BEIRUT, MENARA62.COM – “Hari ini aku telah menemui jalan buntu,” ucap Perdana Menteri (PM) Lebanon Sa’aduddin Rafiq Al-Hariri, Selasa (129/10/20190), dalam pidato perpisahan yang disiarkan melalui televisi, seiring penyerahan surat pengunduran diri kepada Presiden Michel Aoun di Istana Baabda, di tengah maraknya gelombang protes rakyat.
Menteri Dalam Negeri Lebanon, Raya Haffar Al-Hassan, menilai pengunduran diri Hariri adalah “perlu”. “Ini untuk menghindari perselisihan sipil yang berbahaya yang kita saksikan hari ini di pusat kota Beirut,” kata menteri wanita tersebut.
Selama sepuluh tahun memegang kendali pemerintahan sejak November 2009, Sa’ad Hariri — putra miliarder dan mantan PM Lebanon Rafic Hariri — mengaku telah mencoba menemukan cara untuk mendengarkan suara rakyat. Ia juga merasa telah berupaya melindungi negara dari krisis keamanan, ekonomi, dan lapanga kerja.
Kekecewaan rakyat Lebanon sendiri sudah sampai pada titik nadir. Media-media internasional melaporkan, selama dua pekan protes massa bergemuruh di jalanan Beirut, ibu kota Lebanon, dan meluas ke berbagai daerah. Mereka merasa sangat gerah dengan maraknya korupsi dan runtuhnya bangunan ekonomi di bawah pemerintahan PM Sa’ad Hariri.
Janji perbaikan sesuai dengan tuntutan demonstran coba ditawarkan Hariri. Namun, bersamaan dengan itu, langkah-langkah kekerasan untuk meredam unjuk rasa besar-besaran rakyat Lebanon juga ia gunakan.
Gerombolan bersenjata yang memiliki hubungan dengan Hizbullah dan partai Amal, menurut Arabnews.com, menghancurkan sebuah lokasi protes. Dengan berseragam hitam, bersenjatakan tongkat dan batu, mereka menyerang para demonstran di pusat kota Beirut.
Ratusan pendukung anti-protes itu kemudian menuju Al-Solh Square di jantung kota Beirut. Salah satu dari mereka berkata, “Kami juga lapar. Anak-anak saya lapar. Para pengunjuk rasa ini memiliki uang dan anak-anak mereka belajar di American University of Beirut, yang bayarannya lebih dari 20.000 dolar AS per semester, jadi bagaimana mereka bisa kelaparan?”
Yang lain memperingatkan para demonstran bahwa mereka bersenjata dan berteriak “jangan membuat orang menembaki Anda. Orang-orang kelaparan akibat gerakan Anda. Seluruh negara terdiri dari klan. Dilarang memblokir jalan dan menanyakan identitas orang. Dan, jangan menyentuh referensi politik dan agama kami.”
Yang lain menuduh kedutaan besar mendukung para pengunjuk rasa. Lalu, seorang advokat mengatakan: “Ini adalah gerakan asing.”
Kamp-kamp protes di Lapangan Riad Al-Solh dan Lapangan Martir dihancurkan dan dibakar oleh para pendukung Hizbullah dan Amal. Lusinan pengendara sepeda motor dari kedua sisi naik ke alun-alun menggunakan tongkat, mengejar orang dan melemparkan batu ke arah pengunjuk rasa.
Sementara tentara Libanon menggunakan gas air mata dalam upaya untuk membubarkan kerumunan massa. Tapi, peralawanan demonstran kian mengeras dan pantang menyerah.
Mereka merespons agitasi kelompok pro pemerintah dengan mengatakan bahwa aksi mereka demi kepentingan bersama. “Kami memprotes demi Anda juga dan tidak akan meninggalkan jalanan,” katanya.
Para pemrotes sipil yang tercerai-berai oleh tindakan aparat dan kelompok pro pemerintah, kemudian kembali ke alun-alun setelah mendengar berita bahwa Hariri memutuskan untuk berhenti. Mereka bersorak gembira dan berteriak menyanyikan lagu kebangsaan.
Namun, tidak semua dimonstran kemudian menarik diri dari jalanan. Sebagian bersumpah untuk melanjutkan “revolusi damai”.
Seorang aktivis di Riad Al-Solh Square, Beirut, mengatakan, pendapat terbagi antara penarikan diri dari jalan-jalan dan penggunaan cara lain untuk mencapai tuntutan. “Kita terus berdiri untuk menyelesaikan apa yang kita mulai,” kata kelompok kedua.
Pemimpin Partai Sosialis Progresif, Walid Jumblatt, menyerukan “pembentukan pemerintahan yang memberi kepercayaan di luar negeri”. Tapi, Presiden Michel Aoun sendiri belum bersikap atas pengunduran diri Sa’ad Hariri. Menjadi antiklimak jika ia menolak dan meminta Hariri melanjutkan pemerintahannya.