JAKARTA, MENARA62.COM — Ungkapan konotasi Partai “Allah” dan partai “setan” yang diutarakan Prof Amien Rais dalam kegiatan subuh berjamaah di salah satu masjid, tentu sah-sah saja jika ditafsirkan bermacam-macam oleh berbagai kalangan.
“Menurut hemat saya, substansi dari pesan itu yang seharusnya menjadi fokus kita. Jika hal tersebut disampaikan dalam kapasitasnya sebagai cendekiawan muslim yang juga sekaligus politisi senior, maka tentu pak Amien Rais sudah mengukur takaran diksi yang beliau pilih dalam menggambarkan situasi kebangsaan saat ini,” ujar Mashuri Masyhuda
Komandan Nasional, Kokam Pemuda Muhammadiyah di Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Menurut Mashuri, terlepas dari subjektifitas Amien, maka tentu ada hikmah yang bisa dijadikan bahan muhasabah bersama. Setidaknya, menurut Mashuri, Amien menggambarkan ada peran “Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar” yang harus dipilih oleh ummat Islam. “Maka dalam konteks politik saat ini, peran tersebut harus jelas dan tegas khususnya dalam menyalurkan aspirasi politik ummat Islam,” ujarnya.
Partai-partai yang akan menjadi lokomotif aspirasi ummat Islam, menurut Mashuri, seharusnya merespons positif indikator yang disebutkan Amien. Menurunya, agar bisa masuk dalam kategori partai pilihan ummat Islam, maka harus bisa merepresentasikan aspirasi ummat Islam. “Jika ada yang menganggapi, bahwa ummat Islam yang mana, ya setidaknya ummat Islam yang sepaham dengan beliau,” ujarnya.
“Bagaimana dengan Partai Setan ? apakah ada partai yang ingin disebut partai setan, tentu tidak, karena itu konotasi yang kontra produktif ditengah peta perpolitikan di Indonesia, jadi bagi partai-partai atau politisi yang kurang setuju dengan pandangan beliau, tidak perlu gusar dan gerah, cukup dijawab dengan program dan kebijakan yang merepresentasikan Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar, maka niscaya jutaan ummat Islam seharusnya menjadikan partai-partai atau politisi tersebut, sebagai tempat menyandarkan aspirasinya yang berlandaskan nilai-nilai Islam yang Rahmatan Lil ‘alamin,” ujarnya.
Menurut Mashuri, respon yang berlebihan saat ini, akan menambah ketegangan dan hangat suhu politik dalam negeri. Jika bisa jujur, maka hampir semua politisi tentu akan memilih diksi-diksi yang bisa menyalakan simpati konstituen. Langkah ini tantangan untuk semua dalam konteks menuju Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019.
“Kecerdasan dalam berdialektika akan menentukan apakah Anda di ikuti atau di tinggalkan. Semakin salah Anda merespons situasi akan semakin menjauh konstitiuen yang seharusnya diraih,” ujarnya.
Mashuri mengingatkan, yang terpenting keamanan dan kedamaian untuk semua harus dijaga bersama-sama. NKRI hanya akan bertahan lama jika semua elemen mawas diri dan tidak mudah terpancing emosi.