oleh :
Afita Nur Hayati
Kabid Kader PW. Nasyiatul Aisyiyah Kaltim
Tunggu dulu! Jangan memberikan persepsi apapun sebelum kita urai satu per satu. Hedonisme memang identik dengan penghambaan pada kesenangan nir kesakitan. Tapi apa salah kalau kita menghedonkan diri pada religiusitas. Senang dengan kewajiban yang harus dijalankan dalam agama yang kita anut. Apa muaranya? Penghambaan kepada Tuhan. Gaya konsumtif untuk meraih ridha-Nya. Tak akan berdampak buruk pada keuangan kita. Karena kitab suci sudah menyatakan Tuhan akan menggantinya berlipat.
Tak masalah kalau semua seperti mengalami euforia terhadap datangnya Ramadan. Karena berarti mereka masih diberi nafas untuk mengantongi banyak kebaikan dan mengambil manisnya pahala. Datang berduyun-duyun ke masjid untuk sholat tarawih berjamaah. Beramai-ramai mengumpulkan donasi untuk buka dan sahur bersama para penghafal Qur’an atau paket-paket sembako untuk mereka yang kurang beruntung.
Kalau kemudian Ramadan seperti tak berbekas di sebelas bulan berikutnya, jangan salahkan yang menyambutnya dengan gegap gempita. Jangan-jangan kita pun demikian. Mari kita tengok diri sebelum melihat kesamping kanan dan kiri. Apakah masih ada catatan kalau kita sewenang-wenang terhadap diri sendiri. Maka perlu terus mengingat bahwa perbaikan semua urusan kita hanya karena pertolongan-NYA
Perlu kiranya lingkungan yang mendukung proses penghambaan. Seperti halnya kawasan trade center. Kawasan yang khusus dibangun dan menjadi pusat perdagangan, ada proses tukar-menukar dan perniagaan. Orang bisa menjual dan membeli barang yang tidak hanya diperlukan tetapi juga karena diinginkan.
Ketika berbicara bulan dengan seribu kebaikan dan sebelas bulan selanjutnya maka kita juga bisa membuat kawasan religius center. Pusat kenikmatan dalam berinteraksi lebih intens dengan Tuhan baik untuk di dunia maupun di kampung akhirat. Kawasan yang kondusif untuk pencapaian kesenangan dalam beragama dan menihilkan semua hal yang menyakitkan. Kita bertransaksi dengan Tuhan lewat hamba-Nya.
Kesenangan hidup didunia penting. Tetapi menyiapkan diri dan orang-orang yang dicintai untuk bisa merasakan kesenangan hakiki di kampung masa depan jauh lebih penting. Bukan dengan berlebihan tetapi sesuai takaran. Toh kita juga yang akan menikmatinya kelak.