BOGOR, MENARA62.COM – Kemacetan yang kerap terjadi di Jalan Raya Ciawi – Puncak, Bogor, Jawa Barat menjadi perhatian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pasalnya kemacetan selalu terjadi setiap hari, bahkan saat akhir pekan kemacetan semakin parah meskipun sudah ada pengaturan lalu lintas oleh pihak kepolisian.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah DKI – Jawa Barat Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Wilan Oktavian, mengatakan kemacetan yang terjadi akibat beban volume kendaraan yang melintas jauh melebihi kapasitas jalan sepanjang 21,78 km. Bottleneck terjadi juga karena lebar jalan tidak seragam yang kemudian diperparah oleh pertemuan simpang tidak sebidang. Hal ini menyebabkan perlambatan kendaraan yang melintas sehingga memicu kemacetan parah.
Menyikapi hal itu, Wilan menyatakan bahwa pihaknya sedang mengusulkan pelebaran jalan dan penanganan simpang tidak sebidang. Diketahui ada tiga simpang tidak sebidang yang menjadi penyebab kemacetan yaitu Simpang Pasir Muncang, Simpang Megamendung dan Simpang Cisarua. Tanpa penanganan dari tiga simpang ini titik kemacetan akan tersambung ketika akhir pekan dimana arus kendaraan yang mengarah ke puncak naik signifikan.
“Kalau bicara akhir pekan sudah nyambung titik macetnya jadi sepanjang jalur puncak itu macet, nah memang beberapa usulan yang kita usulkan adalah meningkatkan kinerja jalan di jalur puncak ini dengan terlebih dahulu harus menyelesaikan tiga titik tadi,” ucap Wilan saat ditemui di kawasan rest area Puncak oleh Forum Wartawan Pekerhaan Umum (Forwapu), Kamis (24/3/2022).
Tidak hanya itu, Wilan juga menjelaskan bahwa ada rencana lain yang sedang diusulkan agar jalur Ciawi – Puncak lebih lancar yaitu dengan membangun fly over di Ciawi. Diketahui Ciawi juga menjadi salah satu titik awal kemacetan di luar dari tiga simpang tak sebidang. Apabila usulan ini diterima, akan membantu mengurai kendaraan yang akan menuju ke puncak.
“Bentuk konstruksinya fly over rencananya di ruas jalan mengarah ke Tajur, gunanya agar arus kendaraan terpisah dengan begitu volume lalu lintas berkurang dan mengurangi kemacetan. Tetapi memang ada risiko yang ada dalam pembangunannya butuh ruang jalan lebih besar sehingga perlu pembebasan lahan,” sambung Wilan.
Ditegaskan Wilan untuk melakukan pembebasan lahan demi pembangunan fly over atau pelebaran jalan di sepanjang jalan Ciawi – Puncak dibutuhkan usaha yang keras. Sebab biaya untuk pengadaan lahan lebih besar dibandingkan untuk pelebaran jalan. Oleh sebab itu dalam kasus ini Kementerian PUPR tidak dapat bekerja sendiri. Dibutuhkan komitmen dan dukungan dari pemerintah daerah dan khususnya masyarakat pemilik lahan.
“Pembebasan lahan di puncak perlu kolaborasi semua pihak tak hanya dibutuhkan kesiapan anggaran saja tetapi juga pengkondisian masyarakat juga dibutuhkan,” lanjut Wilan.
Sementara itu dengan terselesaikannya pembangunan rest area Gunung Mas Puncak, Wilan mewanti-wanti munculnya titik kemacetan baru ketika rest area tersebut sudah beroperasi. Diperkirakan kemacetan akan terjadi di jalur ini lantaran keluar masuknya kendaraan ke rest area.
Oleh sebab itu pihaknya juga sedang membuat desain agar arus kendaraan yang akan masuk atau keluar dari rest area Puncak dapat melalui underpass. Namun rencana ini juga tengah diusulkan kepada pemerintah pusat untuk mendapatkan persetujuan. Diakui untuk menggarap proyek underpass ini relatif lebih cepat manakala pembebasan lahan bisa dilakukan.
“Ya jadi kan ketika rest area sudah diisi (aktif) nanti akan kelihatan konfliknya (kemacetan) kaya apa sehingga kita bisa tentukan juga urgensi dari underpass tadi. Namun menurut prediksi kami ini bakal menjadi titik konflik baru,” pungkas dia.