JAKARTA, MENARA62.COM – Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan pengakuan dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) terhadap warisan takbenda tidak mengatur tentang hak cipta bahwa kebudayaan itu ekslusif milik satu negara.
“Dasar warisan budaya takbenda itu milik masyarakat, dia tidak melihat negara sebagai pemilik eksklusif dari kebudayaan itu. Tetapi warisan budaya tak benda itu milik masyarakat,” kata Hilmar menanggapi keputusan UNESCO memasukkan “Tradisi Pencak Silat” dari Indonesia dan “Silat” dari Malaysia sebagai daftar representatif warisan takbenda kemanusiaan dunia, Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Jumat (13/12/2019).
Menurutnya kebingungan masyarakat atas tradisi pencak silat yang diajukan Indonesia dan silat yang diajukan Malaysia tak perlu diperdebatkan, karena warisan budaya takbenda adalah milik masyarakat, sementara negara hanya memfasilitasi masyarakat untuk mengajukan warisan itu ke UNESCO.
“Ratusan tahun lalu masyarakat kita kan juga berdiaspora, mereka pindah ke tanah Malaysia membawa kebiasaannya. Jadi wajar saja kalau di sana juga tumbuh yang namanya silat,” kata Hilmar.
Pada awalnya Indonesia telah mengajak Malaysia untuk mengajukan silat bersama-sama ke UNESCO, namun karena perbedaan pandangan maka masing-masing negara akhirnya mengajukan sendiri-sendiri.
Sesuai konvensi UNESCO 2003, dalam penetapan daftar representatif itu UNESCO melihat praktik-praktik dalam masyarakat yang dapat berkontribusi terhadap nilai kemanusiaan.
“Jadi pengakuan ini tidak ada urusannya dengan hak eksklusif atau komersialisasi bahwa silat hanya Indonesia yang boleh menggunakannya dan yang lain enggak. Tujuan ini adalah bagaimana warisan budaya takbenda dapat menyumbang perdamaian, stabilitas, pembangunan dan pada akhirnya kemanusiaan,” kata dia.
Pada Kamis (12/12), UNESCO telah menetapkan “Tradisi Pencak Silat” yang diajukan Indonesia dan “Silat” yang diajukan Malaysia sebagai daftar representatif warisan takbenda kemanusiaan dunia.
Hilmar menyebut ada perbedaan yang diajukan kedua negara, “Tradisi Pencak Silat” yang diajukan oleh Indonesia lebih kepada nilai-nilai budaya yang luas, seperti seni, filosfi hidup, nilai spiritual dan juga sebagai bela diri. Sedangkan “Silat” yang diajukan oleh Malaysia lebih kepada silat sebagai bela diri dan olahraga.