28.9 C
Jakarta

Tantangan Muhammadiyah Dalam Peran Kesemestaan

Menyambut Milad Muhammadiyah ke 110

Baca Juga:

Hari ini (8 Dzulhijjah 1440 H) Persyarikatan Muhammadiyah genap berusia 110 tahun berdasarkan hitungan hijriyah. Insya Allah satu tahun lagi Muhammadiyah akan menggelar perhelatan Muktamar Muhammadiyah ke 48 yang akan mengangkat tema “Memajukan Indonesia Mencerahkan Semesta”.

Tema ini diambil tentu bukan tanpa maksud. Muhammadiyah ingin menunjukkan dua peran yang selama ini sudah dijalankan; 1) Menjadi bagian penting dari proses merawat, mengembangkan, dan memajukan bangsa Indonesia. 2) Ikut berperan dalam menciptakan kesejahteraan dan perdamaian dunia. Keduanya sudah layak menjadi visi Muhammadiyah yang telah memasuki usia lebih dari satu abad. Tetapi visi itu sekaligus merupakan perwujudan dari tugas dan fungsi kekhalifahan sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah ayat 30:

وَاِذْ قَا لَ رَبُّكَ لِلْمَلٰٓئِكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَا لُوْۤا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ ۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَـكَ ۗ قَا لَ اِنِّيْۤ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Saat ini peran Muhammadiyah dalam arena kebangsaan sudah sangat dirasakan. Kiprah Muhammadiyah yang telah dimulai sejak zaman Kolonial Hindia Belanda (1912) hingga sekarang ini sudah tidak diragukan lagi. Andil Muhammadiyah melalui peran kelembagaan maupun melalui peran kader dan tokoh-tokohnya telah memberi kontribusi positif yang tak terhitung nilainya bagi kemajuan bangsa Indonesia. Lalu bagaimana peran Muhammadiyah dalam skala global?

Meskipun belum terlalu banyak, namun jejak-jejak ke arah peran global telah dirintis oleh Muhammadiyah. Salah satu peran global yang telah diperankan Muhammadiyah adalah melalui duta budaya Tapak Suci Putra Muhammadiyah Pendekar Joko Suseno yang telah memperkenalkan seni bela diri pencak silat di Eropa. Sebagai salah satu Organisasi Otonom Muhammadiyah di bidang olah raga dan seni bela diri, Tapak Suci lewat dutanya Pendekar Joko memiliki banyak murid dan anggota dari warga Eropa. Meskipun dalam bentuk olah raga dan seni bela diri, Tapak Suci juga secara tidak langsung mendakwahkan Islam lewat kegiatannya. Tidak sedikit murid dan anggota Tapak Suci yang kemudian memeluk agama Islam setelah mempelajari nilai-nilai Islami yang diajarkan lewat Tapak Suci.

Muhammadiyah juga telah go internasional lewat aksi Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan Muhammadiyah Aid. MDMC telah terlibat dalam penanganan berbagai bencana alam maupun sosial di kawasan Asia khususnya Asia Tenggara, seperti gempa bumi di Nepal, dan masalah kemanusiaan Rohingya.

Saat ini Muhammadiyah juga telah membuka puluhan Cabang dan Ranting Istimewa Muhammadiyah di berbagai negara. Tidak kurang dari 50 PCIM dan PRIM yang sekarang aktif dengan berbagai kegiatan. Sayangnya, karena masih terkendala dengan aturan PCIM masih terbatas merekrut anggota Muhammadiyah yang berasal dari Indonesia (WNI) saja, sehingga belum bisa berdakwah secara lebih leluasa kepada warga negara tempat PCIM itu berada.

Masih Sporadis

Peran Muhammadiyah secara global memang sudah saatnya dipikirkan secara serius. Saat ini ada kendala bahwa untuk menjadi anggota Muhammadiyah haruslah menjadi WNI. Hal ini perlu dicarikan jalan keluar agar Muhammadiyah bisa juga berdakwah kepada warga dunia yang lebih luas.

Saat ini ada Muhammadiyah Singapura yang secara kelembagaan berdiri sendiri tetapi memiliki hubungan historis, ideologis, dan emosional dengan Muhammadiyah di Indonesia. Muhammadiyah di Singapura didirikan oleh cucu KH Ahmad Dahlan (Siti Maysaroh) yang menikah dengan warga negara Singapura. Dalam setiap event besar Muhammadiyah seperti Muktamar, selalu mengundang Muhammadiyah Singapura sebagai peninjau. Saat ini juga sedang dirintis Muhammadiyah Thailand yang kebetulan juga diinisiasi oleh beberapa keturunan KH Ahmad Dahlan yang telah menjadi warga negara Thailand. Muhammadiyah Thailand juga statusnya sebagai lembaga yang berdiri sendiri.

Melihat keberadaan Muhammadiyah di Singapura dan Thailand, masih terkesan keberadaannya bersifat sporadis, spontan dan individual. Satu sisi yang demikian itu menunjukkan sikap Muhammadiyah yang cenderung moderat. Berkembangnya Muhammadiyah di luar Indonesia bukanlah sebuah agenda agresif Muhammadiyah yang ingin memaksakan gagasan dan idenya.

Namun pada sisi lain kita juga melihat bahwa dalam situasi global dakwah Islam ternyata juga diekspresikan secara ekstrem oleh sebagian umatnya, sehingga kehadiran dakwah Islam lewat Muhammadiyah dapat menjadi sebuah alternatif berbeda tentang wajah Islam. Saya berkeyakinan ketika Muhammadiyah mencoba membuka diri lebih global maka akan banyak disambut oleh masyarakat dunia yang bisa jadi memiliki kecenderungan pemikiran yang seide dan sejalan dengan Muhammadiyah. Oleh karena itu tidak ada salahnya jika Muhammadiyah lebih berani untuk tampil dan membuka diri dengan dasar niat akan membawa manfaat yang lebih luas bagi masyarakat dunia. Dan untuk menuju kesana dibutuhkan sebuah perencanaan dan strategi yang lebih matang.

Perlu power

Untuk bisa berperan lebih global memang tidak cukup dengan gagasan dan konsep, tapi juga dibutuhkan kemampuan sumber daya. Al Qur’an sendiri mengisyaratkan agar manusia menyiapkan sumber daya jika ingin menguasai dunia dan langit semesta. Sebagaimana firman Allah:

يٰمَعْشَرَ الْجِنِّ وَا لْاِنْسِ اِنِ اسْتَطَعْتُمْ اَنْ تَنْفُذُوْا مِنْ اَقْطَارِ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَرْضِ فَا نْفُذُوْا ۗ لَا تَنْفُذُوْنَ اِلَّا بِسُلْطٰنٍ ۚ

“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah).”
(QS. Ar-Rahman 55: Ayat 33)

Merujuk dari ayat tersebut, jika Muhammadiyah ingin “mencerahkan semesta”, yang berarti ingin berperan dan mewarnai dunia global, maka syaratnya harus memiliki “sulthan” yang diterjemahkan menjadi power/kekuatan. Sulthan dalam makna yang lain juga berarti “hujjah/bukti yang kuat” yang bisa dimaknai juga sebagai penguasaan atas ilmu pengetahuan. Tidak bisa dipungkiri bahwa suatu bangsa atau sekelompok manusia yang bisa menguasai dunia memang harus terlebih dahulu unggul dalam ilmu dan penguasaan sumber daya. Sumber daya disini lebih tepatnya sumber daya manusia, sebab penguasaan terhadap sumber daya yang lain (sumber daya alam, finansial, dll) sangat ditentukan oleh sumber daya manusia.

Secara potensial sebenarnya Muhammadiyah telah memiliki sumber daya manusia yang relatif cukup baik. Kekuatan Muhammadiyah bukan hanya dari segi kuantitas atau jumlah anggotanya, tetapi lebih kepada kualitas anggotanya. Baru-baru ini Muhammadiyah telah mengumpulkan anggotanya yang punya gelar Guru Besar atau Professor yang ternyata jumlahnya hampir 300 orang. Meskipun ukuran kecerdasan tidak bisa semata-mata diukur dari gelar akademis, tetapi harus diakui, sebuah organisasi (yang bukan organisasi profesi atau akademik) memiliki jumlah guru besar sebanyak itu adalah “sesuatu banget”. Apalagi Muhammadiyah memang diakui sebagai organisasi yang memiliki banyak karya di bidang pendidikan dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi. Tentu ini semua potensi yang luar biasa jika Muhammadiyah sanggup mendinamiskan dan mengoptimalkannya.

Sebagai organisasi Muhammadiyah juga memiliki ‘kekayaan’ yang luar biasa. Bahkan karena besarnya ‘kekayaan’ itu menyebabkan Muhammadiyah jadi incaran pajak yang sekarang sedang digencarkan oleh pemerintah Indonesia. Muhammadiyah memiliki ‘kekayaan’ yang luar biasa tersebut ternyata bukan berangkat dari pengelolaan bisnis atau usaha ekonomi. Jika digunakan pendekatan manajemen bisnis dan keuangan, mungkin sebagian besar usaha Muhammadiyah tidak termasuk dalam kategori ‘menguntungkan’.

Kekayaan Muhammadiyah semakin membesar karena Muhammadiyah dijadikan sebagai ladang beramal bagi anggotanya. Tidak sedikit warga Muhammadiyah yang mewakafkan tanah dan harta kekayaan lainnya ke Muhammadiyah. Warga Muhammadiyah juga terkenal bersemangat dalam berinfaq shadaqah bagi kelangsungan amal usahanya. Keadaan inilah yang bisa menjelaskan mengapa amal usaha Muhammadiyah terus
selalu hidup dan berkembang.

Menjelang Muktamar Muhammadiyah ke 44 tahun 2000, ada sebuah seminar di UMY yang salah satu pembicaranya Prof Dr Musa Asy’ari menyebutkan bahwa Muhammadiyah sudah layak disebut sebagai negara kecuali minus dua hal; teritorial dan mata uang. Menurut Musa Asy’ari Muhammadiyah telah bergerak seperti sebuah negara dalam negara. Muhammadiyah telah punya tradisi birokrasi yang bagus dan tertib hampir menyamai praktek kenegaraan. Muhammadiyah bukanlah organisasi yang tergantung kepada individu tetapi sudah memiliki mekanisme organisasi yang cukup kuat dan handal.

Menurut Musa Asy’ari, ke depan Muhammadiyah punya potensi berkembang seperti Katholik Vatikan, sebuah organisasi Agama yang memiliki perwakilan di hampir seluruh negara di dunia. Begitu kuatnya pengaruh Vatikan kepada ummatnya, bahkan dalam urusan seperti perceraian pun ummat Katholik harus menunggu izin dari Vatikan.

Perlu Sinergi dan Terobosan

Jika melihat potensi yang dimilikinya, Muhammadiyah sangat mungkin untuk bisa menjadi organisasi yang mendunia. Kelemahan Muhammadiyah saat ini terutama dalam hal mensinergikan kekuatannya. Kecenderungan untuk bersama-sama membangun kekuatan masih belum begitu terasa. Hal ini tidak lepas dari proses berdirinya amal usaha Muhammadiyah yang biasanya berawal dari inisiatif dari bawah dan kemudian berkembang menjadi besar. Keadaan ini memungkinkan lahirnya raja-raja kecil yang kadang tidak mudah diikat dalam sebuah aturan main bersama yang disepakati. Allahuyarham Pak AR Fachruddin, mantan Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah terlama (1968-1990) menyebut Muhammadiyah ibarat gajah bengkak yang kesulitan bergerak. Muhammadiyah juga sering disebut Pak AR dalam situasi “godhal-gadhul” yang kira-kira terjemahan bebasnya adalah situasi serba tanggung untuk bergerak dan melangkah.

Namun persoalan yang melanda Muhammadiyah sebenarnya bisa diatasi jika ada kemauan keras dan keberanian membuat terobosan. Tentu dalam hal ini peran Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai dirigent sangatlah penting dan strategis. Pimpinan Pusat Muhammadiyah perlu lebih banyak menyusun dan merumuskan konsep sinergi Muhammadiyah yang tetap nyaman dirasakan oleh Muhammadiyah di bawah, bahkan kalau bisa malah menguntungkan. Jika itu bisa terjadi maka kemauan untuk lebih bersinergi akan semakin berkembang.

Salah satu potensi Muhammadiyah yang bisa dikembangkan adalah dalam soal keuangan. Ada seorang teman yang pernah bekerja di sebuah bank BUMN mengatakan bahwa perputaran dana dari rekening yang menggunakan nama Muhammadiyah tidak kurang dari 2 triliun rupiah per bulan. Ini baru satu bank saja. Tidak menutup kemungkinan jika digabung dengan bank-bank yang lain maka tidak kurang ada 5 triliun rupiah per bulan. Sayangnya dengan perputaran dana sebesar itu Muhammadiyah belum bisa mengambil keuntungan atau manfaatnya secara optimal.

Potensi lain yang dimiliki Muhammadiyah adalah tanah atau lahan wakaf. Saat ini tercatat hampir dua juta hektar tanah wakaf yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Sayangnya tanah wakaf seluas itu belum semuanya bisa termanfaatkan. Bahkan masih ada seperempatnya yang dalam status belum terselesaikan. Salah satu kendala mengapa banyak tanah wakaf yang belum bisa diberdayakan karena tidak semua tanah wakaf berada dalam kondisi yang siap dimanfaatkan.

Wasiat atau permintaan pewakaf tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Muhammadiyah dalam pengelolaannya. Meskipun secara total tanah wakaf Muhammadiyah begitu luas, tetapi dalam pengelolaannya tetap menjadi wewenang dan tanggung jawab masing-masing jenjang pimpinan yang mendapatkan mandat wakaf tersebut. Sementara tidak semua pimpinan Muhammadiyah punya kemampuan mengelolanya.

Dari penjelasan di atas sangat jelas betapa Muhammadiyah berpotensi untuk berkembang lebih pesat dan dahsyat. Tapi memang tidak semudah membalik tangan untuk bisa membawa Muhammadiyah ‘tinggal landas’ menjadi gerakan pencerah semesta. Perlu kepemimpinan kuat agar ‘pesawat super jumbo” Muhammadiyah bisa terbang dengan kekuatan penuh. Kepemimpinan kuat bukan berarti terselesaikan dengan satu figur hebat, tetapi yang lebih dibutuhkan adalah kepemimpinan yang memiliki kekompakan dan kebersamaan untuk saling mendorong menuju perubahan.

Saya percaya bahwa lahirnya Muhammadiyah ditakdirkan Allah SWT agar bisa menjadi “Sang Pencerah” bagi umat manusia. Tidak hanya di bumi Nusantara, tapi juga di seluruh alam semesta. Wallahu a’lam.

Penulis: Muhammad Izzul Muslimin

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!