JAKARTA, MENARA62.COM– Angkatan Muda Muhammadiyah sebagai bagian dari Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Konsumsi Rokok mendukung sikap pemerintah menolak membahas RUU Pertembakauan. Sebaiknya DPR tidak melanjutkan pembahasan RUU Pertembakauan dan lebih fokus untuk melaksanakan UU terkait yang sudah ada.
“Sebaiknya RUU Pertembakauan tidak dilanjutkan, dan DPR maupun pemerintah lebih fokus memperkuat regulasi yang sudah ada untuk mengendalikan konsumsi rokok termasuk iklan dan promosi rokok pada RUU Penyiaran,” kata Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah dalam konferensi pers Hari Tembakau Sedunia, Selasa (30/5/2017). Hadir Sudibyo Markus, Wakil Ketua Lembaga Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah, Nurkholis, PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Deni Wahyudi Kurniawan, Indonesia Institute for Social Develompment dan Nina Armando, Koalisi Nasional untuk Reformasi Penyiaran.
Menurutnya selama RUU Pertembakauan diberikan ruang untuk dibahas, maka industri rokok akan berupaya memasukkan kepentingan mereka. Dan ini jelas akan memandulkan regulasi yang sudah terbit sebelumnya seperti UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan serta Peraturan Pemerintah nomor 109 dan beberapa aturan dari Kemenkes seperti penerapan kawasan tanpa rokok, peringatan kesehatan bergambar, pembatasan iklan dan promosi rokok.
“Jadi sebenarnya aturan perundangan sudah cukup memadai. Kita tinggal perlu harmonisasi dan sinkronisasi pelaksanaannya. Tidak perlu ada aturan khusus tentang pertembakauan,” lanjut Dahnil.
Pengalaman di sejumlah negaram menunjukkan bahwa pengendalian konsumsi rokok akan optimal jika dilaksanakan secara komprehensif dan sistematis dari hulu sampai ke hilir. Dari supply hingga demand dengan berbagai peraturan yang saling mendukung satu sama lain.
Sementara itu Sudibyo Markus menyampaikan keheranannya, karena ditengah upaya pemerintah mengendalikan konsumsi rokok, Kemenperin menerbitkanPeta Jalan Industri Hasil Tembakau melalui Permenperin no 63 tahun 2014 serta munculnya RUU Pertembakauan yang saat ini masih dalam pembahasan Badan Legislasi DPR RI.
“Dua produk hukum tersebut jelas akan menjadi hambatan nyata upaya mengendalikan konsumsi rokok masyarakat,” jelasnya.
Markus juga mengingatkan bahwa saat ini Indonesia dalam situasi darurat nasional konsumsi rokok. Setiap tahun prevalensi perokok terus meningkat pesat. Bahkan prevalensi perokok dewasa terbilang paling tinggi didunia.
Hal ini terjadi karena pada faktanya Indonesia merupakan benteng dan tujuan utama berbagai industri rokok internasional. Dimana pada saat yang sama peredaran rokok di negara-negara maju terus dibatasi dengan berbagai peraturan yang ketat.
Agresifitas industri rokok untuk melakukan ekspansi dan perluasan konsumen secara terus menerus di Indonesianya nyatanya berbanding lurus dengan semakin intensifnya upaya lobi dan intervensi untuk menghambat upaya perlindungan dari pandemi tembakau.