24.5 C
Jakarta

Semangat KH Ahmad Dahlan di Salomekko

Baca Juga:

Perjalanan SMK Muhammadiyah Salomekko dan MTs Muhammadiyah Salomekko memang berliku. Salomekko adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Meski masih terlibang baru, sekolah ini sudah meluluskan siswa yang dapat membanggakan. Ada siswanya yang diterima di Universitas Hasanuddin dan sudah ada pula yang bekerja di perusahaan maskapai penerbangan.

Sekarang, siswanya 70 orang. Diantara mereka, yang ikut ujian kelas tiga SMK tahun ini ada 21 orang. Sekolah ini dibangun di lahan wakaf. Ini adalah tanah wakaf dari mantan kepala dinas pertanian Kabupaten Bone, dengan luas sekitar 2 hektar, lima tahun lalu. Dia bukan warga Muhammadiyah, tapi percayakan wakafnya pada Muhammadiyah. Sudah ada sertifikatnya, disimpan di kantor Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Makassar.

SMK Muhammadiyah Salomekko ini, lokasinya sekitar 180 km dari Makassar, melewati pegunungan. Sekolah ini didirikan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Solemekko. PCM ini juga masih muda umurnya.

Dulunya tidak ada PCM di sini. Pasalnya, sebagian masyarakat di sana, masih alergi Muhammadiyah. Sebagian masyarakat itu, tidak bisa membaca. Namun, sebagian mereka memiliki semangat juang tinggi untuk mendidirikan amal usaha Muhammadiyah ini. Kisahnya, mungkin mirip dengan semangat KH Ahmad Dahlan. Warga langsung bergerak mencari tanah wakaf. Gayung bersambut.

Saat ini, sudah ada tiga lokal ruang belajar yang di bangun. Biaya pembangunannya, dikumpulkan swadaya murni warga Muhammadiyah dari berbagai daerah. Biaya itu, termasuk dana dari anggota Fokal atau KAMI IMM Sulsel dan lain-lain.

Tiga ruang belajar ini, dimanfaatkan menjadi enam rombongan belajar. Satu ruang, dipakai secara bergantian oleh dua rombongan belajar. Tiga kelas untuk jurusan otomotif, dan tiga kelas lainnya untuk jurusan akuntansi.

Sedangkan MTs, baru masuk kelas satu. Siswanya ada delapan orang. Mereka belajar di rumah panggung terbuka.

Jalanan menuju kompleks sekolah ini, dari jalan raya sekitar 3 km masih berupa jalan tanah. Tadi saya buru-buru karena mau hujan. Takut mobil tidak bisa keluar karena licin atau berlumpur.

Di sekolah ini, semuanya warga Muhammadiyah, tidak ada PNS. Jumlahnya 16 orang termasuk staf. Gaji mereka rata-rata Rp 500-700 ribu per triwulan. Semuanya masih muda. Sebagian alumni STKIP Muhammadiyah Bone.

Mereka tak punya kantor dan ruangan guru. Mereka berkantor di masjid. Saya tadi diterima di dalam masjid melantai tanpa meja tamu. Jika tiba waktu shalat, semua peralatan dipinggirkan.

Masjid ini punya sejarah sendiri. Begitu tanah wakaf di hutan ini diterima, langsung bergerak cari dana. Mereka mendapat bantuan masjid dari Timur Tengah. Padahal ketika itu, belum ada warga yang tinggal di sekitarnya. Masih sepi. Rumah terdekat, jaraknya sekitar 1 km melewati pematang sawah. Awalnya masyarakat heran, mengapa masjid dibangun di hutan. Itu komitmen PCM kepada pewakaf, supaya tanah yang dia wakafkan langsung difungsikan.

Sekolah ini, sudah mengajukan bantuan SMK ke Kementerian Pendidikan Nasional beberapa tahun lalu. Bahkan, sekolah ini sudah pernah ditinjau oleh pemerintah. Namun, usulan bantuan itu hingga sekarang tak jelas lagi. Pengelola, siswa, serta orang tua pun, masih berharap adanya bantuan itu.

Kunjungan saya ke sekolah ini, memang direncanakan. Kunjungan ini menjadi bagian amanah sebagai Sekertaris Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Sudah lama saya niatkan. Saya melewati Kabupaten ini menuju Kabupaten Sinjai untuk urusan KKN UIN Alauddin Makassar dimana saya selaku pembimbing.

Penulis: Haidir Fitra Siagian

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!