Tulisan ini terinspirasi oleh kenyataan bahwa banyak di antara kita, bahkan mungkin diri kita sendiri yang seringkali lupa untuk bersyukur ketika mendapat nikmat dari Allah Swt. Bahkan sekadar untuk mengucap “Alhamdulillah” saja, mulut kita seolah terkunci rapat, tertutupi oleh kesombongan kita.
Ketika kita mendapat rezeki, baik dalam bentuk materi atau yang lainnya, seringkali kita menganggap hal itu biasa dan wajar belaka. Sehingga, alih-alih kita mensyukurinya dengan mengucap “Alhamdulillah”, atau bahkan lebih dari itu, kita justru membiarkan rezeki yang kita terima itu berlalu begitu saja.
Padahal mensyukuri nikmat, sekecil apa pun nikmat itu— hakekatnya tidak ada nikmat yang kecil, semua nikmat itu anugerah yang besar dari Allah Swt— adalah kunci hidup bahagia.
Orang yang pandai bersyukur adalah orang yang paling bahagia. Dan Allah SWT akan semakin menambah kebahagiaannya dengan melimpahkan nikmat yang lebih besar lagi.
Sebaliknya, orang yang tidak pandai bersyukur, atau lebih tepatnya orang yang kufur nikmat adalah orang yang paling menderita. Dan Allah Swt akan semakin menambah penderitaannya dengan mengurangi nikmat kepadanya, sebagai balasan atas sikapnya yang selalu merasa kurang. Bahkan tidak menutup kemungkinan, Allah akan mencabut nikmat-Nya dari orang tersebut karena tiadanya rasa syukur pada dirinya.
Tentang sedikitnya hamba Allah yang pandai bersyukur memang dinyatakan dalam Al-Qur’an. “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur” (QS Saba’ : 13).
Ayat tersebut menegaskan bahwa limpahan nikmat yang Allah berikan kepada para hamba-Nya, seringkali diabaikan bahkan dilupakan dengan
ketiadaan rasa syukur dari para hamba-Nya.
Ya, alangkah baiknya jika kita mau merenungi firman Allah di atas. Apakah kita termasuk ke dalam kelompok yang sedikit yang selalu mensyukuri nikmat, ataukah justru termasuk ke dalam kelompok yang banyak yang mengkufuri nikmat?
Jawaban atas pertanyaan itu ada pada diri kita masing-masing. Ucapan, tindakan serta sikap kita ketika menerima nikmat itulah yang menjadi jawabannya.
Ucapan, tindakan serta sikap kita ketika menerima nikmat itu akan menentukan apakah kita termasuk orang yang bahagia atau menderita.
Mari kita renungkan bersama.
* Ruang Inspirasi, Jumat, 6 Desember 2019.