JAKARTA, MENARA62.COM-Setiap negara harus memiliki kemampuan untuk merespon dan mendeteksi penyakit yang mewabah di dunia seperti HIV/AIDS, Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS), Sindrom Pernapasan di Timur Tengah (MERS-Cov), virus flu burung (H5N1), dan influenza H1N1 2009 maupun wabah Ebola di Afrika Barat. Sebab cepatnya penyebaran wabah penyakit tersebut dapat menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat, ekonomi, stabilitas politik dan pembangunan.
“Penularan penyakit baik yang baru muncul atau emerging threats atau muncul kembali (re-emerging diseases) harus dimiliki setiap negara,” papar Deputi bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK, Sigit Priohutomo saat membuka Pertemuan Tahunan ke-3 Perencanaan Strategis Ancaman Pandemi yang Muncul yang diselenggarakan oleh USAID dan Kemenko PMK, Rabu (19/7).
Pertemuan yang digelar sejak kemarin dan hari ini berlangsung di Aula Heritage gedung Kemenko PMK, Jakarta dan dihadiri oleh Wakil Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta, Brian Mcfeeters, Para Petinggi USAID, Deputi bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK, Sigit Priohutomo dan jajarannya di Kedeputian III Kemenko PMK, para rekan kerja USAID, dan para perwakilan K/L terkait.
Indonesia sendiri punya peran penting baik di tingkat regional maupun global untuk mencegah dan mengendalikan ancaman infeksi dan wabah dari penyakit zoonosis. Letak geografis Indonesia yang unik di jalur khatulistiwa menjadikannya kantung penyakit menular yang baru muncul karena iklim, keanekaragaman hayati, dan dekatnya interaksi antara manusia dan satwa liar. Sejak tahun 2015, Indonesia terus berupaya menangani Avian dan wabah influenza yang kini meluas menjadi penyakit menular yang baru muncul (EIDs) dan menjadi salah satu Agenda Keamanan Kesehatan Global (GHSA).
Untuk mengurangi dampak ancaman kesehatan masyarakat, ekonomi, bahkan stabilitas sosial dari wabah penyakit bersumber dari hewan ini, Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) meluncurkan Program bernama Emerging Pandemic Threats 2 (EPT-2) di tahun 2015. EPT-2 merupakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat melalui USAID yang dilakukan karena kesamaan tujuan untuk mencegah, mendeteksi, dan melakukan respon terhadap penyakit zoonosis dan penyakit infeksi yang baru muncul (emerging). EPT-1 dinilai telah berhasil mencegah penyakit, surveilans, pelatihan, dan penanggulangan kejadian luar biasa, lalu dilanjutkan dengan EPT-2.
EPT-2 dalam pelaksanaan kegiatannya melibatkan berbagai kementerian terkait, perguruan tinggi, lembaga penelitian, pemerintah daerah, badan-badan lnternasional (WHO, FAO, DFAT, dan CDC) dan pemangku kepentingan lainnya. Untuk memastikan pelaksanaan kegiatan terkoordinasi dengan baik dan hasil kegiatan berkontribusi terhadap pencapaian sasaran pembangunan Pemerintah lndonesia, diperlukan koordinasi dan penyusunan rencana kerja dengan melibatkan para pihak tadi. Untuk itu, sejak kemarin (18/07) dan hari ini, digelar Pertemuan Tahunan Emerging Pandemic Threat 3 (EPT-2) yang diselenggarakan oleh USAID dan Kemenko PMK.
Sigit dalam sambutannya juga menyampaikan sejumlah harapan terhadap pertemuan tahunan ini antara lain agar para peserta pertemuan dapat meninjau kembali pencapaian dan tantangan EPT-2; mendiskusikan prioritas dan kegiatan untuk periode 2017 – September 2018; meninjau strategi dan kegiatan untuk fokus pada apa yang akan kita capai di tanggal 30 September 2019 atau di akhir program EPT ini; memastikan dan meningkatkan keselarasan kinerja dengan pemangku kepentingan utama; dan mengklarifikasi keterkaitan dengan rencana dan/atau program internasional GHSA dan lainnya.
“Diharapkan pula dalam pertemuan ini dapat terjadi interaksi antar mitra lintas sektor terkait dan mitra kerjasama EPT-2 yang efektif, untuk pada akhirnya menyepakati prioritas kegiatan pada tahun yang akan datang,” kata Sigit lagi.