JAMBI, MENARA62.COM – Kelompok usia produktif ternyata memiliki risiko cedera kepala lebih tinggi dibanding kelompok usia lainnya. Disusul kemudian kelompok lansia berusia 75 tahun ke atas dan balita.
“Memang cedera kepala bisa terjadi pada semua orang. tetapi pada kelompok usia tertentu kasusnya tergolong tinggi, seperti usia produktif antara 15-24 tahun atau lansia di atas 75 tahun dab anak di bawah usia 5 tahun,” kata dr Ronny Setiawan, Sp.BS., spesialis bedah syaraf Siloam Hospitals Jambi pada acara edukasi kesehatan yang digelar manajemen Hospitals Jambi secara live melalui instagram, Rabu (17/2/2021).
Cedera kepala (trauma kepala) merupakan kondisi struktur kepala mengalami benturan dan berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Beberapa kondisi pada cedera kepala meliputi luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan, dislokasi, patah tulang tengkorak dan gegar otak.
Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera kepala terbuka dan tertutup. Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak sehingga mengenai jaringan otak. Sedangkan cedera kepala tertutup adalah bila cedera yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak, dan tidak mengenai otak secara langsung
Secara umum kasus cedera kepala yang menyebabkan kematian akibat kecelakaan lalulintas masih sangat tinggi, khususnya di Jambi setiap hari ditemukan satu kejadian meninggal dan di Indonesia angka kematian akibat kecelakaan lalulintas per hari mencapai sekitar 70 korban jiwa.
Lebih lanjut dr Ronny menjelaskan, cedera kepala dibagi menjadi tiga kategori yakni cedera kepala ringan (geger otak) dengan gejalanya berupa pusing mual dan lupa saat kejadian. Lalu cedera kepala sedang dengan gejalanya berupa gelisah, pusing hebat, muntah, dan bicara tidak jelas. Terakhir adalah cedera kepala berat dengan gejalanya berupa tidak sadar (pingsan), nadi lemah, napas pendek, tangan dan kaki dingin.
“Tidak semua cedera kepala harus dilakukan operasi atau tindakan pembedahan, bisa dilakukan observasi terlebih dahulu setelah diketahui hasilnya baru bisa dilakukan tindakan pembedahan atau hanya diberikan obat-obatan,” lanjut dr Ronny.
Untuk menghindari kemungkinan bertambah parah atau resiko kematian, dr Ronny memberikan beberapa tips sederhana. Yakni segera minta pertolongan dengan menghubungi pihak rumah sakit terdekat, kondisikan korban ditempat aman, berikan ruang bebas u tuk pasien agar oksigen yang dibutuhkan tercukupi dan hindari mengangkat korban untuk menghindari cedera leher dan jalan pernapasan.
Pada kasus cedera karena kecelakaan di lalulintas/jalan raya sebaiknya dilakukan oleh pihak yang sudah mahir untuk kasus kecelakaan, bisa segera hubungi ambulans dan berikan akses aman untuk korban.
Sedang cedera pada bayi, menurut dr Ronny membutuhkan perlakukan khusus. Perhatikan respon bayi saat mengalami cedera kepala.
“Jika bayi masih menangis atau merespon saat terjadi cedera artinya masih kategori ringan. Selama tetap dilakukan observasi agar dapat dilihat lebih lanjut melalui pemeriksaan CT scan. Sehingga dokter dapat memastikan apakah perlu dilakukan pembedahan atau hanya diberikan obat-obatan,” pungkas dr Ronny.