29.8 C
Jakarta

Sudah 73 Tahun Merdeka, Indonesia Masih ‘Dikuasai’ Kolonial

Baca Juga:

JAKARTA – Dua pekan lagi rakyat Indonesia akan merayakan HUT Kemerdekaan ke-73. Diusianya yang sudah cukup dewasa, semestinya Indonesia sudah memperoleh kemerdekaannya secara utuh, baik ideologi, ekonomi maupun politik.

“Tetapi faktanya, kita semua melihat bahwa banyak aspek kehidupan negara ini dikuasai oleh asing,” kata Pontjo Sutowo, Dewan Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti yang juga Ketua Umum FKPPI di sela Diskusi Panel Serial ke-14 bertema Menggalang Ketahanan Nasional untuk Menjamin Kelangsungan Hidup Bangsa, Sabtu (4/8).

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut adalah Prof Firmanzah SE, MM, DEA, PhD, ahli ekonomi dan Dr. Dirgo D Purbo, pakar perminyakan.

Dalam bidang ekonomi misalnya, terlihat bagaimana kolonialisme masih mencengkeram bangsa ini. Indonesia masih melakukan ekspor bahan mentah untuk kemudian mengimpor produk jadi.

Dalam bidang pangan, pada masa orde baru, begitu banyak negara lain didunia ini yang memuji-muji bangsa Indonesia dengan berbagai keberhasilannya dibidang swasembada pangan, pertanian, dan lainnya. Tetapi saat ini, kita banyak bergantung pada impor pangan dari berbagai negara.

Pontjo mengingatkan salah satu bunyi dari teks proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno adalah berkaitan dengan hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

“Menjadi pertanyaan kita semua,apakah pemindahan kekuasaan itu baik secara de jure maupun de facto sudah selesai?,” lanjut Pontjo.

Pertanyaan itu penting mengingat hingga sekarang secara de facto, Indonesia sesungguhnya masih dikuasai oleh kolonial,meski bentuknya sudah berbeda. Bentuknya tidak lagi dijajah secara fisik tetapi dijajah secara ideologi,politik dan utamanya ekonomi.

Pontjo mencontohkan bagaimana nilai rupiah begitu mudah dipermainkan oleh dolar. Naik turunnya nilai rupiah terhadap dolar diyakini bukanlah karena faktor ekonomi, tetapi ada aspek politik yang kuat ditengah era globalisasi.

“Penduduk dunia terus bertambah, sementara isu keterbatasan pangan terus menguat dan ini mau tidak mau mendorong negara manapun untuk mencari sumber pangan dan itu ada di negara-negara yang berada di garis katulistiwa seperti Indonesia,” jelasnya.

Diakui Pontjo, berbagai hal tersebut sesungguhnya menjadi ancaman bagi kedaulatan bangsa Indonesia dalam bentuk yang baru. Ancaman kedaulatan yang dihadapi di era globalisasi ini jauh lebih kompleks dan rumit. Sebab kita tidak lagi berhadapan dengan kekuatan angkatan perang dan kecanggihan senjata.

“Kita menghadapi era dimana batas wilayah antar negara menjadi makin sulit akibat penggunaan teknologi informasi yang sedemikian masif dan canggih,” tukas Pontjo.

Karena itu menjelang perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-73, Pontjo mengajak generasi muda untuk merefleksikan dan merenungkan kembali apa yang menjadi cita-cita para pendiri bangsa ini. Apakah cita-cita mereka terkait pendirian bangsa ini sudah sesuai harapan atau malah sebaliknya.

Sementara itu, Dirgo D Purbo mengatakan Indonesia yang begitu kaya akan sumber  energi, akan memiliki competitive adventage dan comparative advantage dibanding negara-negara lain. Oleh karena itu dibutuhkan strategi-strategi khusus untuk menjawab berbagai tantangan sehingga ke depan Indonesia akan memiliki purchasing power parity setara dengan negara-negara regional lainnya.

Adapun langkah strategis tersebut antara lain melakukan efisiensi energi diberbagai sektor utamanya transportasi agar mengurangi konsumsi, meningkatkan stok BBM nasional dari 15 hari menjadi diatas 30 hari, hasil produksi minyak dan gas lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, memonitor penggunaan dolar dalam pembayaran minyak dikawasan Heartland.

Lalu melaksanakan hubungan bilateral secara khusus dan intensif dengan negara-negara penghasil minyak dan memanfaatkan posisi strategis Indonesia yang berada dikawasan silang jalur transportasi dunia.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!