27.8 C
Jakarta

Sukses Program Jambanisasi, 23 Kabupaten Diganjar Penghargaan Sanitasi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM– Ternyata buang air besar (BAB) sembarangan masih menjadi problem sebagian besar daerah di Indonesia. Berdasarkan survei, dijumpai bahwa dari 500 lebih kabupaten kota, baru 23 kabupaten/kota yang penduduknya telah 100 persen BAB dengan benar. Sedang untuk propinsi, dari 34 propinsi yang ada baru DI Yogyakarta yang dinyatakan 100 persen penduduknya BAB pada tempatnya.

“Benar bahwa jambanisasi menjadi persoalan yang harus kita atasi saat ini,” kata Menkes Nila F Moeloek, Kamis (18/10).

Menurutnya BAB sembarangan menjadi salah satu indikator buruknya sanitasi. Padahal sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak aman menjadi penyebab banyaknya kematian anak akibat diare di seluruh dunia.

Di Indonesia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjadikan perbaikan sanitasi dan air bersih menjadi tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang harus dicapai.

“Sanitasi dan air bersih meruakan tujuan ke-6 dari tujuan pembangunan berkelanjutan. Sanitasi dan air bersih merupakan kebutuhan dasar yang meliputi air minum, hygiene dan sanitasi, kualitas air, efisiensi penggunaan air, dan pengelolaan sumber air,” lanjut Menkes.

Pemerintah Indonesia diakui Menkes telah menetapkan kebijakan nasional pembangunan air minum dan sanitasi yang tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 185 tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan sanitasi sebagai upaya untuk mencapai akses universal pada akhir tahun 2019.

Untuk mewujudkannya, Kemenkes dan beberapa kementerian lain serta mitra lain meluncurkan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) pada 2008. Ada 5 pilar STBM, yaitu stop BAB sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan, pengelolaan sampah, dan pengelolaan limbah cair.

Studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2007 menunjukkan jika setiap anggota keluarga dalam suatu komunitas melakukan 5 pilar STBM akan dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 94%. Penyakit akibat sanitasi yang buruk seperti gangguan saluran pencernaan membuat energi untuk pertumbuhan tubuh menjadi teralihkan, sehingga tubuh kurang mempu menghadapi penyakit infeksi.

Sanitasi juga berkaitan erat dengan stunting. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menyatakan 1 dari 3 anak Indonesia menderita stunting. Akses terhadap sanitasi yang baik berkontribusi dalam penurunan stunting sebesar 27%. Jika intervensi yang terfokus pada perubahan perilaku dalam sanitasi dan kebersihan dapat menyebabkan potensi stunting berkurang.

“Sanitasi buruk tidak hanya berpengaruh pada kesehatan, tapi juga pada ekonomi negara. Indonesia mengalami kerugian ekonomi sebesar Rp56,7 triliun pertahun akibat kondisi sanitasi yang buruk untuk membayar ongkos pengobatan dan akomodasi,” jelas Menkes.

Dalam penyelenggaraan STBM, pemerintah daerah kabupaten/kota telah menetapkan skala priorias wilayah untuk penerapan STBM. Pemberdayaan masyarakat menjadi kunci utama untuk mewujudkan STBM karena masyarakat selain sebagai obyek juga menjadi pelaku higiene dan sanitasi.

Penghargaan Sanitasi

Tahun ini, merupakan permulaan diberikannya penghargaan STBM kepada wilayah yang telah mencapai 100 persen pilar STBM. Terdapat 23 kabupaten/kota dan 1 provinsi di Indonesia yang mendapatkan penghargaan STBM kategori pertama, yakni warganya sudah 100 tidak BAB sembarangan atau open defecation free (ODF).

Sebagai bentuk apresiasi, Menkes menyerahkan penghargaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Berkelanjutan kepada kabupaten/kota dan provinsi.

Penghargaan STBM Berkelanjutan merupakan penghargaan berjenjang dengan 5 kategori, yakni, kategori STBM Eka Pratama (memenuhi 1 pilar STBM), STBM Dwi Pratama (memenuhi 2 pilar STBM), STBM Eka Madya (memenuhi 3 pilar STBM), STBM Dwi Madya (memenuhi 4 pilar STBM), dan STBM Utama (memenuhi 5 pilar STBM).

“Hampir seluruh kabupaten dan kota di Indonesia telah melaksanakan pemicu STBM, dan 23 kabupaten dan kota serta 1 provinsi telah lebih dahulu mencapai ODF (terbebas dari BAB sembarangan). Itu adalah sebuah apresiasi yang tidak hanya perlu diapresiasi namun dapat pula menjadi pembelajaran bagi kabupaten dan kota serta provinsi lain untuk dapat melaksanakannya,” kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes dr. Kirana Pritasari, MQIH.

Provinsi yang mendapatkan penghargaan STBM Berkelanjutan Eka Pratama adalah DIY Yogyakarta karena seluruh kabupaten/kota nya telah ODF. Sementara 23 kabupaten/kota itu adalah Sukoharjo, Karanganyar, Kabupaten Semarang, Kota Semarang, Wonogiri, Boyolali, Grobogan, Ngawi, Pacitan, Madiun, Magetan, Pare-pare, Banda Aceh, Gunung Kidul, Bantul, Sleman, Yogyakarta, Sumbawa Barat, Alor, Kupang, Lamongan, Kulonprogo, dan Pringsewu

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!