LOMBOK, MENARA62.COM — Genap sebulan bencana gempa bumi mengguncang Pulau Seribu Masjid. Jika memandang hamparan tanah Lombok dari rekaman aerial, terlihat jelas begitu besarnya dampak dari rentetan gempa bumi yang telah menghantam Lombok. Bukan puluhan gempa susulan, tapi ratusan kali.
Tercatat sejak Ahad (29/7/2018) silam, gempa mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat. Rentetan gempa juga terus terjadi setelah itu, hingga paling besar terjadi tepat satu pekan setelahnya, Ahad (5/8/2018) petang. Potensi tsunami dikeluarkan bagi penduduk yang berada di sepanjang pantai bagian utara Lombok. Hingga satu jam kemudian, peringatan tsunami dicabut dan warga dinyatakan aman dari gulungan air itu. Berduyung-duyung warga yang bertempat tinggal di tepi pantai dan sekitarnya menyelamatkan diri. Tanpa sempat membawa harta apapun, mereka memenuhi bukit yang memang memanjang sepanjang pesisir utara Lombok. “Saya enggak mikir apa-apa lagi, langsung selamatkan keluarga terus lari ke sini,” tutur Junaidi salah seorang pengungsi di dusun Cupek, Sigar Penjalin, Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, Rabu (22/8/2018). Junaidi bukanlah warga Dusun Cupek, tapi Lendang Berbrore yang letaknya di tepi pantai. Ketika gempa terjadi pada tanggal 5 Agustus lalu, bagian perut istrinya tertimpa reruntuhan rumah. Sang istri sempat dirawat di rumah sakit, tapi sekarang sudah kembali ke pengungsian walau rasa sakit masih terus dirasa. Di Dusun Cupek terdapat lahan yang ditanami pohon jati. Gersang dan berdebu sangat terasa di sini. Tuan tanahnya dari Jakarta, dan mengizinkan warga untuk menempati lahannya guna berlindung dari bahaya gempa atau tsunami yang tak bisa diprediksi. Lokasi ini dipilih Junaidi dan warga pengungsi lain karena lebih tinggi dari permukaan air laut walau jaraknya tak kurang satu kilometer dari bibir pantai. Kabupaten Lombok Utara menjadi salah satu wilayah yang terdampak gempa parah. Berdasarkan rilis yang dikeluarkan Disaster Management Institute of Indonesia (DMII) – Aksi Cepat Tanggap (ACT) per tanggal 27 Agustus 2018, korban meninggal mencapai angka 417 jiwa. Bangunan rusak bertengger di angka 24.989 dengan jumlah pengungsi 134.235 jiwa. Angka itu belum diakumulasikan dengan wilayah lain yang tak kalah hancur akibat gempa yang bertubi-tubi menghantam Lombok beberapa pekan belakangan. Setelah gempa besar menghantam pada 5 Agustus, gempa kecil dengan magnitudo 5 SR pun terus dirasa. Hingga pada 19 Agustus kembali bergetar dengan magnitudo 7 SR kemudian dimutakhirkan dan mendapat angka 6,9 SR. Saat gempa bergetar, banyak warga yang panik akibat belum sembuh seluruhnya trauma yang dirasa dari gempa sebelumnya. Di jalan Bangau, Kota Mataram misalnya. Jalan yang berderet beberapa hotel dan rumah warga, mendadak ramai dengan orang yang mencari tempat aman jauh dari bangunan. Kabel listrik bergoyang dan bangunan bergetar berkali-kali. Ketakutan terus dirasa warga, hingga memilih untuk menutup jalan guna mendirikan tenda. DMII-ACT mencatat di Mataram 13 orang kehilangan nyawa akibat tertimpa bangunan saat gempa. Tenda-tenda berdiri di sepanjang jalan perkotaan di Mataram. Jika ditotal, tak kurang dari 18.894 jiwa menempati tenda-tenda terpal berwarna biru. Mereka kehilangan rumah yang hancur sampai angka 754. Namun ada juga warga yang memilih tinggal di pengungsian akibat trauma getaran gempa yang masih terus terjadi. Bersebelahan dengan Mataram, tepat di Lombok Barat menjadi wilayah yang memiliki kerusakan rumah paling banyak. Mencapai 46% rumah rusak atau 25.546. Rumah dengan kondisi rusak berat sebanyak 12.193 unit, sedangkan rusak sedang hingga ringan di angka 13.353. Wilayah Lombok Barat yang cenderung perkotaan menyimpan 116.453 pengungsi yang mendirikan tenda di berbagai wilayah yang berbatasan langsung dengan Lombok Utara ini. Di Lombok Timur yang menjadi pusat gempa berkekuatan 6,9 SR pada Ahad (19/8) per 27 Agustus ini, tercatat 26 orang meninggal dunia dan 104.060 jiwa mengungsi akibat kehilangan tempat tinggal dan trauma akan runtuhan bagunan. Rumah rusak dengan tingkat berat berjumlah 4.772 unit sedangkan ringan mencapai lebih dari 10 ribu lebih. Topografi wilayah Lombok Timur sebagian pegunungan. Terdapat Gunung Rinjani bertengger di sana. Wilayahnya memiliki udara sejuk dan dingin membuat warga di sana sangat membutuhkan pakaian hangat dan kebutuhan tenda yang memadai untuk menghalau dingin yang semakin terasa di malam hari. Ketika gempa kembali melanda pada Ahad (19/8) terlihat beberapa bukit mengalami longsor. Sedangkan untuk wilayah Lombok Tengah, dua orang meninggal dunia. Di kabupaten yang menjadi tempat Bandar Udara Praya ini mungkin agak jarang dilihat kompleks pengungsian di tepian jalan. Adapun berdiri di sekitaran rumah yang masih berdiri, mereka hanya trauma akan gempa yang melanda berkali-kali. Data DMII-ACT mencatat 13.887 orang mengungsi dan 4.767 rumah mengalami kerusakan dengan 9 rumah dalam keadaan rusak berat. Gempa tak hanya dirasakan masyarakat Lombok, tetapi juga Pulau Sumbawa. Bertetangga, Sumbawa pada Ahad (26/8) diguncang gempa dengan magnitudo 5,1. Terdata tujuh orang meninggal dunia akibat gempa yang melanda Lombok dan Sumbawa ini. Rumah rusak mencapai 6.236. Mendirikan Hunian Sementara Tenda dibentuk layaknya atap rumah segitiga menghiasi Lapangan Gondang, Kecamatan Gangga, KLU. Debu bertebangan di sana-sini, terhirup siapapun yang berada di sekelilingnya. Hasanah salah satunya. Wanita penghuni pengungsian yang bersebelahan dengan Gelanggang Olahraga KLU ini sedang bertutur, menceritakan keadaan dirinya selama di pengungsian. Tinggal bersama anak dan cucunya, siang itu Hasanah sedang berada di luar tenda. Hawa panas mengepung seisi terpal berwarna biru itu. “Kalau siang kepanasan, malamnya kedinginan,” ungkap Hasanah, Sabtu (25/8). Selain hawa yang membuat tidak nyaman, ada juga ancaman lain bagi pengungsi di sana. Lapangan yang menyatu dengan sawah dan perkebunan ini terkadang kedatangan tamu hewan liar, seperti ular. “Waktu itu (ularnya) mau masuk tenda,” tambah Hasanah sambil mengajak tim ACT untuk masuk melihat ke dalam tendanya. Melihat kenyataan itu, ACT bersama berbagai pihak mendirikan Integrated Community Shelter (ICS) di Lapangan Gondang. Progres pembangunan yang diresmikan 19 Agustus lalu, kini sudah 30%. Di dalamnya akan berdiri 160 rumah yang ada di tempat satu keluarga. Di kompleks yang ditargetkan selesai satu bulan pengerjaan ini juga akan berdiri masjid dan sekolah untuk memenuhi kebutuhan pengungsi. “Setelah memenuhi kebutuhan logistik, kami bangun tempat tinggal untuk para pengungsi,” ungkap Ahyudin Presiden ACT, Sabtu (25/8). Per tanggal 26 Agustus lalu, BNPB menetapkan Lombok memasuki masa pemulihan. Di masa transisi darurat ke pemulihan ini, ACT terus mendampingi para pengungsi dan memastikan kebutuhan pokok mereka terpenuhi. Selain memasok logistik di seluruh titik pengungsian dan menyediakan hunian sementara yang layak, ACT juga berikhtiar membangun Lombok. Bersama Global Wakaf, pembangunan Lombok yang lebih mandiri tengah diwujudkan melalui program Desa Wakaf. Lukman Azis Kurniawan (ACT) |
Sebulan Pascagempa, Bagaimana Rupa Lombok Terkini?
- Advertisement -