SOLO, MENARA62.COM – Songsong Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah pada November mendatang, Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Surakarta laksanakan Webinar Pra Muktamar ‘Aisyiyah ke-48 yang mengangkat tema “Penguatan Gerakan ‘Aisyiyah untuk Pencerahan Perempuan Berkemajuan di Era Digital” pada Sabtu (25/6/2022).
Riyani Wulandari, Rektor UNISA Surakarta menyampaikan bahwa tema ini sengaja dipilih karena era digital telah menghasilkan tantangan luar biasa bagi gerakan perempuan berkemajuan. “Perkembangan IPTEK yang serba canggih membawa perubahan yang menyeluruh. Ini merupakan tantangan bagi ‘Aisyiyah, bagi kaum perempuan berkemajuan dan hal tersebut mengharuskan kita merespon tanggap dan cepat pada perubahan yang ada dan tidak gagap teknologi,”jelas Riyani.
Riyani juga berharap semua Srikandi hebat ‘Aisyiyah dapat menjawab tantangan di era digital secara gesit dan dengan responsif serta adaptif yang senantiasa terus membutuhkan proses untuk belajar.
Webinar ini disebut Riyani juga merupakan salah satu cara yang dilakukan UNISA Surakarta untuk dapat membuka minsdet dan mendorong warga ‘Aisyiyah dapat aktif dan adaptif dalam era digital. “Tentunya kita harus dapat menyikapi dampak negatif yang menyertainya sehingga gerakan ‘Aisyiyah akan lebih berkemajuan dan dapat memberikan kiprahnya untuk mencerahkan semesta,” terang Riyani.
UNISA Surakarta disebut Riyani masih akan terus melakukan berbagai kegiatan untuk menyongsong Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah. “Nantinya Insya Allah akan menyelenggarakan beberapa kegiatan dalam rangka menyambut Muktamar ‘Aisyiyah ke-48, seperti webinar internasional, rangkaian dialog terkait gerakan perempuan berkemajuan dalam podcast Talas, Talk alive ‘Aisyiyah Surakarta,” ujarnya.
Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah dalam webinar ini menyoroti mengenai problem keumatan dan kemanusiaan di era digital. Tri menyebut bahwa kesenjangan di era digital ini semakin tinggi. “Kesenjangan ini dari mana? Salah satunya adalah status sosial ekonomi, misalnya tekait pembelian pulsa untuk mengakses gadget, jenis kelamin yang menyebabkan perbedaan akses karena teknologi dianggap dekatnya dengan laki-laki, tingkat hidup, etnik, dan lokasi geografi,” ujarnya.
Selain itu, Tri juga menyebut faktor usia juga menjadi penyebab kesenjangan teknologi ini. “Bagi kita yang sudah senior tentu berbeda tanggap teknologinya dengan generasi Z misalnya,”imbuhnya.
Dalam kemajuan dan pesatnya perkembangan teknologi, Tri juga menyoroti bahwa teknologi digital tidak netral gender. Ia menggambarkan bagaimana dominasi patriaki dalam penggunaan teknologi, para perempuan disebutnya sangat canggih kalau mengggunakan alat rumah tangga tetapi kalau ponsel pintar belum tentu semua perempuan dapat menguasai berbagai fitur yang ada di ponsel pintar tersebut.
Selain itu masih adanya problem pengguna internet terkait kompetensi. “Bagaimana kompetensi memahami dunia digital jika bicara literasi mdedia kita bicara ketrampilan tetapi ketrampilan tidak semata menggunakan digital akan tetapi termasuk keamanan, budaya, dan etika di dunia digital.” Mengapa etika ini penting ? Karena Tri menyebutkan data hasil survei yang hasilnya menunjukkan bahwa netizen atau warga dunia digital Indonesia adalah orang yang paling tidak sopan se Asia Tenggara.
Menghadapi fenomena ini, maka ‘Aisyiyah harus bergerak. “Dakwah ‘Aisyiyah ada di mana ? Ini penting karena Muhammadiyah ‘Aisyiyah sudah punya fikih informasi, problem ini adalah bagian dari dakwah ‘Aisyiyah Muhammadiyah,” tegas Tri.
Beberapa strategi untuk mengatasi berbagai problem tersebut disampaikan Tri antara lain penguatan sistem informasi ‘Aisyiyah, pemerataan akses digitalisasi, akses internet untuk semua seperti infrstruktur, kuota, perluasan jaringan, keterjangkauan harga perangkat digital, akses listrik menjadi sangat penting.
Selain itu penting juga untuk terus ditingkatkan literasi digital termasuk untuk remaja dalam upaya untuk mengurangi angka Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) serta untuk meningkatkan kompetensi penggunaan teknologi digital di masyarakat. “Literasi digital tidak hanya fokus pada upaya menghindari hoaks atau fakes news namun juga dalam kompetensi penggunaan teknologi digital untuk meningkatkan perekonomian.” (Suri)