SOLO, MENARA62.COM – Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) melaksanakan kuliah umum bersama dengan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia dengan mengusung tema ” Mahkamah Konstitusi Dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia” pada Rabu (25/5/22) secara blended (luring dan daring) melalui zoom yang dipusatkan di Ruang Seminar Lt7 Gedung Induk Siti Walidah UMS.
Kuliah Umum ini menghadirkan Prof. Dr. Saldi Isra, S.H. selaku Hakim Konstitusi, Dr. Suhartoyo, S.H., M.H., Hakim Konstitusi, dan Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum., mantan Ketua KY yang juga Kaprodi Magister Hukum UMS.
Prof. Dr. dr. EM. Sutrisna, M.Kes. selaku Wakil Rektor IV dalam sambutannya menyampaikan, pada kegiatan ini mahasiswa dapat secara langsung bertanya dan berdiskusi dengan para pakar, berkenaan dengan Mahkamah Konstitusi. “Kalau selama ini dapat dari dosen sekarang dapat dari para pakarnya,” ujar EM Sutrisna.
Salah satu narasumber yaitu Aidul Fitriciada dalam pemaparannya dia menanggapi akan adanya jarak antara sebagian umat Islam dengan sistem ketatanegaraan yang ada di Indonesia. Sebenarnya konstitusi modern pertama di dunia terjadi pada tahun 622 antara kaum muslimin, yahudi dan musyrikin yang dikenal dengan piagam Madinah. Dia juga menyampaikan bahwa sistem hukum yang dibangun di Indonesia ini pada dasarnya berbasis pada ajaran Islam dan tradisi Islam. “Demokrasi di Amerika itu sangat berhutang banyak pada pemikiran Ibn Tufayl’s,” ujar Aidul.
Sedangkan Saldi Isra dalam materinya menyampaikan keprihatinannya karena mahasiswa hukum saat ini masih banyak yang belum membaca putusan-putusan peradilan terkhusus putusan-putusan yang menjadi sorotan publik, hal ini yang seharusnya ditekankan oleh tiap-tiap Fakultas Hukum dalam mendidik mahasiswanya.
Ia juga sampaikan rasa prihatinnya melihat bagaimana mahasiswa Fakultas Hukum saat ini yang bahkan tidak tertarik untuk membaca putusan-putusan hukum semisal putusan MK terkait dengan persoalan KPK yang pada beberapa waktu lalu yang sempat mengguncangkan Indonesia. “Putusan yang begitu diperbincangkan itu mahasiswa hukum tidak tertarik membacanya, ini keprihatinan, kita sebagai dosen sudah harus memaksa mahasiswanya membaca putusan-putusan peradilan,” ujar Saldi.
Padahal, semua sarana sangat tersedia. “Sekarang semua fasilitas tersedia, begitu vonis dijatuhkan hasilnya bisa dibaca. Ini penting agar mahasiswa punya pemahaman yg baik tentang hukum.” (Atta)