KULONPROGO, MENARA62.COM – Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) hingga kini masih menuai kontroversi. Bahkan mayoritas anggota DPD RI menolak usulan RUU HIP tersebut dengan alasan belum memenuhi azas-azas penyusunan undang-undang.
“Ya, hampir semua anggota DPD RI menolak RUU HIP,” kata anggota DPD RI perwakilan DI Yogyakarta M. Afnan Hadikusumo pada acara Sosialisasi Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika yang diselenggarakan oleh MPR RI bekerjasama dengan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kulonprogo di Aula Kantor PD Muhammadiyah Kulonprogo, Sabtu (27/6/2020).
Selain belum memenuhi azas-azas penyusunan undang-undang, menurut Afnan ada dua aspek yang membuat UU HIP ini lemah. Dari aspek filosofis, Pancasila merupakan staats fundamental norm atau pokok-pokok kaedah fundamental negara, sebagai kaidah fundamental negara diaktualisasikan dalam pasal-pasal dan ayat UUD tahun 1945 sehingga disebut berfungsi sebagai dasar negara. Selain itu Pancasila memiliki fungsi sebagai pandangan hidup, sebagai dasar negara, dan sebagai idiologi nasional.
“Atas dasar itulah, maka tidak diperlukan lagi perumusan nilai-nilai Pancasila dengan membentuk UU HIP,” jelas Afnan.
Dari aspek sosiologis, penyusunan RUU HIP lanjut Afnan, menimbulkan misleading dari rumusan norma hukum, antara HIP menjadi pedoman dan iptek menjadi landasan. Bahkan rumusan HIP juga tidak jelas, terutama dalam memberikan peran kepada Presiden sebagai implementor pembinaan HIP.
“Jika Presiden ditempatkan sebagai sebuah lembaga dan bukan sebagai kepala negara/kepala pemerintahan, maka harus diperhitungkan persinggungan politik egosentrisme,” tukasnya.
Bahkan Afnan memastikan bahwa RUU inipun tidak dapat diimplementasikan. Jika RUU ini diundangkan akan dapat menemui kendala dalam implementasinya. Kenapa? Pertama, politik hukum menempatkan RUU ini menjadi UU payung atau UU pokok. Kedua, dalam RUU itu disebutkan bahwa bagi penyelenggara negara dalam menyusun, merencanakan, dan menetapkan kebijakan pembangunan nasional harus merujuk pada UU HIP ini atau istilahnya UU payung.
Sayangnya dalam konstruksi hukum di Indonesia tidak dikenal dengan UU payung atau UU satu lebih tinggi dari UU yang lainnya. Atas dasar itulah, jelas Afnan, maka dapat dikatakan UU HIP akan sulit untuk diimplementasikan.
“Ini belum masuk pada aspek yuridis, dimana banyak sekali aturan-aturan hukum yang nantinya akan bertabrakan satu dengan lainnya jika RUU ini diundangkan,” jelas Afnan.
Ekonomi Pancasila
Dalam kegiatan tersebut Afnan juga membahas masalah ekonomi Pancasila. Menurutnya, ekonomi Pancasila sudah diterapkan lama di Indonesia. Meski istilah ekonomi Pancasila baru muncul pertama kali pada tahun 1967 melalui sebuah artikel yang ditulis Dr Emil Salim.
“Ekonomi Pancasila sejatinya sudah ada sejak zaman neo klasik, hanya kemudian istilahnya muncul setelah ditulis oleh Dr Emil Salim,” kata Afnan.
Pada tahun 1979 Dr Emil Salim memberikan penjelasan lebih gambling terkait pandangannya soal ekonomi Pancasila. Sistem ini dipahami sebagai sistem ekonomi pasar dengan kendali pemerintah. Ekonomi Pancasila bisa disebut juga sebagai ekonomi pasar terkendali, sistem ekonomi campuran, dan sistem ekonomi jalan ketiga.
Afnan menjelaskan, sistem ekonomi Pancasila dibangun menggunakan paham liberal dengan menjunjung nilai individualisme dan kebebasan pasar yang ditambah dengan nilai-nilai Pancasila. Ekonomi Pancasila sebenarnya dibentuk untuk mengubah perekonomian kolonial menjadi nasional,
Adapun implementasi ekonomi Pancasila dalam berusaha bagi warga negara antara lain berupa pengelolaan sistem keuangan yang baik dengan berlandaskan nilai agama atau Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan gaji dan fasilitas karyawan sesuai dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Bentuk implementasi lainnya adalah menghasilkan produk usaha terbaik, tidak bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat sehingga dapat menjaga persatuan bangsa. Lalu mengedepankan permusyawaratan dalam perusahaan untuk memutuskan segala masalah menyangkut serta adanya proses distribusi yang baik dan produk yang bisa dimanfaatkan banyak pihak sehingga berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hadir dan memberikan presentasi pada acara tersebut, Drs. Mawardi (Ketua Majelis Dikdasmen PD Muhammadiyah Kulonprogo), serta dimoderatori Nanang Wahyudi. (Ariefhartanto).