25 C
Jakarta

Tradisi Bersih Desa dan Potensi Wisata Desa Tulungrejo Kabupaten Blitar

Baca Juga:

Ditulis oleh: Achmad Farhan Kurniawan dan Diona Julhentri R )*

Universitas Brawijaya (UB) memiliki program unggulan Mahasiswa Membangun Desa (MMD). Tahun 2023 ini, lebih dari 14.000 mahasiswa UB dari berbagai program studi dan fakultas mengikuti program MMD dengan menyasar 1.000 desa di Provinsi Jawa Timur.

Mengutip laman mmd.ub.ac.id, dengan mengikuti program MMD-1000D ini diharapkan mahasiswa dapat mengasah softskill dalam membangun teamwork, yaitu kemampuan mahasiswa bekerjasama lintas disiplin/keilmuan (lintas kompetensi), dan juga leadership mahasiswa dalam mengelola program pembangunan di wilayah pedesaan. Selain itu, MMD juga dapat menjadi sarana bagi mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan dan mengaplikasikan ilmu yang didapat di perguruan tinggi ke dalam konteks pembangunan desa. MMD merupakan program yang dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa, dosen, masyarakat desa, dan juga Universitas Brawijaya.

Program MMD tahun 2023 yang kemudian disebut sebagai MMD 1000D dimulai pada tanggal 2 Juli dan berakhir pada tanggal 1 Agustus 2023. Banyak program yang dibawa mahasiswa ke tengah masyarakat, mulai dari penyuluhan, pelatihan, pemberdayaan masyarakat, dan kegiatan lain yang bermanfaat bagi pembangunan desa.

Kami berdua yakni Achmad Farhan Kurniawan (NIM 215120307111096), mahasiswa jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan Diona Julyentri R (NIM 2151204071110200), mahasiswa jurusan Hubungan Internasional FISIP, menjadi bagian dari program MMD 1000D Universitas Brawijaya tahun 2023. Kami diterjunkan ke Desa Tulungrejo kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Selama sebulan penuh kami hidup dan berbaur dengan masyarakat setempat.

Saat kami datang ke Desa Tulungrejo, secara kebetulan masyarakat tengah menyiapkan kegiatan Bersih Desa. Ini adalah semacam prosesi membersihkan desa baik secara jasmani maupun secara rohani (spiritual). Masyarakat percaya bahwa dalam hidup, gangguan-gangguan itu bisa datang dari mana saja. Terkadang ada juga gangguan yang sifatnya kasat mata (tidak nampak) sehingga prosesi pembersihannya juga harus dilakukan dengan melibatkan kegiatan ibadah.

Warga Tulungrejo saat bersama-sama melakukan kegiatan Bersih Desa

Ada banyak hal bisa kami pelajari dari tradisi Bersih Desa masyarakat Desa Tulungrejo. Bahwa meski mereka telah hidup pada era digitalisasi, dimana sebagian besar masyarakat juga sudah terakses dengan internet, nyatanya tradisi-tradisi nenek moyang masih dipegang teguh hingga kini. Nilai-nilai penghormatan kepada leluhur, merawat dan melestarikan alam, juga nilai-nilai gotong-royong menjadi beberapa nilai yang bisa kami simpulkan pada kegiatan Bersih Desa.

Dalam satu kesempatan, Kepala Desa Tulungrejo, Bapak Tarmuji menuturkan tradisi Bersih Desa digelar masyarakat bertepatan dengan tanggal 1 Suro dalam penanggalan kalender Jawa. Masyarakat Desa Tulungrejo menggelar secara rutin setiap tahunnya. “Kegiatan ini melibatkan tidak hanya warga senior, tetapi juga anak-anak muda, para generasi muda,” katanya.

Bersih Desa sendiri adalah kegiatan yang dulu dipercaya oleh masyarakat Desa Tulungrejo sebagai kegiatan spiritual yang dipercaya dapat membersihkan desa dari sifat – sifat atau perbuatan buruk serta penyakit yang ada di Desa Tulungrejo. Dari sejumlah tetua (warga yang dituakan), kami memperoleh informasi bahwa tradisi Bersih Desa sudah dilakukan oleh masyarakat Desa Tulungrejo sejak desa ini berdiri, sekitar tahun 1919.

Tradisi ini bermula dari munculnya wabah yang menyebabkan banyak kematian masyarakat Desa Tulungrejo. Tidak disebutkan wabah apa yang menyebabkan banyak kematian warga desa tersebut, namun dipastikan bahwa masyarakat percaya kematian demi kematian warga tidak terlepas dari kondisi desa yang tidak bersih, ada penyakit dan sifat jelek lainnya. Makanya harus dibersihkan secara spiiritual agar kehidupan masyarakatnya sehat, aman sentosa dan sejahtera.

“Sekarang Bersih Desa tetap dipertahankan namun rangkaian acara Bersih Desa dilakukan semata menjaga warisan adat yang diajarkan antar generasi,” lanjut Bapak Tarmuji.

Berbeda dengan Bersih Desa jaman dahulu dimana masyarakat masih menganut dinamisme, maka Bersih Desa tidak lagi diwarnai dengan pergi ke punden (makam leluhur) untuk mengantar sesajen dan memanjatkan doa. Saat ini karena masyarakat desa Tulungrejo mayoritas beragama Islam, maka kegiatan Bersih Desa diisi dengan doa bersama, pengajian dan menggelar tahlilan.

Bapak Tarmuji mengatakan bahwa Bersih Desa dilakukan masyarakat selama satu hari penuh. Di mana pagi hari masyarakat bekerja bakti membersihkan lingkungan, jalan-jalan dan kantor balai desa, lalu dilanjutkan dengan tahlilal pada sore harinya. Sedang pada malam hari, digelar pentas seni. Bentuk pentas seni tiap tahun berbeda. Ada kalanya seni jaranan atau campursari, namun adakalanya juga wayang kulit dan lawakan khas Jawa Timur.

PPentas wayang kulit menjadi bagian dari kegiatan Bersih Desa yang digelar di desa Tulungrejo

Tahun ini kebetulan pentas seni Bersih Desa menampilkan wayang kulit dan lawakan. Pentas seni digelar pada malam hari. Kami melihat masyarakat sangat antusias untuk menyaksikan wayang kulit hingga acara berakhir menjelang dinihari.

Bapak Arif, salah seorang tokoh masyarakat yang kami jumpai saat kegiatan Bersih Desa mengatakan bahwa Desa Tulungrejo memiliki kelompok seni jaranan berjumlah 4 kelompok. Selain tampil pada acara Bersih Desa, kelompk seni jaranan sering pula tampil pada acara-acara hajatan warga seperti pernikahan atau sunatan.

“Hanya saja, kesenian jaranan sekarang sudah beradaptasi dengan perkembangan jaman, menyesuaikan selera masyarakat. Terutama pada pemilihan lagu-lagu masa kini,” jelas Bapak Arif.

Meski seni sudah beradaptasi dengan perkembangan jaman, Bapak Arif bersyukur bahwa masyarakat Desa Tulungrejo masih memegang teguh nilai-nilai gotong-royong, nilai unggah-ungguh (santun kepada yang lebuh tua), rendah hati dan beretika.

Kami sempat terlibat dalam kegiatan pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang dilakukan Koramil setempat. Kami melihat bagaimana masyarakat bahu membahu, tolong menolong dan saling mendukung untuk membangun rumah milik warga yang tidak layak huni tanpa mengharapkan upah. Mereka tidak hanya membantu dalam bentuk tenaga, tetapi ada juga yang menyumbang makanan dan minuman selama pembangunan RTLH berlangsung.

Kami berpandangan bahwa kesenian tradisional dan upacara adat yang masih digelar secara rutin oleh masyarakat, menjadi potensi wisata yang dapat mendatangkan wisatawan berkunjung ke desa Tulungrejo. Ditambah oleh nilai-nilai luhur yang masih dipegang teguh masyarakat desa Tulungrejo seperti nilai gotong-royong, unggah ungguh, sopan santun, saling menghargai, dan saling menghormati, kami yakin jika potensi ini digarap dengan baik maka Desa Tulungrejo bisa berubah menjadi salah satu desa wisata unggulan di Kabupaten Blitar.

)* Mahasiswa Universitas Brawijaya peserta program MMD 1000D Tahun 2023

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!