JAKARTA, MENARA62.COM – Seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) memicu eksodusnya sekitar 40 ribu guru swasta ke sekolah-sekolah negeri. Fenomena tersebut jelas tidak menguntungkan bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Pengamat pendidikan sekaligus Praktisi Pembelajaran Abad 21, Indra Charismiadji menyesalkan pernyataan Mendikbudristek Nadiem Makarim yang mengatakan bahwa jika guru swasta kesejahteraannya baik, tentu tidak akan mendaftar seleksi PPPK.
“Bagi saya pernyataan ini tidak pada tempatnya. Mau diapain, swasta memiliki peran besar untuk mendongkrak APK pendidikan kita. Karena sampai sekarang pemerintah belum bisa menyediakan layanan pendidikan untuk semua anak,” kata Indra dalam diskusi dengan Fortadik, Jumat (11/3/2022).
Pernyataan Nadiem tersebut lanjut Indra hanya tepat jika di Indonesia tidak ada lagi sekolah berstatus negeri dan swasta. Artinya semua layanan pendidikan diambil alih dan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. “Tetapi nyatanya kan tidak. Peran swasta sangat besar dalam penyediakan layanan pendidikan,” tegas Indra.
Padahal Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan melalui BAB XIII, Pasal 31 ayat (2), bahwa pendidikan yang dimaksud harus diusahakan dan diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai “satu sistem pengajaran nasional”.
Dalam kesempatan tersebut Indra juga menyoroti banyaknya program dan kebijakan Menteri Nadiem yang diambil tanpa kajian yang membumi. Contohnya terkait aturan kepala sekolah yang harus mengantongi sertifikat guru penggerak. Aturan ini telah membawa korban adanya kepala sekolah yang baru diangkat tetapi ditolak oleh warga sekolah.
“Dua hari lalu saya diskusi di Radio Atambua. Ada kepala sekolah yang diangkat resmi tetapi warga sekolah menolaknya karena si kepala sekolah ternyata tidak memiliki sertifikat guru penggerak,” kata Indra.
Bagi Indra peraturan persyaratan kepala sekolah ini sangat kacau. Sebab jika semua kepala sekolah wajib memiliki sertifikat guru penggerak, maka itu artinya akan banyak sekali sekolah yang tidak memiliki kepala sekolah. “Sampai saat ini guru yang memiliki sertifikat guru penggerak baru 2800 orang. Jumlah sekolah di Indonesia total 260 ribu. Jadi bagaimana mungkin program ini bisa jalan,” katanya.
Belum lagi soal kebingungan guru terkait kurikulum merdeka. Hasil kajian di lapangan, sebagian besar bahkan hampir semua guru tidak paham dengan apa itu kurikulum merdeka.”Kalau guru saja bingung, bagaimana dengan masyarakat? Dengan siswa?” tandas Indra.