28.9 C
Jakarta

Tradisi Demokrasi dalam Islam Mengakar Kuat pada Muhammadiyah dan Aisyiyah

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM – Menyambut momentum Milad 108 tahun Muhammadiyah dan 104 Aisyiyah, Fakultas Ekonomi, Ilmu Sosial dan Humaniora UNISA  mengadakan kegiatan Seminar Nasional secara virtual (31/5). Seminar ini juga menjadi rangkaian kegiatan Milad ke-30 tahun Universitas Aisyiyah.

Mengangkat tema “Tradisi Demokrasi Persyarikatan Muhammadiya / ‘Aisyiyah “, FEISHum UNISA Yogyakarta menghadirkan Prof Hyung-Jun Kim dari Kangwoo National University Korea Selatan sebagai pembicara utama.

Selain menghadirkan Prof Hyung-Jun Kim, Seminar Feishumini juga diisi oleh dua dosen Feishum yaitu  Dewi Amanatun Suryani dari Prodi AdministrasiPublik dan Diska Arliena Hafni dari Prodi Administrasi Publik.

Mega Ardina, Dekan FEISHum UNISA Yogyakarta dalam sambutannya menyampaikan bahwa, di usia 108 tahun Muhammadiyah dan 104 tahun Aisyiyah menunjukan bagaimana demokrasi telah mengakar kuat pada organisasi ini. Oleh karenanya penting untuk membahas lebih jauh bagaimana tradisi demokrasi telah mengakar kuat dalamPersyarikatan Muhammadiyah/ ‘Aisyiyah.

“Kiprah Muhammadiyah dan Aisyiyah pada berbagai sector kehidupan berbangsa dan bernegara menunjukan kepada kita bahwa Persyarikatan telah memberikan contoh pembelajaran demokrasi yang sangat baik,” ujar Mega Ardina.

Senada dengan yang disampaikan oleh Mega Ardina, Prof Hyung-Jun Kim juga mengungkapkan bahwa selama lebih dari 100 tahun para ilmuan menganggap bahwa system demokrasi sulit untuk kompatibel dengan Islam. Ini terjadi karena adanya pandangan bahwa Islam tidak memungkinkan adanyapemisahan antara negara dan agama. Semetara system politik Islam adalah kesatuan agama dan negara.

“Namun, Muhammadiyah dan Aisyiyah dapat memberi contoh yang ideal untuk kita melihat bagaimana system demokrasi bias berjalan dalam organisasi keagaaman,” ujar Prof Hyung-Jun Kim dalam paparan materinya.

Masih Menurut Prof Hyung-Jun Kim, unsur-unsur yang terdapat di dalam Muhammadiyah Aisyiyah jauh lebih kuat dari pada konsep Civil Society yang terdapat di negara-negara barat. Unsur-unsur tersebut didukung oleh beberapa pilar dalam tradisi demokrasi Muhammadiyah Aisyiyah. Di antaranya ideologi, system kepemimpinan, system keputusan, hubungan anggota, system mengelola amal usaha dan system operasi.

Dewi Amanatun menuturkan, Muhammadiyah telah menjalankan tradisi demokrasi bahkan sejak masa kemerdekaan Republik Indonesia. Hal didukung keterlibatan beberapa kader Muhammadiyah dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Di masa reformasi pun, kiprah Muhammadiyah semakin nyata hampir di segala sektor.

Untuk merawat tradisi demokrasi Muhammadiyah Aisyiyah, peran kaum muda sebagai kader sangat diperlukan. “Untuk itulah kaum muda harus menjiwai nilai-nilai demokrasi,” ujar Diska Arliena Hafni menambahkan.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!