JAKARTA, MENARA62.COM – Stress pasca pemilu bisa saja terjadi pada calon legislatif (Caleg) yang gagal meraup suara terbanyak. Karena itu, Kementerian Kesehatan akan memberikan perhatian khusus pada kemungkinan gangguan jiwa pasca pemilu.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan RI, dr. Fidiansjah mengatakan penyebab stress yang terjadi pada setiap individu tidak bisa diprediksi. Tetapi yang jelas, begitu daya tahannya rapuh, konsep dalam diri seseorang terjadi suatu gejolak antara cita-cita dan harapan, lalu realitas tak terpenuhi.
“Orang-orang yang rapuh menghadapi antara realitas dengan kenyataan bukan hanya pada pemilu. Tapi terjadi di semua kondisi yang ada kompetisi,” katanya.
Untuk itu, lanjut Fidiansjah, setiap individu yang berkompetisi dalam pemilu harus diap untuk mengalami kemenangan atau kegagalan. Mereka harus siap menerima kenyataan yang bisa saja tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Prinsipnya semua harus siap untuk kalah.
Ketika Caleg mengatakan proses ingin menjadi calon, kata dr. Fidiansjah itu ada surat keterangan kesehatan termasuk kejiwaan. Terjadinya stress pasca pemilu dianggapnya sebagai sebuah kejadian yang tidak biasa atau dianalogikan seperti bencana alam yang tidak dapat diprediksi.
Artinya, kejadian tidak lazim termasuk stress pasca Pemilu sama dengan stress pasca bencana. Bencana itu tidak ada yang menduga, hal sama juga pada Pemilu.
“Ini sebuah situasi yang diketahui banyak pihak sebagai sesuatu seperti kejadian yang tidak biasa atau bencana. Proses ini (Pemilu) adalah proses persaingan dan gangguan jiwa itu bisa terjadi dari ringan sampai tingkat berat,” katanya.
Berapa banyak jumlah Caleg yang akan mengalami stress, dr. Fidiansjah mengaku tidak bisa diprediksi. Namun, sektor kesehatan tetap siaga untuk melayani masalah-masalah yang berhubungan dengan kejiwaan pasca Pemilu serentak ini.
Semua rumah sakit sudah diberikan arahan untuk betul-betul menyiapkan, bahkan mencoba untuk melakukan pengumpulan data berkaitan dengan gangguan jiwa.
“Ini situasi yang saya katakan pada dasaranya rumah sakit, seperti rumah sakit jiwa, siap dengan kejadian yang tidak biasa ini. Tapi, langsung melakukan sebuah penyesuaian, misalnya rumah sakit umum, Puskesmas, semuanya diberdayakan,” tutup Fidiansjah.