Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebutkan, ada lima pondasi Islam berkemajuan yang menjadi karakter Muhammadiyah. Pandangan ini terinspirasi dari tulisan Kyai Syuja’, murid KH Ahmad Dahlan yang menuliskan dalam buku tentang Islam Berkemajuan. Buku yang mengisahkan perjuangan KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah masa awal. Buku ini diterbitkan oleh al-Wasath. Pandangan Abdul Mu’ti ini, dituangkan pada bagian pengantar buku tersebut.
Kelima pondasi itu adalah, tauhid yang murni; memahami al-Qur’an dan sunnah secara mendalam; melembagakan amal shalih yang fungsional dan solutif; berorientasi kekinian dan masa depan; dan bersikap toleran, moderat dan suka bekerjasama.
Tauhid yang murni, menjadi pondasi pertama. Tauhid adalah doktrin sentral ajaran Islam. Tauhid adalah pintu gerbang Islam. Salah satu misi utama Muhammadiyah adalah menegakkan tauhid yang murni. Muhammadiyah seringkali disebut sebagai gerakan Islam puritan karena keteguhannya dalam mengajak masyarakat untuk senantiasa berpegang pada akidah yang luruh, bersih dari anasir yang merusak.
Akidah Murni
Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengajak masyarakat kepada akidah yang murni dan meninggalkan perbuatan yang merusak iman adalah, dengan melarang ziarah kubur.
Sekitar tahun 1906, Kyai Dahlan dengan berani mengatakan: “ziarah kubur kufur, ziarah kubur musyrik, dan ziarah kubur haram”. Karena kenyataan itu, Kyai Dahlan mendapat tantangan keras. Selain dituduh sebagai kyai mu’tazilah, Kyai Dahlan dan Muhammadiyah juga disebut-sebut sebagai gerakan kaum Wahabi. Tuduhan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Wahabi tidak hanya berkembang di tanah air, bahkan sampai beredar dikalangan mukimin Indonesia di Mekah, Arab Saudi.
Perihal tuduhan Muhammadiyah sebagai gerakan Wahabi, dijelaskan Kyai Syuja’. Beberapa hari setelah mengurus kematian Wiryopertomo, petugas haji dari Muhammadiyah, Kyai Syuja’ didatangi oleh beberapa ulama nusantara yang bermukim di Mekah. Selain bertanya mengenai pengurusan kematian Wiryopertomo, mereka juga menyelidiki “ideologi” Muhammadiyah yang dicurigai sebagai Wahabi. Seorang Arab Bahladi (asli/pribumi) menyampaikan kepada Kyai Muhtaram, seorang ulama dari Banyumas, bahwa sudah ada orang Wahabi yang menyelundup masuk ke Mekah.
Orang Arab itu juga mengatakan, bahwa orang Wahabi yang menyelundup itu adalah orang Jawayang beralahdari Jamiyah Muhammadiyah. Selain karena berbeda denganpaham umat Islam pada umumnya, kecurigaan kepada Wahabi juga disebabkan oleh faktor politik. Arab Saudi yang pada saat itu masih dikuasi oleh Turki Ottoman, sedang mendapatkan perlawanan dari kabilah Ibn Saud yang berpaham Wahabi.
Bagi Muhammadiyah, larangan ziarah adalah salah satu cara untuk memelihara kemurnian akidah, bukan substansi ajaran. Karena itu, jika umat Islam bisa menjaga kemurnian akidahnya dan melaksanakan ziarah kubur sesuai dengan syariat Islam, maka ziarah kubur diperbolehkan. Pada masa awal, Rasulullah melarang ziarah kubur. Tetapi, ketika akidah umat telah kuat dan tidak terjerumus kepada pemujaan dan kemusyrikan, Rasulullah justru menganjurkan ziarah kubur.
Dengan Tauhid yang murni, manusia bisa mendapatkan kekuatan dalam hidup. Tauhid membentuk manusia yang berjiwa merdeka. Keyakinannya kepada Allah dengan segala sifat-sifat dan keagungan-Nya, membuat manusia tabah menghadapi berbagai kesulitan hidup, berbuat baik kepada sesama dan tidak takabur ketika sedang berkuasa. Kesadaran Tauhid inilah yang melandasi perlawanan Muhammadiyah kepada kolonialisme Belanda. Kolonialise adalah perbuatan yang bertentangan dengan Tauhid. Prinsi ini sekaligus menjelaskan bahwa sikap keras Muhammadiyah kepada Belanda, bukan disebabkan karena mereka beragama Kristen, tetapi karena mereka menjajah dan mengeksploitasi sesama manusia.
Karena itu, beberapa literatur yang menyebutkan alasan pendirian Muhammadiyah adalah untuk melawan misi Kristen perlu dikaji kembali karena validitas historisnya cenderung lemah. Jika memang Muhammadiyah anti Kristen, mengapa Kyai Dahlan mengizinkan murid-murid Kristen mengikuti pelajaran Agama Islam yang diselenggarakannya di OSVIA Magelang atau Kweekschool di Jetis, Yogyakarta.
Penulis: Dr Abdul Mu’ti MEd/Sekretaris Umum PP Muhammadiyah