JAKARTA, MENARA62.COM — Usia lanjut tidak boleh menjadi penghalang untuk tetap produktif dan memberi kemanfaatan, apalagi menjadi beban bagi lingkungan. Ghirah dan semangat harus terus ditumbuhkan dengan menambah pengetahuan dan skill agar hidup di usia lanjut tetap terasa nyaman dan relevan dengan realita.
Salah satu konsen pemberdayaan lansia di Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/ BKKBN adanya Sekolah Lansia binaan kementerian. Tahun ini sebanyak 2.822 lansia tangguh diwisuda oleh Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. H. Wihaji, S.Ag, M.Pd, Kamis (19/12/2024), di Auditorium Kantor Kemendukbangga/ BKKBN karena telah mengikuti Sekolah Lansia binaan Kemendukbangga/BKKBN sepanjang tahun 2024.
Kemendukbangga/BKKBN, kata menteri Wihaji, mempunyai salah satu quick win yaitu program “Lansia Berdaya”. Kehadiran program ini cukup strategis karena Indonesia telah memasuki struktur penduduk tua (ageing population). Ini ditandai dengan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) sebesar 10,82% pada tahun 2021, dan pada 2023 meningkat menjadi 11,75%, serta akan menjadi 20,3% di 2045 (BPS, 2023).
“Kondisi ini kalau tidak diperhatikan akan menjadi masalah baru tentang bonus demografi. Oleh karena itu, dari program yang hari ini wisuda menjadi salah satu contoh dari kegiatan yang nanti akan kita tingkatkan menjadi lansia yang berdaya. Ini yang mau kita respon pasca kegiatan wisuda lansia ini,” ungkapnya saat ditemui usai acara.
Menurut menteri Wihaji, kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL) yang berinovasi dengan pembentukan Sekolah Lansia, merupakan perwujudan dari konsep belajar sepanjang hayat (life long learning). Ini dalam upaya mewujudkan lansia yang sehat, mandiri, aktif, produktif dan bermartabat (SMART), melalui 7 Dimensi Lansia tangguh. Yaitu dimensi fisik, spiritual, emosional, intelektual, sosial kemasyarakatan, lingkungan dan vokasional,” tambahnya.
Menurut studi nasional oleh BKKBN dan UNFPA (Dana Kependudukan PBB) pada tahun 2022, “lansia lebih suka tinggal di rumah daripada keluarga dan melakukan sesuatu yang baru, dan diperoleh prevelensi depresi lansia mencapai 73,9 persen” (Studi BKKBN dan UNFPA, 2020). Pada studi tahun 2024, mengacu pada skrining lansia sederharna (Siklas) Kemenkes, prevelansi depresi lansia mencapai 64,4 persen (Cicih, dan BKKBN, 2024).
Menteri Wihaji juga menyampaikan banyak dampak kesepian pada lansia ke kesehatan mentalnya. Ia berkata bahwa yang perlu diketahui adalah sebabnya, seperti kesehatan dan aktivitas berkurang, sehingga psikologi pikirannya juga berkurang.
“Bisa melahirkan pikiran yang aneh-aneh, keputusasaan, sehingga salah satu sebab ini kita kasih jawaban. Kita jawab dengan kegiatan. Kegiatan itu kita sebut dengan Lansia Berdaya. Nanti ada beberapa hal yang berkenaan dengan kegiatannya,” ujar menteri.
Ia juga mengungkapkan bahwa kegiatan-kegiatan akan mengisi kesepian yang dialami para lansia. Sedangkan istilah Lansia Berdaya dianggap untuk menjawab bonus demografi di tahun emas 2045. “Nanti kegiatan-kegiatannya lebih punya efek ekonomi lah kira-kira. Selain menjawab secara psikologis lansia, karena mengisi kesepian dan mengisi kebahagiaan,” tutupnya.
Program Lansia Berdaya didukung pelbagai pihak yang ikut menyukseskan kegiatan Sekolah Lansia di BKL. Antara lain UNFPA Perwakilan Indonesia, Konsultan Pakar Policy Brief, dan tentunya para kader BKL di seluruh pelosok Indonesia.(*)