27.8 C
Jakarta

Resmi Jadi Orang Indonesia Lagi

Siti Aisyah dan Maslan bin Isham, Siswa Penerima Beasiswa Repatriasi di SMK Brantas

Baca Juga:

Resmi Jadi Orang Indonesia Lagi. Menjadi orang Indonesia itu bagi sebagian orang merupakan proses yang tidak mudah.

Ada jalan berliku yang harus dilalui. Ada anak-anak yang sempat tidak mempunyai kewarganegaraan, karena orangtua bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Namun, pada akhirnya, mereka bisa memiliki KTP Indonesia dan bisa belajar di tanah air.

Jumlah anak-anak yang perlu perhatian seperti ini, diperkirakan cukup besar. Namun, angka pastinya belum ada. Satu hal yang jelas, pada Desember 2020, ada 152 anak sudah mengikuti program repatriasi yang dilepas dari Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia pada 31 Desember 2020. Saat hampir bersamaan, Pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud RI pada 2020 menyalurkan beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) untuk 500 anak Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Anak-anak para TKI ini, memang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Beruntung, saat ini sudah ada program beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) repatriasi yang dijalankan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Program ini, memang menyasar anak-anak TKI yang berada di luar negeri, khususnya Malaysia, yang ingin menlanjutkan pendidikan tingkat menengah.

SMK Brantas

Salah satu anak yang berhasil dijangkau melalui program ADEM repatriasi adalah Siti Aisyah (19). Aisyah yang lahir di Johor, Malaysia ini, ibunya bekerja sebagai penjaga toko disana. Keluarga besar ibunya berasal dari Bawen, Jawa Timur.

Siswa yang diterima di SMK Brantas, Kabupaten Malang ini, memilih jurusan tata boga. Ia mengaku, sangat berminat untuk mendalami tata boga dan kuliner ini. Pasalnya, ia punya keinginan suatu saat akan membuka usaha kuliner.

Meski ia mengaku tidak mudah mempelajari berbagai jenis kuliner, namun ia tetap akan berusaha. “Masakan Eropa memang membutuhkan perhatian khusus, sama hal nya dengan masakan Indonesia,” ujar Aisyah yang pada awal tinggal di asrama sekolah mempunyai hambatan bahasa.

“Agak sulit memahami bahasa lokal, bahasa Jawa,” ujar Aisyah yang mengaku masih sulit lepas dengan menu masakan Malaysia seperti nasi lemak.

Namun, secara perlahan ia pun bisa memahami dan mengerti bahasa Jawa. Satu hal yang jelas, problem bahasa dan budaya ini tidak menjadi hambatan yang berarti dalam persekolahannya. Ia bisa menerima dengan baik, proses belajar mengajar.

Hal yang tidak jauh berbeda juga dialami Maslan Bin Isham, rekan satu sekolah Aisyah. Orang tuanya yang bekerja di perkebunan Lahadatu, Sabah, Malaysia ini, memilih jurusan Rekayasa Perangkat Lunak.

“Saya memang tertarik belajar software komputer ini sejak lama,” ujar Maslan yang orangtuanya berasal dari Bone, Sulawesi Selatan.

Soal bahasa lokal, bahasa Jawa yang menjadi bahasa keseharian di Malang, tidak terlalu menjadi persoalan. Ia pun semakin lama, semakin bisa menangkap dan memahami bahasa Jawa.

Selain bahasa, Maslan pun mengaku tidak punya banyak kesulitan untuk belajar di SMK Brantas. Apalagi, kakaknya sudah lebih dulu sekolah di Malang ini.

“Orang tua sangat mendukung untuk sekolah dan kembali ke Indonesia,” ujarnya yang berharap bisa mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Indonesia.

Ardi Nurwanda, guru BK SMK Brantas mengatakan, total ada 19 orang anak yang mendapat beasiswa repatriasi di SMK Brantas. Dari jumlah itu, 18 orang diantaranya berasal dari orang tua yang bekerja di Sabah, Malaysia.

ADEM

Program ADEM merupakan salah satu upaya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam hal pemerataan kualitas pendidikan, khususnya bagi anak-anak Papua dan Papua Barat terbaik serta daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) lainnya. Termasuk bagi anak-anak Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di luar negeri. Mereka disiapkan agar memiliki kemampuan belajar yang setara dengan sebagian besar anak-anak di pulau Jawa dan Bali.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!