25.9 C
Jakarta

Rembulan di Atas Bukit Pajangan ( bagian ke-67 )

Baca Juga:

#Indah Pada Waktunya

Seperti halnya filosofi rejeki. Dikejar dia lari, kita diam dia hampiri. Begitu juga yang terjadi dalam hal perasaan hati. Kadang bahagia datang tiba-tiba tanpa diundang. Hal sama terjadi pada masalah. Jika mau datang, belum selesai masalah yang satu, datang masalah yang lainnya. Kadang lebih berat. Itulah yang aku rasakan hidup itu. Pendeknya silih berganti. Kemarin aku sempat uring-uringan(meski dalam hati saja). Karena peraturan pondok yang datang tiba-tiba dan terkesan memberatkan wali santri. Mau protes tidak berani, tidak protes kok sakit hati. Akhirnya hanya dipendam. Namun, bener kata temanku bekerja di sekolah, kalau indah itu akan datang pada waktunya.

Kemarin, tidak mimpi, tidak juga rasan-rasan. Dapat kiriman foto Rohman semi close up- beruntun dari pondok. Nampak riang dan sehat. Dan info dari pembimbingnya kalau Rohman lulus ujian tasmi’ juz 5+6, sekarang sedang jalan tasmi’ juz 7.
“Iya, Rohman lulus juz 5+6, sekarang mulai juz 7,” terangnya lewat WA.

Karuan saja WA dari ustdaz di pondok ini aku beri tanda bintang dan 2 foto semi close-up tadi. Tanda bintang artinya tidak bisa dihapus.  Yang lulus lebih dulu mendapatkan tugas tambahan menyirami pohon pisang yang ada di komplek pondok. Memang Rohman menjadi tambah pekerjaannya, namun kata lulus itu menunjukkan perjuangannya yang tiada henti untuk terus bisa menghafal. Andai dekat aku peluk Rohman. Dan lama tak akan aku lepaskan. Sebagai bentuk apresiasi, besok kalau pulang aku mau ajak Rohman renang dan belikan magelangan. Olahraga kesukaannya selain bola, dan makanan favorite-nya selain geprek pedas. Itu janjiku dalam hati. Uangnya cukup? Ehm, aku reflek menarik dompet tipis dari saku belakang yang tenggelam agak dalam. Aku buka-buka isi dompet tipisku. Masih cukup. Kalau hanya untuk renang di kolam renang langganan 8.000/orang dan magelangan 13 ribu/porsi.

Dompet coklat yang sudah relative lusuh dan minta ganti itu, aku lipat dan aku masukkan lagi ke saku belakang. Aku tepuk dua kali. Apa maksudnya? Aku sendiri tidak tahu. Memang baru kali ini aku rasakan agak berat di keuangan. Tapi Rohman dan istri tidak boleh tahu. Hmm. Aku yakin pasti ada jalan keluar.  Toh semua kena imbasnya akibat pandemic covid-19 yang mewabah. Perekonomian ambruk, pendidikan dan pariwisata pun demikian. Perlahan kini mulai bangkit. Menggeliat. Bersyukur tempat aku bekerja tidak mengurangi gaji. Padahal pemasukan dari SPP siswa sangat jauh berkurang. Kebijakan Kepala Sekolahku memang tidak ingin lebih memberatkan guru dan karyawan.

Belum selesai rasa bahagiaku sirna. Bak, pucuk dicinta ulam tiba. Kembali ada kabar dari pondok kalau yang lulus ujian tasmi’ kemarin diajak refresh ke pantai. Di wilayah Bantul. Dan senangnya wali santri yang mau ketemu diperbolehkan dengan tetap menjaga prokes. 3M : mencuci tangan, menjaga jarak aman, memakai masker. Tadinya aku ijin dari sekolah, namun kok alasannya tidak kuat dan tidak terlalu mendesak juga. Akhirnya aku minta ibunya Rohman dan Fauzan untuk menengok Rohman.
“Mumpung boleh dan bisa,” pintaku.
“Nanti melanggar aturan pondok,” kata istri setengah ragu.
“Ini WA dari pondok,” aku tunjukkan WA dari pondok yang memperbolehkan santri ditengok.

Memang cukup jauh dari rumah. Tetapi keingingan kuat untuk bisa bertemu Rohman mengalahkan jarak. Dengan sepeda motor boncengan dengan Fauzan, istri meluncur membawa bara semangat dan segepok rasa rindu. Sampai di sana belum genap 1 jam aku terima phone live, zoom – wajah Rohman murung. “Aku malu pak, yang lain gak ada yang ditengok, cuma ibu sendiri,” kata Rohman di ujung HP, kelihatan rona malunya.
Baru setelah aku tunjukkan kalau dibolehkan dari pondok untuk ditengok, rona murung perlahan-lahan cair. Semburat cerah mulai nampak di wajahnya. “Bener pak?” tanyanya.
“Lho, ibu gak cerita?”
“Cerita sih, cuma aku ragu,”
“We, lha ini lho WA ustdaz,” aku screen shoot dan tunjukkan WA “lampu hijau” itu.
Rohman baru bisa nyengir. Lagi, kelihatan gigi serinya yang putih berbaris.
Aku nilai, rasa empati Rohman tinggi juga. Tidak mau dia sendiri yang ditengok. Siapa yang mengajarkan nilai-nilai tidak egois itu? Aku? “Kayaknya ibunya,” aku jawab sendiri dalam hati. Kabar terbaru, Rohman boleh dijemput pulang sehari, karena keluarga punya hajatan. Setelah ijin sederhana tidak resmi dengan pucuk pimpinan pondok. “Boleh, asal nanti kembali Rohman bisa tunjukkan surat swab tes dengan hasil negatif covid,”.
Kepulangan ini meski hanya sehari, sebenarnya membahagiakan. Namun tidak wajib. Anaknya sendiri tidak harus minta pulang. “Gak dijemput gak apa-apa bu, yang penting uang ganti swab, dikirim dalam bentuk tabungan,” kata Rohman.
(bersambung)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!