JAKARTA – Tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik dan DPR terus menurun. Bahkan dalam sepuluh terakhir ini, survei membuktikan bahwa parpol dan DPR menjadi dua hal yang menduduki peringkat terendah dalam hal kepercayaan publik.
Situasi tersebut menurut Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie sangat ironis ditengah gencarnya Indonesia membangun alam demokrasi.
“Semestinya parpol dan DPR bisa menjadi rumah rakyat, rumah yang dirindukan semua orang,” kata Grace di sela diskusi Aliansi Kebangsaan dengan insan media bertajuk Partai Politik, Ideologi, Konstitusi dan Kepemimpinan, Jumat (10/8).
Rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol dan DPR lanjut Grace bisa jadi akibat platform parpol dan DPR yang tidak sesuai harapan rakyat. Mulai dari politik uang, isu mahar politik, banyaknya elite politik yang loncat sana loncat sini berganti-ganti parpol hingga isu korupsi dan lainnya.
Padahal keberadaan parpol di Indonesia menjadi ‘pengambil keputusan’ tertinggi dibanding lembaga lain yang ada. Bahkan seorang calon presiden tidak memiliki kekuasaan sehebat parpol. Calon presiden tidak memiliki hak prerogatif menentukan sendiri calon wakilnya.
“Ujung-ujungnya harus nurut apa keputusan partai politik. Meski bisa saja sosok yang diinginkan untuk bekerjasama tidak sesuai harapan,” lanjut Grace.
Karena itu, Grace menilai pentingnya memperbaiki citra parpol melalui manajemen parpol yang baik. Manajemen ini juga terkait dengan aturan main bagi para caleg yang berada dibawah naungan partai politik tertentu. Termasuk reward dan punishman.
Grace mengatakan ada banyak kasus caleg yang bisa menggugat parpol yang mengusungnya menjadi anggota legislatif. Hal yang semestinya tidak perlu terjadi, mengingat parpol dan caleg adalah dua pihak yang saling membutuhkan.
“Nyatanya, ada legislatif yang mampu menggugat parpolnya saat parpol menjatuhkan hukuman pemecatan,” jelas Grace.
PSI sendiri telah menyusun platform dan manajemen partai sedemikian detail, penuh kehati-hatian dan sebaik mungkin. Penyusunannya melibatkan banyak ahli, cendekiawan, dan akademisi. Intinya, PSI tidak ingin ikut hanyut dalam permainan parpol yang ada saat ini.
“Kami ingin tampil beda. Energi pembentukannya karena berbagai persoalan yang mendera parpol dan berbagai penilaian negatif masyarakat terhadap parpol. Inginnya memperbaiki citra parpol dimata masyarakat, meski ini perjuangan yang berat,” katanya.
PSI menerapkan manajemen kontrak untuk mengikat setiap orang yang ingin menjadi anggota legislatif menggunakan kendaraan PSI.Kontrak tersebut tidak hanya berisi reward bagi anggota yang bekerja dengan baik tetapi juga punishman bagi anggota yang melanggar tata aturan partai.
Sementara itu pengamat politik yang juga tokoh Aliansi Kebangsaan, Yudi Latief menilai untuk memperbaiki citra parpol dimata masyarakat memang bukan persoalan mudah. Tetapi keberanian PSI untuk tampil beda dengan parpol lain patut diacungi jempol.
“Seandainya pun PSI tidak mendapatkan kursi, tetap harus kembali ke niat dan komitmen pendiriannya. Ingin mengubah penampilan dan penilaian masyarakat terhadap parpol,” tukas Yudi.
Sementara itu Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengatakan persoalan parpol tidaklah sekedar elektabilitas tetapi juga masalah konsep.Karena itu visi misi parpol harus bisa direspon baik oleh masyarakat.
Ia juga mengingatkan bahwa bangsa bukanlah produk antropologi yang permanen. Keberadaan suatu bangsa akan sangat dinamis.