Sungai Melayu, Urat Nadi Kompleks Candi Gumpung. Sungai ini berada di sebelah barat, atau bagian belakang Candi Gumpung, di Jambi. Aliran Sungai Melayu, berawal di ujung Sungai Jambi dan bertemu di ujung utara dengan Sungai Barembang.
Sungai Melayu juga merupakan simpul bertemunya aliran Parit Johor di sisi timur, dan Parit Sekapung di sisi barat, kemudian masuk ke arah utara menjadi aliran Sungai Melayu. Sementara di sisi barat ini, juga ada Sungai Medak yang alirannya menjadi penghubung Sungai Melayu dengan Sungai Terusan.
Candi Gumpung merupakan salah satu candi yang berada dalam Kawasan Cagar Budaya Muarajambi. Secara administratif kawasan ini berada di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Candi Gumpung memiliki candi induk berukuran 17,9 x 17,3 meter. Ada juga candi perwara 9.85 x 9,75 meter. Candi ini juga memiliki halaman yang dibatasi dengan pagar keliling. Di pagar sisi timur terdapat gapura sebagai pintu masuk ke halaman candi.
Candi tersebut dipugar mulai tahun 1982 sampai 1988. Selama proses pemugaran tersebut ditemukan inkripsi pada lempengan emas. Tulisan yang digunakan dalam inkripsi-inkripsi itu adalah aksara Kawi atau Jawa Kuno. Isi dari inkripsi adalah mantra/ nama yang digunakan dalam Vajradhātu-Mandala. Indikasinya dapat diketahui dari cirri huruf yang cenderung membentuk bulat, dan adanya kuncir pada huruf-huruf tertentu.
Berdasarkan kajian Paleografi tersebut, Boechari dalam laporan penelitiannya tahun 1985 mengungkapkan, Candi Gumpung diperkirakan dibangun pada pertengahan abad 9 hingga awal abad 10. Bukti yang menguatkan perkiraan ini didapat dari sejumlah temuan keramik-keramik China di sekitar candi yang berasal dari masa Dinasti Sung.
Sejarah
Keberadaan Candi Gumpung, tak terlepas dari area Candi Muara Jambi. Lokasi ini merupakan satu-satunya lokasi di Indonesia yang memiliki kaitan erat dengan peribadatan periode Budha Hindu (7-13 M). Ada juga ahli yang mengatakan kompleks ini sudah aja sejak abad ke-3 Masehi.
Ada beberapa kompleks area candi yang sudah dipugar sebagai upaya pelestarian. Keseluruhan, terdapat 82 sisa-sisa bangunan kuno itu di area Candi Muara Jambi seluas 2.062 hektar.
Paling tidak sudah ada sembilan candi yang bisa dikatakan selesai dipugar meskipun belum sempurna. Yaitu, Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.
Endah Kurnia Wrawati, dalam e-book 50 Best Of Sumatera menyebutkan, Kompleks Candi Muaro Jambi pertama kali ditemukan seorang letnan Inggris bernama S.C Crooke pada tahun 1824. Ketika itu, ia sedang melakukan penelitian di wilayah itu untuk kepentingan militer. Pada tahun 1935-1936, selanjutnya ada orang Belanda bernama FM Schnitger yang melakukan penggalian di situs candi ini.
Pemugaran
Sampai saat ini, komplek percandian Budha ini telah teridentifikasi dengan 115 bangunan candi, yang terdiri dari 39 kelompok candi. Ada beberapa candi yang berhasil dipugar (diperbaiki), di antaranya Candi Kedaton, Candi Tinggi I dan II, Candi Kembar Batu hingga Candi Koto Mahligai. Meskipun, kita jangan membayangkan akan menemukan bangunan yang utuh seperti candi-candi yang usianya lebih muda di Jawa.
Sejak pemugaran itu, kompleks candi ini mulai dikenal masyarakat sekitar. Pemugaran kompleks candi oleh pemerintah Indonesia pertama kali dilakukan oleh R. Soekmono, seorang arkeolog Indonesia pada tahun 1975. Ia juga pernah melakukan pemugaran Candi Borobudur di Jawa Tengah.
Saat ini, lokasi Candi Muaro Jambi bisa ditempuh kurang lebih sekitar 26 kilometer ke timur Kota Jambi. Jika dari pusat Kota Jambi, jaraknya 22,7 km dengan waktu tempuh sekitar 30 – 45 menit lebih.
Dilihat dari fisik bangunannya, Candi Muarojambi dibangun menggunakan bata merah dan pada bata yang menjadi dindingnya belum ditemukan pahatan-pahatan relief.
Keberadaan kompleks ini menjadi salah satu bukti bahwa sekitar abad ke-4 atau ke-5 Masehi ada kerajaan Melayu (Melayu Tua bercorak Buddha) yang pernah beribukota di Muaro Jambi.
Diperkirakan, Candi Muaro Jambi, pernah digunakan sebagai tempat peribadatan dan belajar agama Buddha, karena ditemukan corak buddhisme serta penemuan tulisan aksara Jawa Kuno.
Bahkan saat ini, pada waktu tertentu banyak didatangi peziarah dari Nepal dan negara lain.
UNESCO
Saat ini, pemerintah Indonesia sedang proses mendaftarkan Candi Muaro Jambi sebagai candi bersejarah dan warisan dunia UNESCO di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Candi Muaro Jambi termasuk Kawasan Cagar Budaya Nasiponal (KCBN), yang menjadi salah satu kekayaan dunia khususnya bagi pemeluk agama Budha.
Kawasan candi yang berada di muara Sungai Batanghari ini, luasnya sepuluh kali lipat dari luas kawasan situs Borobudur. Luas mencapai 155.269,58 hektar. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang di Sumatra. Kawasan seluas ini, mencakup delapan desa. Yaitu, Desa Muara Jambi, Dusun Baru, Dusun Mudo, Tebat Patah, Teluk Jambu, Danau Lamo, Kemingking Dalam, dan Kemingking Luar.
Dilansir dari laman Wonderful Indonesia Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), dari barat ke timur tepian Sungai Batanghari, kompleks Candi Muaro membentang sepanjang 7,5 kilometer.
Di kawasan ini, terdapat 11 candi utama, namun diperkirakan masih terdapat 82 reruntuhan yang tertimbun dalam gundukan-gundukan tanah yang belum diekskavasi.
Sementara situs Percandian Muara Jambi sendiri memiliki luas 3.981 ha. Ini menjadikannya sebagai komplek percandian terluas di Indonesia, bahkan terbesar di Asia dan satu-satunya kota percandian Pulau Sumatera yang terpelihara dan terawat. (Pusparani & Andriani, 2018).
Selain percandian, di kawasan situs Candi Muaro Jambi juga terdapat danau, kolam-kolam kuno, dan parit-parit buatan yang terhubung dengan sungai yang bermuara di jantung pelayaran Sungai Batanghari. Pada bulan Desember hingga awal Februari, sejumlah area jalan setapak yang ada, digenangi air yang pada beberapa tempat cukup tinggi.
Dagang di perahu
Namun, kondisi ini malah bisa dimanfaatkan sebagai spot rekreasi dengan perahu. Di perahu yang berputar di area genangan itu, warga setempat berdagang makanan di perahu.
Seperti yang dilakukan Jamilah dan putrinya yang baru lulus dari sekolah tinggi kesehatan, berjualan makanan khas Jambi, ketan janda dan susu gadis. Panganan ketan janda ini, berupa ketan yang dimasak tanpa bumbu, namun disajikan dengan parutan kelapa dan sambal tempe teri dan kacang tanah.
Gabungan spot tersebut dalam kompleks percandian merupakan satu kesatuan jika dikaitkan dengan konsepsi kosmologis dalam kepercayaan Buddhisme.