30.2 C
Jakarta

Spirit Berpasangan

Baca Juga:

Oleh : Afita Nur Hayati

MENARA62.COM-Sebagai sebuah siklus kehidupan yang diatur secara detil oleh Sang Pencipta dalam Al-Qur’an, dari sebelum lahir sampai tumbuh dan berkembang, laki-laki dan perempuan yang telah dewasa akan memiliki kebutuhan untuk berpasangan. Pernikahan menjadi amalan baik yang harus digalakkan agar pandangan terjaga secara halal dan kehidupan masyarakat menjadi tertib.

 

Tulisan ini terinspirasi dari dua kejadian yang terjadi di awal bulan Februari tahun 2021 dan di awal tahun 2019. Tentang dua orang pemuda yang bercerita hendak menggenapkan separuh agamanya. Alhamdulillah kisah di awal tahun 2019 berakhir dengan ijab kabul di akhir tahun 2019 dan ketika tulisan ini di tangan pembaca telah lahir buah cinta kasih mereka yang pertama. Sementara yang satu masih berjuang untuk mengumpulkan biaya pernikahan sesuai kesepakatan kedua belah pihak keluarga.

 

Menikah didahului dengan ta’aruf dan khitbah. Tahapan meminang (khitbah) dilakukan oleh laki-laki dalam rangka meminta persetujuan dari perempuan dan walinya untuk melangkah ke sebuah ikatan yang kokoh. Tahapan ini merupakan kelanjutan dari perkenalan (ta’aruf) antara keduanya secara pribadi juga dengan latar belakang pihak keluarga, yang harus dilalui sebelum seorang laki-laki mengucapkan ijab kabul di kemudian hari. Dalam pelaksanaannya, pinangan ini juga dijadikan sebuah pertemuan untuk membicarakan bagaimana proses akad nikah dan resepsi akan digelar menurut persepsi kedua belah pihak ketika arah pinangan memang jelas diterima.

 

Dari situlah kemudian muncul berapa biaya yang kira-kira akan dihabiskan. Pandemi yang hampir satu tahun terjadi di negeri ini tidak kemudian serta merta menihilkan biaya yang akan dikeluarkan. Karena selain digunakan untuk merayakan kebahagiaan, biaya yang disepakati oleh kedua belah pihak yang biasanya diberikan laki-laki ke pihak perempuan dan keluarganya adalah bentuk keseriusan si laki-laki untuk menafkahi.

 

Menikahlah secara sederhana. Islam menegaskan bahwa perempuan sebaiknya meringankan maskawin (mahar) bagi laki-laki yang mempunyai maksud baik untuk membangun sebuah sistem yang bermartabat dan berbudaya bernama keluarga. Maskawin sesuai kemampuan calon suami dan keridhaan calon istri. Demikian juga biaya yang akan dikeluarkan untuk mengundang handai taulan. Menikah tidak hanya resepsi sehari. Bukan hanya soal kelezatan dalam artian halalnya melakukan hubungan biologis suami-istri tetapi lebih kepada tanggung jawab pasca resepsi digelar akan terwujudnya sakinah karena mawaddah dan rahmah dan memastikan keselamatan keluarga yang dibangun baik di dunia maupun di akhirat.

 

Menikah tidak harus kaya dulu. Kalau menunggu kaya bagaimana yang belum kaya secara materi? Apakah sampai akhir hayatnya harus melakukan puasa sunah untuk membentengi diri dari hawa nafsunya? Akan kah hanya setengah dien yang bisa dibawanya ketika menghadap Sang Pencipta? Di jaman Rasulullah sahabat pernah memberikan maskawin berupa ayat-ayat Al-Quran karena orang tak punya. Walau sejarah juga mencatat Rasulullah memberikan maskawin besar untuk Siti Khadijah. Dari kisah tersebut maka kesetaraan dari laki-laki dan perempuan yang memutuskan untuk membangun mahligai rumah tangga menjadi penting.

 

Ini yang dalam Islam dinamakan sekufu atau sepadan, sehingga semuanya serba nyambung, ada konektivitas, dan keterhubungan sehingga secara emosional matang dalam melangkah bersama. Tak salah ketika ada semacam statement dari para lajang carilah calon suamimu di shaf sholat subuh berjamaah di masjid atau carilah calon istrimu yang menjaga kehormatannya di deretan peserta majelis-majelis ilmu. Semangat menikah yang ada adalah dalam rangka ketaatan menjalankan perintah agama.

 

Menikah bukan untuk tujuan transaksional. Bukan apa yang laki-laki sebagai suami akan dapatkan secara material dari perempuan sebagai istri demikian sebaliknya. Keduanya bersatu untuk saling melengkapi. Setelah resepsi pernikahan yang menelan biaya tak sedikit, kehidupan berkeluarga yang sebenarnya akan terbuka lebar. Dimana akan menetap? Bagi yang menjadi anak tunggal dalam keluarganya bisa dipastikan orang tua akan meminta pasangan suami-istri baru untuk tetap tinggal di rumah yang telah ditempati selama ini dengan berbagai pertimbangan.

Bagi yang berkomitmen untuk memulai kehidupan baru dan belajar mandiri bisa menyewa rumah atau memiliki rumah sendiri dengan pembayaran bertahap. Kalau kemampuan menyediakan kendaraan bagi sarana transportasi istri bisa bertemu temannya, mengunjungi orang tuanya ketika suami tidak bisa mengantar masih berupa roda dua istri tidak diperbolehkan menuntut lebih karena hal seperti itu bisa menjadi potensi masalah di esok hari. Jika istri mampu bisa membelinya sendiri.

 

Menikah merupakan relasi kesalingan. Apakah suami-istri sama-sama bekerja atau suami yang bekerja di luar rumah sementara istri bereksplorasi dari rumah atau sebaliknya. Bagaimana pola asuh yang akan diterapkan pada keturunan yang nantinya diamanahkan Sang Pencipta. Disini diperlukan komunikasi lebih intens karena keduanya berasal dari lingkungan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berbeda. Hak pasangan harus selalu diperhatikan.

 

Dari pernikahanlah tantangan untuk menyemai generasi unggul yang berkarakter utama di tengah pandangan hidup yang semakin materialistik, hedon, dan pragmatis dimulai. Kehidupan akan lestari dan berawal dari keluarga semua bisa!

*)Afita Nur Hayati bekerja di IAIN Samarinda, anggota Majelis Tabligh PWA Kaltim

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!