JAKARTA, MENARA62.COM – Penanganan Stunting mendapat perhatian yang serius mengharuskan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan penyelesaikan Pendataan Keluarga Tahun 2021 (PK21). Agar dari PK itu bisa diperoleh data keluarga yang beresiko stunting.
“Kemudian, kita mendapatkan data Pasangan Usia Subur (PUS) yang kemudian itu menjadi bagian yang harus mendapatkan pembinaan,” ujar Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo, saat acara Rakor BKKBN dengan Kementeriaan PPPA bertajuk “Pentingnya Sinergitas Program Bangga Kencana dan Program PPPA dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting” secara virtual, Kamis (16/9/2021).
Sementara, lanjutnya, dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI), BKKBN ingin menajamkan intervensi dari hulu dengan prioritas mencegah lahirnya anak stunting.
“Kita sudah sepakat faktor sensitif menjadi bagian perhatian yang penting. Namun demikian, kami juga berharap betul faktor spesifik yang merupakan proses dari mulai sebelum nikah, mau hamil, setelah hamil, setelah melahirkan harus dikawal bersama-sama,” tutur Hasto.
Untuk itu, keluarga-keluarga yang punya potensi melahirkan anak stunting, semua harus diketahui oleh Kepala Desa, PKK, serta bidan yang ada ditempatnya. Karenanya, pendataannya harus bagus, surveillance-nya harus bagus, siapa-siapa orangnya yang menjadi sasaran.
“Itulah pentingnya, maka kemudian kita betul-betul harus melototkan mata, kepada siapa yang mau nikah sejak 3 bulan atau 6 bulan. Menurut para ahli sebelum nikah sudah diberi nama sebagai peri konsepsi. Artinya menjelang terjadinya pertemuan antara sel telur dan sperma,” ungkapnya.
Dikemukakan Hasto, ahli gizi memperlihatkan juga keterangannya, meskipun rumahnya sudah bagus, jambannya sudah bagus, airnya cukup. Tapi, kalau yang bersangkutan anemia, maka tetap anaknya beresiko stunting.
“1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) harus benar-benar diperhatikan dan harapannya bayi masuk usia 2 tahun bebas dari stunting. Sehingga, nanti prospek untuk menjadi SDM yang unggul itu lebih besar,” tutur Hasto.
Seperti diketahui, pravelensi stunting meningkat dari 35,6% di tahun 2007, menjadi 36,8% di tahun 2010, dan meningkat lagi menjadi 37,2% di tahun 2013, lalu menurun menjadi 30,8% di tahun 2018. Di mana 11,5% adalah prevalensi anak sangat pendek dan 19,3% adalah prevalensi untuk anak pendek