JAKARTA, MENARA62.COM – Hampir semua orang pernah mengalami nyeri pada leher. Namun seringkali rasa nyeri tersebut diabaikan. Padahal, tidak menutup kemungkinan rasa nyeri pada leher tersebut mengindikasikan saraf terjepit.
Jepitan saraf leher atau yang dikenal sebagai cervical disc herniation adalah kondisi dimana isi dari bantalan tulang leher bocor keluar sehingga menjepit saraf leher.
Jepitan saraf leher ini dapat terjadi karena adanya riwayat cedera pada leher. Namun seringkali terjadi secara spontan tanpa penyebab yang jelas.
“Asap rokok pun dapat membuat bantalan dehidrasi dan menyebabkan bantalan kering dan rusak,” kata dr. Phedy, Sp.OT-K, salah satu anggota Sports, Shoulder & Spine Clinic di Siloam Hospital Kebon Jeruk di sela temu media, kemarin.
Gejala yang terjadi akibat jepitan saraf leher bergantung pada level dan lokasi jepitan. Bila jepitan terjadi di pinggir (radikolupati), yang dirasakan adalah kaku, nyeri leher menjalar, kesemutan dan rasa lemah pada bagian lengan dan tangan.
Bila jepitan terjadi di tengah (myelopati), lanjut dr Phedy, keluhan yang muncul seperti kehilangan keseimbangan, kaku saat berjalan, rasa lemah pada tungkai sampai gangguan buang air besar dan kecil. Bahkan dapat mengakibatkan kelumpuhan secara total.
Kasus paling banyak terjadi, jepitan syaraf leher terletak pada C5-C6 yaitu sebesar 60%. Kemudian C4-C5 sebesar 30%.
Untuk membuktikan adanya jepitan pada saraf leher, menurut dr Phedy dapat dilakukan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI merupakan suatu alat diagnostik mutakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh anda dengan menggunakan medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan sinar X, ataupun bahan radioaktif.
Pengobatan untuk jepitan saraf leher pun bervariasi. Mulai dari obat-obatan, fisioterapi hingga operasi. Tergantung pada tingkat keparahan jepitan saraf.
“Operasi dilakukan dengan tujuan membebaskan jepitan dengan cara mengambil bantalan yang menekan saraf,” jelas dr. Phedy.
Menurutnya operasi jepitan saraf leher berisiko terjadinya kematian, kelumpuhan dan gangguan fonasi (suara serak pasca operasi, namun akan kembali normal setelah 3 bulan). Tetapi risiko kegagalan operasi untuk jepitan saraf leher cukup rendah.
“Pendarahan selama operasi umumnya kurang dari 50 cc dan lama operasi berkisar 45-90 menit,” tukasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan teknik Percutaneous Endoscopic Cervical Discectomy (PECD) saat ini bisa menjadi alternatif pengobatan jepitan saraf. Tehnik ini berupaya mengatasi jepitan dengan luka sanyatan hanya sebesar 0,5 cm, lebih kecil dibanding luka operasi konvensional yang mencapai 2 cm. Bantalan yang diambil dapat diganti dengan tulang atau bantalan sintetik sehingga leher tidak kehilangan fungsi gerak dan tetap berfungsi seperti semula.
“Kelebihan PEDC ini adalah dalam beberapa jam pasca operasi, pasien dapar pulang dari rumah sakit,” sambung dr. Phedy.
Jepitan saraf leher umumnya terjadi pada usia 30 hingga 50 tahun. Namun ia mengingatkan bisa saja terjadi pada usia yang lebih muda maupun lebih tua.
Salah satu cara untuk menjaga saraf leher adalah menguatkan otot leher yaitu dengan cara olahraga. Olahraga baik dilakukan, asalkan tidak disertai beban yang berlebihan dan tidak ada gerakan yang menyentak.
Siloam Hospital Kebon Jeruk merupakan rumah sakit yang turut mendukung teknik PECD untuk membebaskan jepitan saraf leher. Demi memberikan pelayanan yang komprehensif dan lengkap, Siloam Hospital Kebon Jeruk terus berinisiatif mengembangkan Sports, Shoulder & Spine Clinic yang diharapkan mampu menjawab dan memberikan pelayanaan ortopedi yang terbaik bagi masyarakat. (yonika permadani)