JAKARTA, MENARA62.COM – Sekjen MUI, buya Amirsyah Tambunan menegaskan pentingnya penguatan ekonomi umat melalui upaya kongkrit dalam rangka memperluas segmen syariah dalam berbagai sektor pembiayaan Lembaga Keuangan syariah (LES), Lembaga Pembiayaan Syariah (LPS) dan Lembaga Bisnis Syariah (LBS) yang merupakan bagian penting dari sektor keuangan Indonesia. Sektor keuangan ini menghadirkan potensi pasar yang besar di Indonesia.
Langkah nyata harus dilakukan pertama, ikhtiar untuk mendorong literasi keuangan syariah yang hingga saat ini melonjak dari 9% (2022) menjadi 39% (2023).
Hal ini di sampaikan Buya Amirsyah secara resmi dalam acara Pembukaan Workshop Gerakan Dakwah Ekonomi Umat Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat (KPEU) MUI yang mengusung tema “Membangun Sinergi Gerakan Ekonomi Umat Melalui Kegiatan Dakwah” di Aula Buya Hamka (30/11/24).
Pemerintah telah gencar mendukung perkembangan sektor syariah dengan penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 10-12/2023, yang mengamanatkan pemisahan Unit Usaha syariah dalam lembaga keuangan seperti bank, perusahaan asuransi, dan perusahaan penjaminan.
Inisiatif ini diharapkan dapat mendorong Unit Usaha Syariah untuk melakukan berbagai pengembangan dalam prosedur dan proses bisnis agar dapat memperkuat aspek kelembagaan, menciptakan bisnis syariah yang stabil dan kompetitif, serta mampu menjawab dinamika dan kompleksitas industri perbankan.
Ia menegaskan hingga kini pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih lamban, daya beli masyarakat rendah di sebabkan banyak faktor, diantara kurang optimalnya ikhtiar LES dan terbatasnya pembiayaan yang dilakukan mitra kerja MUI.
Oleh karena itu perlu memperkuat afirmasi dari semua pihak sehingga gerakan ekonomi umat melalui pendekatan LES yang konsistensi, inovasi, sinergi, dan sinkronisasi (KISS).
Menurut buya Amirsyah literasi ekonomi Islam perlu di perkuat melalui konsep tijarah berdasarkan Qs As-Saff : 10 berbunyi;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلٰى تِجَارَةٍ تُنْجِيْكُمْ مِّنْ عَذَابٍ اَلِيْمٍ١٠
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang (dapat) menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?
Jadi perniagaan dalam Islam dengan kata tijarah lebih konfrehensif untuk membentuk tatanan ekonomi umat yang kuat dan mandiri berdasarkan Qs Ash-Shaff: Ayat 11
تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَتُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَۙ ١١
Artinya: Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Jadi diperlukan jihad ekonomi umat hal ini sejalan dengan visi KPEU: Menjadi penggerak ekonomi umat yang kuat dan mandiri.
Oleh karena itu skema pembiayaan ekonomi umat melalui Zakat, infaq, shodaqoh, wakaf (Ziswaf) yang bersumber dari, oleh dan untuk kekuatan dan kemandirian ekonomi umat.
Kemenag mencatat bahwa potensi Wakaf di Indonesia tumbuh pertahun mencapai 6%, dengan 4% di antaranya dialokasikan untuk wakaf produktif. Potensi wakaf uang di Indonesia diperkirakan mencapai USD 12 miliar per tahun, dengan realisasi hingga Maret 2024 mencapai USD 180 juta