31.9 C
Jakarta

Tetap Bersahaja dan Memilih Tinggal di Surabaya

Baca Juga:

“Mas Nadjikh gak cari rumah di Jakarta saja, daripada wira-wiri nang Jakarta?” tanya saya saat diundang makan siang di Hotel Peninsula Jakarta. Kala itu tahun 2017, pemilik sekaligus CEO PT Kelola Mina Laut (KML) ini sudah sekitar dua tahun diangkat menjadi anggota KEIN (Komite Ekonomi dan Industri Nasional), sebuah lembaga negara yang memberikan masukan kepada Presiden terkait kebijakan di bidang ekonomi dan industri.

Lah ulah opo urip nang Jakarta. Enak ngene wae, manggon nang hotel. Praktis. Jakarta macet,” jawab Mas Najikh dengan nada bercanda. Memang saat ngobrol dengan saya, banyak diselingi obrolan dalam Bahasa Jawa logat Suroboyo. Dengan frekuensi perjalanan Jakarta-Surabaya yang sangat sering, saya lihat Mas Nadjikh selalu tinggal di hotel. Salah satu hotel favorit beliau jika di Jakarta adalah Hotel Peninsula, kawasan Slipi.

Saya mengenal pengusaha besar asal Gresik ini sudah cukup lama, sekitar 15 tahun lalu, saat saya masih menjadi redaktur desk ekonomi dan bisnis di Jawa Pos. Mas Najikh tidak terlalu suka publikasi. Saya ingat, dalam sebuah kesempatan, saya ingin mewawancarai beliau tentang sektor perikanan. Beliau bersedia untuk bertemu di salah satu rumah makan di Surabaya, ngobrol gayeng, tapi sebelum saya pamit pulang selalu berpesan “Mas omonganku gak usah ditulis, sebagai diskusi saja.” Jadi praktis, sejak mengenal beliau sampai saya pensiun sebagai wartawan tahun 2009, tidak pernah satu pun menulis berita dengan narasumber M Nadjikh.

Perusahaan Mas Nadjikh PT Kelola Mina Laut (KML) adalah salah satu perusahaan cold storage besar di Indonesia. Bersama Kurniawan Muhammad (teman satu angkatan di Jawa Pos yang sekarang menjadi Direktur Jawa Pos Radar Malang), kami berkesempatan berkunjung ke pabrik PT KML di Gresik. Mas Nadjikh ngobrol panjang lebar tentang sejarah dia mendirikan KML, bagaimana mengembangkan kemitraan dengan nelayan setempat, hingga sukses menembus pasar ekspor. “Tidak mudah produk ikan beku kita bisa masuk pasar ekspor seperti Jepang, standar mutu mereka sangat tinggi,” kata Mas Nadjikh.

Pulang dari kunjungan tersebut, saya dan Kurniawan Muhammad mendapat oleh-oleh berbagai merek produk makanan beku produksi KML. Mas Nadjikh berpesan kepada kami, “Itu contoh produk Mas, sampeyan coba dan nanti pikirkan bagaimana sampeyan bisa menjadi distributor saya,” kata Nadjikh. Meski cukup antusias mendapatkan peluang menjadi distributor produk KML, tapi kami tidak pernah merealisasikannya. Karena saat itu kami lebih asyik menikmati hidup menjadi seorang jurnalis.

Tahun 2009, saya pensiun menjadi wartawan, beralih profesi sebagai seorang praktisi komunikasi, dan hijrah ke Jakarta. Namun Mas Nadjikh tetap membuka silaturahmi dengan saya. “Ada teman baikku waktu kuliah di sana (grup perusahaan tempat saya bekerja sekarang), namanya Yulian Warman. Salamku,” kata Mas Nadjikh lewat telepon.

“Wah itu orang ulet Mas. Dulu waktu kuliah hidupnya susah, sampai buka usaha fotokopi,” kisah Yulian Warman, teman satu kelas Mas Nadjikh di IPB, usai menyampaikan salam. Mas Yulian Warman sendiri adalah pimpinan saya di divisi komunikasi di holding company tempat saya bekerja di Jakarta. Komunikasi dengan Mas Nadjikh terus berlanjut hingga beberapa bulan sebelum akhir hayat beliau. Kadang kami hanya bertukar pesan WA, kadang Mas Nadjikh sekadar menelepon saya, kadang juga mengundang makan baik untuk ngobrol santai maupun berdiskusi tentang sesuatu yang agak serius.

Satu lagi hal yang tidak akan saya lupakan tentang Mas Nadjikh. “Mas Tofan, kalau sampeyan ikut saya, kira-kira yang pas pegang divisi apa? InshaAllah, kami mau go public. Pokoknya sampeyan nanti bantu saya,” kata Mas Nadjikh. Itu sekitar tahun 2015. Mas Nadjikh ingat saya ketika mencari pro hire, karena kalau saya tidak salah seperti yang pernah beliau sampaikan ke saya meski dengan nada bercanda, nama Direktur HRD PT KML juga Tofan.

“Siap Mas Nadjikh. saya siap di HRD. Tapi yang ngurusi go public dan pegang hubungan investor, saya juga siap,” jawab saya.

Rencana go public itu pernah disampaikan agak panjang lebar ke saya. Bahkan rencana beliau, PT KML akan mencatatkan sahamnya di bursa efek luar negeri, Singapura atau Hongkong. Namun, entah karena alasan apa, hingga Mas Nadjikh wafat renaca PT KML untuk go public belum terealisasikan.

Saya selalu salut dan hormat kepada orang-orang hebat namun tetap rendah hati dan bersahaja. Kepada sosok seperti ini selalu saya jadikan contoh dan teladan kepada keluarga dan kepada tim di kantor. Selain Pak Dahlan Iskan, saya juga mengenal beberapa orang yang saya nilai hebat yang bisa menunjukkan sikap hangat, rendah hati, dan tetap mampu menghargai orang lain. Mas Nadjikh adalah salah satu dari orang hebat itu. Beliau bukan saja seorang miliarder, pengusaha Muslim yang sukses, tokoh Muhammadiyah, dan memiliki jabatan publik sebagai anggota KEIN (2016-2019), tetapi Mas Nadjikh juga adalah inspirasi bagi kita semua. Bagi kita yang merindukan kesuksesan dan merindukan peran untuk bisa berbagi dengan sesama.

“Mas hidup itu harus punya tujuan, di dunia kaya raya (sehingga bisa berbuat kepada orang lain), di akhirat nanti masuk surga. Ya toh,” kata Mas Nadjikh sambil menepuk pundak saya.

Selamat jalan Mas Nadjkh. Panjenengan orang baik dan inshaAllah husnul khotimah. (tofan.mahdi@gmail.com)

Penulis: Tofan Mahdi, Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos tahun 2007

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!