26.4 C
Jakarta

Secangkir Kopi dalam sebuah Diskusi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Puisi adalah karya sastra yang unik, beragam, dan selalu disukai oleh berbagai kalangan. Puisi juga menjadi salah satu karya sastra yang paling sering dibaca, dibicarakan, dan didiskusikan. Lahirnya sebuah puisi tidak serta merta lahir begitu saja, ia seperti sebuah sepasang kekasih yang saling mencari, saling menyemangati, agar tetap utuh lalu menyatu dan menjadi sebuah puisi.

Melalui puisi, seseorang bisa hidup selama ia mau. Seperti yang dikatakan dan diinginkan Chairil Anwar, “Aku mau hidup seribu tahun lagi” dalam sebuah puisinya. Dan benar, walaupun ia sudah lama tiada, nama dan karyanya tetap ada dan hidup sampai kini. Itulah yang dilakukan oleh Rida K Liamsi, sastrawan asal Riau ini sudah beberapa kali menerbitkan puisi-puisinya dalam bentuk buku. Buku kumpulan puisi terbarunya adalah “Secangkir Kopi Sekanak.”

Rida menulis puisi bukan bertujuan untuk terkenal atau dikenal oleh semua orang, ia menulis agar dapat memberi mamfaat bagi pembaca dan pencinta seni. “Saya menulis puisi tujuannya agar bisa bermamfaat tanpa harus melewati suatu hal yang sunyi,” kata Rida. “Secangkir Kopi Sekanak” adalah kumpulan puisi Rida yang kelima. Buku tersebut diluncurkan dan didiskusikan pada hari Rabu, (15/11/2017) di aula Perpustakaan Nasional RI, Jakarta. Acara tersebut hasil kerja sama Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin dan Perpusnas. Pada diskusi buku tersebut hadir beberapa sastrawan seperti Sutardji Calzoum Bachri, Hasan Aspahani, Fakhrunnas MA Jabbar, Kurnia Efendi, dan sastrawan lainnya.

Sutardji mengatakan, Rida adalah sastrawan Melayu yang selalu mencoba memilih pola-pola pengucapan kontemporer, membebaskan diri dari aturan puisi lama. “Sastrawan Rida ini, selalu mencoba memilih pola-pola kontemporer, mencoba keluar dari puisi Melayu, seperti syair dan puisi lainnya. Rida benar-benar membebaskan diri dari rima, dan irama.” Lanjut Sutardji, Rida menulis puisi dalam bahasa yang benar-benar baru, benar-benar keluar dari kemelayuannya. “Puisi Rida seperti gadis Melayu yang tidak lagi memakai pakaian Melayu, tapi baju modern.”

Pada diskusi tersebut, penonton juga disuguhi pembacaan puisi oleh beberapa sastrawan seperti Asrizal Nur, Ewith Bahar, dan musikalisasi puisi oleh Rinidiyanti. Selain itu, penonton juga sembari menyeruput kopi di sela-sela diskusi tanpa harus menunggu diskusi usai. Selain menikmati kopi, penonton juga dapat menikmati pemandanga sore lewat jendela perpustakaan yang baru dibuka dan diresmikan beberapa waktu lalu oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Diskusi sore itu ditutup oleh musikalisasi puisi yang membuat penonton terpukau sebelum meninggalkan aula tempat diskusi berlangsung.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!