu. Mampet. Panitia pokok tahun ini masih sama dengan tahun kemarin. Tahun kemarin sudah Covid-19, namun aturan tidak seketat tahun ini. Beberapa kali kali gelar rapat terbatas. Undang Satgas Covid Kalurahan (Desa) untuk mencari titik temu. Win-win solution. Aku sendiri, meski belum yakin benar, di tengah kepanikan dan jalan buntu, akan ada solusi. Bisanya hanya istighfar dan mohon solusi. Mohon jalan keluar. Allah-lah yang membolak-balikkan hati seseorang.
“Pak, maaf tolong buat undangan ya, besok kita rapat lagi, pemantapan pelaksanaan kurban,” pintaku kepada sekretaris takmir/panitia, yang usianya lebih tua dari aku. Diluar itu, beliau mempunyai jabatan lebih tinggi. Maka setiap kali nyuruh, aku pasti menggunakan kata maaf dan tolong.

Undangan dibuatnya. Dari 13 orang yang kita undang. Hadir 10. Bada Isya, rapat terakhir digelar. Ini rapat penghabisan. Apapun risikonya aku harus terima, dari hasil rapat nantinya.
Aku memang sempat ketar-ketir, karena di tempat lain, sampai gagal kurban tahun ini- uang disimpan lagi. Digunakan untuk tahun depan. Karena Covid-19. Di luar dugaan skenario aku, rapat malam itu menelorkan keputusan yang menurutku 90 persen mengarah pada keinginan sohibul kurban. Memang tidak bisa memuaskan semuanya.
“Kami tahu, ini melanggar. Silahkan menyembelih di hari-H, yang penting patuhi protokol kesehatan 5M. Panitia benar-benar di tunjuk 30-an saja. Anak-anak gak boleh berkerumun. Karena kalau mengambil Tasryik, juga dikhawatirkan tidak ada yang mengerjakan, karena pemerintah tidak meliburkan hari itu,” kata Satgas Covid Desa.

Batinku berbisik, Alhamdulillah. Mulai ada titik terang. Boleh, hari-H. Permasalahan kedua muncul, bagaimana untuk memilih 30 orang panitia ini? Karena pasti ada yang tersingkir, tidak masuk dalam panitia.”Ya ini risiko. Saya akan koordinasi dengan RT, memilih utusan RT untuk menjadi panitia. Misal masing-masing RT kita pilih 4-5 orang. Terus panitia beri ID-Card. Untuk membedakan,” kata ketua panitia, mas Arifin.
Mulai ada benang merah. Solusi. Ibu-ibu yang masakpun, ikhlas kali ini panitia masak tidak banyak-banyak. Menu cukup satu saja. Gule atau tongseng. Biasanya? Ada bakso dan semacamnya. Yang masak bisa mencapai 30-40 orang. Kali ini dibatasi di bawah 10.

Akhirnya disepakati, panitia dibatasi ketat. Dengan ID Card. Hari-H penyembelihan. Termasuk Sholat Iduladha, tetap diselenggarakan di masjid dengan protokol kesehatan. Alasannya, letak masjid kami cukup di tengah dusun, yang jauh dari intervensi jamaah luar. Khotib ambil intern.
Dadaku yang semula sempit, perlahan menjadi agak longgar. Agak? Ya, karena aku masih kepikiran, bagaimana dengan orang-orang yang tidak masuk panitia? Karena tentu semua tidak bisa masuk. Karena pasti ada 2 pikiran. Kecewa atau menerima. Bersyukur acara dari awal hingga akhir relatif lancar. Sebelum Ashar selesai. Meski untuk distribusi hingga maghrib. Tapi secara keseluruhan aman terkendali. Mandali. Diam-diam aku sujud syukur di dalam masjid. Seorang diri. (bersambung)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!