KALIMANTAN TIMUR, MENARA62.COM-Setiap ada ruh terlepas, dan itu pemilik ilmu (ulama), hati ini merasa resah. Apakah ini tanda bahwa cahaya Allah, sedang proses dicabut dari alam semesta? Dan kami semua akan berfatwa pada orang-orang bodoh, atau orang pintar namun terpesona gebyar dunia.
Baru dua hari yang lalu ber-whatshap dipagi hari dengan salah seorang dosen di Kampus terbesar di Kalimantan Timur, “Pingin sekali anak-anak saya ada yang hafidz Quran dan syukur bisa seperti Ustadz Adi Hidayat”. Saya membalas, “Tiba-tiba saya rindu di rumah yang tiap hari ada suara bacaan Quran dari maghrib hingga subuh”.
Sebuah percakapan via media sosial yang tidak berlanjut, namun tentu kami saling mendoakan semoga terwujud.
Hari ini Kamis (14/1) kita kembali mengalirkan airmata kesedihan, Ulama yang demikian teduh dengan gerakan seruan membumikan Al Quran meninggal dunia. Ya, Syaich Ali Saleh Mohammed Ali Jaber pukul 08.38 WIB dipanggil kekasih yang dirindukannya, Allah SWT.
Kita tentu demikian sangat kehilangan, ada kesedihan yang luarbiasa namun jika sudah waktunya, manusia hanya menjalankan taqdir apa yang telah menjadi ketetapanNya. ” …Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak bisa meminta penundaan maupun percepatan sedetik (sesaat) pun. Al ‘Araf: 34 “
Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma ajurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa, “Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik.”
Kita seolah ingin menunda kematiannya, ilmu dan tenaganya masih sangat dibutuhkan umat, keikhlasan langkah dakwahnya sangat langka dalam menebar manfaat. Namun seolah kita membuka lembaran dan merekam kembali suaranya yang merdu, “ Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan,” QS. Al Jumat ayat ke-8.
Taqdir inilah yang kita saksikan dengan penuh duka dan amat sedih atas peristiwa meninggalnya guru kita Syaich Ali Jaber.
Manusia hadirnya diiringi dengan tangisan (kesyukuran), Kepergiannya diiringi dengan tangisan (perpisahan). Dan kita mungkin sedang mengalirkan airmata kesedihan yang sama.
Seolah kita merasakan di bandara untuk melakukan penerbangan, bandara itu ruang untuk mengikhlaskan kepergian dan mengharapkan pertemuan. Bandara itu titik akhir melambaikan tangan, melepas pandangan untuk akhirnya berharap pertemuan. Ada panggilan keberangkatan, “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang tenang, kemudian masuklah kedalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS. Al Fajr; 27-30)
Bandara kematian seolah sapaan manja Allah , “Saatnya engkau pulang”.
Selamat Jalan guru kami Syaich Ali Saleh Mohammed Ali Jaber, Qadarullah wa maa syaa-a fa’ala
Allah sudah menakdirkan, dan apa yang Dia kehendaki Dia lakukan.
(Machnun Uzni, S. I. Kom- Founder Madrasah Relawan Dakwah & Kemanusiaan)