33.3 C
Jakarta

Strategi Perang Pasukan Thalut

Baca Juga:

“Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa, “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”
(QS. al-Baqarah/2: 250)
Para ahli tafsir sepakat bahwa ini adalah doa Thalut dan pasukannya. Ada tiga yang diminta mereka dalam doa yang ditulis dengan sangat indah itu. Pertama, “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami”. Dalam doa ini kesabaran disamakan dengan air yang dapat menyebar ke seluruh tubuh. Hal ini ditandai dengan penggunaan kata “tuangkanlah”. Menurut Ahmad Mushthafa al-Maraghi dalam Tafsir al-Maraghi kesabaran adalah penyebab keteguhan hati. Keteguhan itu sendiri adalah prasyarat meraih kemenangan. Untuk itu, Indonesia harus berdoa memohon kesabaran untuk meraih kemenangan, baik ekonomi, sosial, politik, budaya, dan pertahanan.
Thalut adalah orang yang dipilih Allah untuk jadi raja, seperti firman-Nya, “Nabi mereka mengatakan kepada mereka, ‘Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu’.  Mereka menjawab, ‘Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan ketimbang dia, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?’ Nabi (mereka) berkata, ‘Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa’. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. al-Baqarah/2: 247).
Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fi Dzilal al-Qur’an, ayat ini bicara tentang pembangkangan Bani Israel yang merasa lebih berhak menjadi raja. Ayat berikutnya menegaskan, “Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka, ‘Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun. Tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman” (QS. al-Baqarah/2: 248).
Menurut Ahmad Mushthafa al-Maraghi, di dalam Tabut terdapat lembaran-lembaran kitab Samawi, tongkat dan pakaian Nabi Musa, dan sebagian kitab Taurat.Tabut diwariskan secara turun-temurun oleh para ulama pengikut Nabi Musa dan Nabi Harun. Tabut itu sendiri berbentuk kotak dibuat dari kayu pilihan dan berlapis emas. Pada awalnya tabut itu diberi nama dengan Tabut Syahadah yang diorientasikan agar Bani Israel menyaksikan adanya Allah dan tidak lagi tertarik kepada berhala-berhala yang dibuat secara artistik oleh bangsa Mesir yang menjajah mereka dan beragama Wasani.
Selanjutnya, seperti ditulis Sayyid Quthb, nabi mereka menunjukkan kepada mereka tanda-tanda dari Allah. Yakni, didatangkannya Tabut lengkap dengan isinya yang dibawa malaikat yang dahulu setelah wafatnya Nabi Musa pernah dirampas musuh. Kemunculan kembali Tabut membuat BanI Israel merasa tenang. Lantas Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya tanda ini sudah cukup untuk menunjukkan bahwa Allah benar-benar telah memilih Thalut (untuk menjadi raja) jika kamu benar-benar beriman”.
Akhirnya Thalut menjadi raja dan memimpin pasukan melawan Jalut. Inilah informasi al-Qur’an tentang hal itu yang menjadi pelajaran sepanjang zaman ihwal kesabaran dan keteguhan hati , “Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, ‘Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku’. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka”.
“Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, ‘Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya’. Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata, ‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. al-Baqarah/2: 249). Diceritakan dari sekitar 80.000 pasukan Thalut sebagian besar meminumnya hingga puas,  tersisa 313 saja yang setia.
Kedua, yang diminta Thalut dan pasukannya adalah, “Dan kokohkanlah pendirian kami”.  Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir berpendapat bahwa pendirian yang diminta untuk dikokohkan adalah pada saat di medan perang dengan kekuatan yang sempurna untuk menghadapi  Jalut, agar tidak goyah atau undur dari medan laga. Penggalan doa ini berfungsi, seperti kata pengarang kitab Tafsir Jalalain, yakni Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli adalah agar Allah memperkokoh hati Thalut dan pasukannya dalam berjuang. Untuk konteks sekarang, doa ini bisa berlaku dalam segala kondisi.
Dalam Tafsir al-Maraghi, diungkap bahwa Jalut atau Goliat adalah panglima terkuat bangsa Palestina. Ia menantang berperang tanding. Ada juga yang berpendapat, di antaranya Sayyid Quthb bahwa Jalut adalah seorang raja yang perkasa sekaligus panglima tentara yang menakutkan.  Diceritakan oleh Ahmad Mushthafa al-Maraghi bahwa tidak ada seorangpun dari kalangan Bani Israel yang berani menyambut tantangan Jalut. Melihat itu, Thalut membuat sayembara yang isinya bagi siapa saja yang bisa mengalahkan Jalut akan dinikahkan dengan putrinya dan menjadi raja sesudah dirinya.
Ternyata yang berani melawan Jalut adalah Daud. Menurut Sayyid Quthb, saat itu Daud  adalah seorang pemuda yang kecil dari kalangan Bani Israel.  Dalam al-Maraghi diungkap bagaimana Daud mengalahkan Jalut. Daud tidak memakai baju besi dan tidak menggunakan senjata. Jalut dikalahkan oleh Daud dengan batu dan ketapel yang selama ini digunakan oleh Daud untuk membunuh kawanan srigala dan harimau yang hendak memangsa hewan ternak yang digembalakan oleh Daud. Kontan Jalut terkekeh melihat Daud sambil sesumbar, “Dengan ketapelmu itu, apakah kamu hendak berburu anjing?”.
Namun atas izin Allah Daud berhasil membunuh Jalut. Allah SWT berfirman, “Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam” (QS. al-Baqarah/2: 251).
Ketiga, yang diminta Thalut dan pasukannya adalah, “Tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”. Banyak ayat dalam al-Qur’an yang berujung seperti ini. Misalnya, “ “(Mereka berdoa), ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami. Ampunilah kami. Rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir” (QS. al-Baqarah/2: 286).
Begitu juga ayat, “Tidak ada doa mereka selain ucapan,  ‘Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir” (QS. Ali Imran/3: 147). Termasuk, “Lalu mereka berkata, ‘Kepada Allahlah kami bertawakkal.  Ya Tuhan kami janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim. Dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir” (QS. Yunus/10: 85-86).
Inilah pesan Allah SWT tentang pentingnya meminta pertolongan dari tipu daya orang-orang kafir. Allah tegaskan, “Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepada kalian. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan” (QS. Ali Imran/3: 120). Secara sosio-historis, terbukti penggalan doa, “Tolonglah kami terhadap orang-orang kafir” menjadikan tentara Jalut lari tunggang-langgang dari medan perang.
Penulis: DR. KH. Syamsul Yakin, Wakil Ketua Umum MUI Kota Depok.
- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!