JAKARTA, MENARA62.COM – Remaja paling rentan terkena stress. Tetapi banyak remaja yang tidak menyadari dirinya terkena stress. Mereka beranggapan baik-baik saja, sampai pada akhirnya tanpa sadar mencari pelarian. Bisa dalam bentuk merokok, dugem atau kegiatan lainnya.
“Tidak selalu muncul dalam bentuk kekerasan seperti tawuran atau kenakalan lainnya. Bisa jadi remaja tersebut merokok, atau berubah kepribadian menjadi pemurung, tidak semangat,” kata Sabrina Audini, Konselor Ibunda.id di sela Kampanye Kesetiakawanan bertema Satu Puntung Sejuta Masalah yang digelar Lentera Anak, pekan lalu.
Untuk mengatasi stress pada remaja, Sabrina memiliki sejumlah tips. Pertama, stress bisa diatasi dengan cara menuliskan apa yang dirasakan saat itu, masalah yang bikin stress atau tidak mood, sumbernya dan lainnya.
“Dengan mengenali sumber stress diharapkan kita mudah mengelolanya, cari tahu penyebabnya,” kata Sabrina.
Langkah kedua adalah aktivitas fisik berupa olahraga. Baik olahraga yang berat seperti jogging dan skipping atau olahraga ringan seperti stretching dan yoga. Aktivitas fisik ini dapat membantu mengeluarkan hormone dopamin
Langkah ketiga adalah dengan membantu orang lain. Ketika mood buruk, atau tiba-tiba merasa stress, memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain bisa menjadi alternative. Alasannya membantu orang lain bisa mendatangkan rasa bahagia dan kepuasan tersendiri. Dan ini sangat bagus untuk memancing emosi positif yang bersangkutan.
Sabrina mengakui respon seseorang terhadap tekanan memang berbeda. Tetapi remaja menjadi kelompok yang sangat rentan untuk mengalami stress ketika muncul tekanan dalam hidupnya. Pelarian dari rasa tertekan itu sebagian menggunakan media rokok. Itu mengapa banyak remaja yang kemudian menjadi perokok.
Sabrina menyarankan orangtua lebih waspada terhadap kelompok remaja. Perhatian terhadap perilaku mereka sehari-hari harus dilakukan lebih baik lagi.
“Jika ada perilaku yang ganjil atau menfarah tidak baik, atau stress, seperti tertekan, orangtua harus melakukan pendekatan,” katanya.
Bagi Sabrina, berbicara dengan anak remaja menjadi cara efektif untuk mengenali apakah seorang remaja mengalami stress atau tidak. Jika ternyata memiliki potensi stress atau malah sudah mengalami stress, pergi ke psikolog adalah solusinya.
Orangtua lanjut Sabrina tidak perlu malu untuk membawa anaknya berkonsultasi dengan psikolog bahkan psikiater.
“Buang pikiran negative bahwa berhubungan dengan psikolog adalah sakit jiwa. Tidak selalu demikian,” jelasnya.
Menurutnya mengenali stress sejak dini, lalu segera mengelolanya dengan baik dan tepat akan jauh bermanfaat dibanding mengobati stress yang sudah parah.
“Kalau stress lalu lari menjadi prokok. Untuk menghentikan merokok tidak mudah, karena sifat rokok bisa mendatangkan kecanduan,” tutup Sabrina.