30.3 C
Jakarta

Sekolah Muhammadiyah: Melindungi dan Memenuhi Hak Anak di Satuan Pendidikan

Baca Juga:

 

JAKARTA, MENARA62.COM-Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak. Sebagai rumah kedua bagi anak, maka sudah semestinya sekolah menjadi tempat anak dapat tumbuh dan berkembang secara aman dan nyaman. Kehadiran sekolah ramah anak menjadi perhatian Universitas Muhammadiyah Dr. HAMKA dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta. UHAMKA dalam hal ini Rita Pranawati, MA dan Abdul Khohar, M.I.Ko (Dosen FISIP UHAMKA) melakukan pengabdian masyarakat Pelatihan Sekolah Ramah Anak (SRA) bagi Kepala Sekolah SMP dan SMA di bawah Majelis Dikdasmen DKI Jakarta.

Pendidikan tidak dimasukkan untuk menciptakan produk yang sama sebagaimana pabrik menciptakan barang. Keunikan dan keragaman peserta didik harus dihargai sebagai bagian dari penghargaan terhadap hak anak. Setiap anak mempunyai minat dan bakat yang berbeda yang perlu didukung agar berkembang dengan baik. Sekolah memiliki peran mendampingi anak-anak agar belajar dengan nyaman, dan bakat-minatnya dapat berkembang dengan baik. “Sekolah bukan diciptakan untuk jenis manusia yang sama,” tegas Dr. Jasra Putra, M.Pd, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menjelaskan sekolah ramah anak. Jasra yang juga menulis disertasi tentang Sekolah Ramah Anak di Depok menegaskan bahwa konsep Sekolah Ramah Anak adalah memenuhi hak anak dan melindunginya. SRA mengubah paradigma dari mengajar menjadi orang tua dan sahabat anak, orang dewasa menjadi teladan anak, semua orang dewasa di sekolah melindungi anak, dan memastikan orang tua dan anak terlibat aktif dalam memenuhi 6 komponen SRA.

Sekolah Ramah Anak memiliki 6 (enam) komponen, pertama kebijakan yang ditunjukkan dengan adanya gugus tugas, SOP, Pedoman, dan deklarasi SRA. Kedua, pendidik dan tenaga kependidikan yang terlatih Konvensi Hak Anak. Ketiga, kurikulum (proses belajar ramah anak). Keempat, sarana dan prasarana dan lingkungan yang ramah anak. Kelima, partisipasi orang tua, lembaga masyarakat, alumni, dunia usaha. Keenam, relasi sehari-hari yang ramah anak dan menyertakan partisipasi anak dalam setiap keputusan.

Pendisiplinan peserta didik seringkali menjadi momok bagi para pengajar. “Pendisiplinan itu tujuannya adalah membangun kesadaran, bukan memberi efek jera. Kalau memberi efek jera maka anak akan terus mengulang,” jelas Rita Pranawati yang juga Wakil Ketua KPAI. Disiplin positif mengajarkan seorang anak agar memahami perilakunya sendiri, berinisiatif dan bertanggung jawab atas yang pilihan tingkah lakunya, serta menghargai diri dan orang lain. Konsekuensi ketidakdisiplinan siswa harus disesuaikan dengan pelanggarannya, misalnya membuang sampah sembarangan maka siswa diminta membuang sampah di tempatnya dan anak diajak dialog mengapa harus membuang sampah di tempatnya.

Di era pandemi, sekolah harus lebih menguatkan relasi dan komunikasi dengan orang tua. Hal ini mengingat bahwa anak saat ini masih belajar dari rumah. Selain itu, sekolah juga harus menguatkan konseling berbasis online dengan melakukan komunikasi intensif antara wali kelas, guru Bimbingan Konseling dengan para murid. Guru dan sekolah harus memberikan dukungan psikologis sesuai dengan kekhasan usia remaja sehingga kesehatan mental murid-murid tetap terjaga. Abdul Khohar menegaskan bahwa karena anak-anak terhubung dengan gawai, maka sekolah harus melakukan literasi digital kepada orang tua dan anak secara terpisah sehingga anak-anak terhindar dari kekerasan berbasis online. Selain itu, orang tua harus memiliki aturan dan perjanjian penggunaan gawai sehingga anak tidak mengalami kencanduan.

Sekolah Muhammadiyah adalah sekolah yang dibangun dengan misi dakwah dan mengajarkan akhlak yang mulia. “Mendidik anak menjadi cerdas itu bagus tetapi harus dilandaskan pada akidah dan akhlak yang Islami,” tegas Dr. Ghufron Amirullah, MPd, sekretaris Majelis Dikdasmen DKI Jakarta yang juga sekretaris LPPM UHAMKA. Sekolah Muhammadiyah membangun karakter peserta didik dengan memenuhi hak-hak anak. Hal ini juga sesuai dengan fatwa Majelis Tarjih yaitu Fikih Perlindungan Anak. Pada akhirnya, sekolah Muhammadiyah diharapkan menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi anak-anak untuk tumbuh dan mendapatkan pendidikan terbaik. Di tangan anak-anak inilah masa depan bangsa dipertaruhkan. (Rita P)

Link Youtube:

https://youtu.be/m60DFcRkGNc

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!