25.1 C
Jakarta

SDM Kompeten Bidang Kriminologi dan Digital Forensik Perkuat Keamanan Siber

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Negara membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu membaca dinamika sosial kejahatan sekaligus memahami aspek teknis bukti digital. Pengembangan kompetensi di bidang kriminologi dan digital forensik menjadi langkah strategis untuk memperkuat keamanan siber dan memastikan keadilan dapat ditegakkan di era digital.

Dr Yudi Prayudi, Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) dan juga Dosen Jurusan Informatika Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII) Yogyakarta, mengungkapkan hal tersebut dalam rilisnya yang dikirim ke redaksi menara62.com, Selasa (9/12/2025). Kriminologi menyediakan kerangka teori, sedangkan Digital Forensik memberikan keahlian teknis untuk membuktikan kejahatan di ranah digital dan memastikan keadilan ditegakkan.

Saat ini, kata Yudi Prayudi, kejahatan digital bergerak cepat mengikuti perkembangan teknologi. Namun adanya masyarakat dan penegak hukum yang kompeten bisa menggabungkan pemahaman kriminologi dan kemampuan teknis dari digital forensik dapat menghadapi tantangan ini secara lebih efektif.

“Sinergi dua bidang ini membuka jalan baru dalam memahami kejahatan modern dan memastikan bahwa sistem hukum tetap bisa bekerja di dunia yang semakin terhubung secara digital,” kata Yudi Prayudi.

Yudi Prayudi menjelaskan Kriminologi adalah ilmu mengkaji penyebab kejahatan dan perilaku kriminal. Sedang Digital Forensik merupakan cabang ilmu forensik yang mengumpulkan, menganalisis, serta melestarikan bukti digital dari perangkat elektronik seperti komputer, ponsel, dan CCTV.

“Bukti-bukti Digital Forensik ini mendukung investigasi dan proses hukum, mengungkap kejahatan siber seperti penipuan online, pencemaran nama baik, hingga penyebaran disinformasi,” kata Yudi Prayudi.

Kriminologi, tambah Yudi Prayudi, ilmu yang mempelajari kejahatan, pelaku, korban, serta dampak sosial yang ditimbulkannya. Fokus utamanya memahami mengapa kejahatan terjadi, bagaimana perilaku kriminal terbentuk, hubungan pelaku dan korban, serta bagaimana masyarakat merespons kejahatan.

Dalam konteks digital, kriminologi memberikan wawasan teoritis dan sosiologis yang diperlukan untuk memahami pola kejahatan siber, bagaimana pelaku memanfaatkan ruang siber, dan apa faktor-faktor sosial yang membuat masyarakat rentan terhadap penipuan atau manipulasi online. “Pengetahuan ini penting untuk merumuskan kebijakan pencegahan dan penanganan kejahatan di dunia modern,” kata Yudi Prayudi.

Sedang Digital forensik, merupakan proses teknis yang meliputi identifikasi, pengumpulan, preservasi, analisis, dan presentasi bukti digital. Bukti digital dapat berasal dari ponsel, komputer, server, CCTV, aplikasi media sosial, hingga data cloud. Tujuannya adalah mengungkap kejahatan siber seperti phishing, ransomware, peretasan akun, deepfake, atau bahkan kejahatan konvensional yang meninggalkan jejak digital seperti pencemaran nama baik atau penipuan melalui pesan instan.

Yudi Prayudi mengatakan ada lima langkah proses Digital Forensik hingga menjadi bukti sah di pengadilan. Pertama, mengidentifikasi sumber bukti digital. Kedua, melakukan preservasi agar data tidak berubah atau rusak. Ketiga, menganalisis data untuk merekonstruksi kejadian dan menentukan peran pelaku. Keempat, mendokumentasikan hasil temuan. Kelima, menyajikan hasil analisis tersebut di pengadilan sebagai alat bukti yang sah.

Menurut Yudi Prayudi, Indonesia perlu membangun masyarakatnya agar memiliki keahlian di bidang Kriminologi dan Digital Forensik. Sebab saat ini semakin banyak kasus kejahatan ciber seperti kebocoran data, penipuan daring, eksploitasi anak online, dan serangan ransomware.

“Saat ini negara membutuhkan sumber daya manusia yang mampu membaca dinamika sosial kejahatan sekaligus memahami aspek teknis bukti digital. Pengembangan kompetensi di bidang kriminologi dan digital forensik menjadi langkah strategis untuk memperkuat keamanan siber dan memastikan keadilan dapat ditegakkan di era digital,” kata Yudi.

Kejahatan digital, kata Yudi, bergerak cepat mengikuti perkembangan teknologi, tetapi dengan menggabungkan pemahaman manusia dari kriminologi dan kemampuan teknis dari digital forensik, masyarakat dan penegak hukum dapat menghadapi tantangan ini secara lebih efektif. “Sinergi dua bidang ini membuka jalan baru dalam memahami kejahatan modern dan memastikan bahwa sistem hukum tetap bisa bekerja di dunia yang semakin terhubung secara digital,” katanya. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!