JAKARTA, MENARA62.COM– Kampus merupakan lembaga pendidikan yang dihuni oleh masyarakat yang sangat heterogen. Jika tidak dikelola dengan baik, maka heterogenitas dikampus bisa disalahgunakan untuk tumbuhnya berbagai paham radikalisme dan intoleransi.
Karena itu, untuk menekan potensi radikalisme dan intoleransi di kampus, Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Prof Suyatno menilai perlunya mahasiswa disatukan dalam kehidupan asrama. Dengan hidup bersama di asrama, maka kegiatan mahasiswa di luar kampus bisa dikontrol dengan baik.
“Jika mahasiswa tinggal di kost, atau kontrakan maka kecenderungannya adalah mencari kost atau kontrakan yang satu kelompok,” kata Prof Suyatno usai mengikuti upacara Hari Lahir Pancasila di halaman Kementerian Luar Negeri, Kamis (1/6/2017).
Ide meng-asramakan mahasiswa ini sudah dilakukan di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) yang dipimpinnya. Dengan kapasitas 400 kamar, program asrama mahasiswa untuk sementara hanya diperuntukan bagi mahasiswa semester satu yang berasal dari luar kota.
Selama hidup di asrama, berbagai nilai-nilai keberagaman, nilai-nilai toleransi dan keagamaan ditanamkan oleh pihak kampus. Asrama mahasiswa ini berada dalam unit Keislaman Uhamka.
Suyatno mengakui saat ini sudah banyak kampus yang memiliki asrama. Tetapi karena keterbatasan kapasitas, rata-rata asrama hanya diperuntukan bagi mahasiswa dari luar daerah. Itupun pendaftarannya cukup antre dan harus melalui seleksi ketat.
Bagi Suyatno, ide hidup di asrama bagi mahasiswa adalah hal yang strategis untuk membina mahasiswa baru dan menanamkan pemahaman akan arti kebhinekaan. Tetapi jika harus diimplementasikan bagi semua mahasiswa, biayanya cukup mahal dan itu tentu diluar kemampuan anggaran pemerintah.
“Kita memiliki mahasiswa sekitar 6 atau 7 juta mahasiswa. Untuk mengasramakan mereka tentu biayanya nggak murah,” lanjutnya.
Diakui saat ini paham radikalisme dan gejala intoleran sudah masuk ke kampus-kampus. Karena itu semua rektor anggota FRI dihimbau untuk hati-hati dan waspada.
“Kita mendukung seruan Menristekdikti untuk menolak segala paham radikalisme dan intolerasi didalam kampus, dengan berbagai cara dan upaya,” tutup Suyatno.