Koleksi kopi saya bertambah lagi. Malam ini saya mendapat oleh-oleh Mas Eddy Tatto berupa kopi nangka seberat 2 Kg. Kopi itu berjenis Arabica dengan aroma yang unik. Benar-benar beraroma buah nangka.
Awalnya saya mengira kopi itu dicampur dengan buah nangka saat roasting. Seperti kopi jahe dari Madura. Ternyata tidak. Memang dari ‘sononya’ beraroma nangka.
Kopi yang saya terima sebanyak dua bungkus. Sebungkus green been, dari daerah Senduro. Satu bungkus lagi roasted been, dari kawasan Klakah. Dua-duanya berada di wilayah Lumajang.
Mas Eddy memang pulang kampung ke Lumajang. Ibundanya meninggal dunia saat Mas Eddy tengah mengoperatori webinar BPJS Ketenagakerjaan di BPJS TK Learning Center, Bogor, 22 Desember 2019 lalu.
Ketika diseduh, kopi nangka memberi sensasi yang luar biasa. Aroma nangkanya begitu kuat. Mengalahkan kopinya.
Terus terang saya baru menikmati kopi nangka sekali ini. Sebelumnya hanya mendengar saja. ‘’Kopi nangka memang susah didapat,’’ kata Mas Eddy.
Menurut cerita Mas Eddy, Klakah dan Senduro merupakan penghasil kopi nangka di Lumajang. Kopi itu ditanam di sela-sela pohon nangka. Aroma bunga nangka itulah yang ‘melekat’ pada buah kopi.
Kopi nangka dari Senduro menurut saya enak. Tapi kata Mas Eddy, kopi nangka dari Klakah, lebih enak. Sayangnya saya belum bisa membuktikan. Karena kopi nangka dari Klakah itu belum disangrai.
Yuk, ada yang mau sangrai?